5 Perbedaan Cara Membuat Kepurusan Orang Thinking dan Feeling

- Orang Thinking menimbang keputusan dengan logika dan fakta, sementara orang Feeling memprioritaskan dampak emosional.
- Orang Thinking memberi feedback to the point, sementara orang Feeling lebih halus dan penuh empati.
- Orang Thinking fokus pada solusi logis dalam konflik, sementara orang Feeling peduli pada perasaan semua pihak yang terlibat.
Dalam tes MBTI, salah satu dimensi yang sangat menarik untuk dibahas karena sangat kontra dalam cara mengambil keputusan adalah Thinking (T) dan Feeling (F). Orang Thinking biasanya mengutamakan logika, sementara orang Feeling lebih mengutamakan nilai personal dan perasaan. Kalau gak paham cara kerja pikiran masing-masing, kedua tipe kepribadian ini bisa banget terlibat debat karena pilihan yang berbeda.
Perbedaan cara orang Thinking dan orang Feeling dalam mengambil keputusan sering banget muncul dalam percakapan sehari-hari. Misalnya, saat teman curhat, ada yang langsung kasih solusi dan ada juga yang memilih mendengarkan sambil memberi empati. Supaya makin paham, kita bahas 5 perbedaan utama Thinking dan Feeling, yuk. Kira-kira, kamu tipe yang mengedepankan logika atau empati?
1. Yang mendasari pengambilan keputusan

Orang Thinking biasanya menimbang sesuatu dengan logika dan fakta objektif. Buat mereka, yang penting adalah apakah keputusan tersebut masuk akal dan efisien, atau sebaliknya? Mereka bisa kelihatan lebih rasional, bahkan terkesan ‘dingin’, karena gak terlalu melibatkan emosi dalam menilai situasi.
Sementara itu, orang Feeling lebih mengutamakan dampak emosional dari sebuah keputusan. Mereka akan mikir, apakah keputusan yang dibuat akan menyakiti orang lain? Apakah pilihan yang dibuat bisa membuat hubungan jadi lebih baik? Bagi mereka, menjaga harmoni dan perasaan orang sering lebih penting daripada sekadar logika.
2. Cara memberikan feedback

Saat memberi masukan, orang Thinking cenderung to the point. Mereka fokus pada fakta, kesalahan, dan apa yang harus diperbaiki. Niatnya sebenarnya baik, tapi seringkali terdengar terlalu blak-blakan dan bisa bikin orang lain tersinggung.
Orang Feeling punya gaya yang berbeda. Mereka lebih memilih menyampaikan kritik dengan cara halus dan penuh empati. Alih-alih langsung menunjukkan kesalahan, mereka akan berusaha menyampaikan dengan kata-kata yang menjaga perasaan. Bagi mereka, menjaga hubungan lebih penting daripada sekadar menyampaikan kebenaran mentah.
3. Yang diprioritaskan ketika terjadi konfllik

Dalam konflik, orang Thinking biasanya fokus pada solusi yang paling logis. Mereka ingin masalah cepat selesai dengan cara yang paling efisien. Emosi bisa jadi nomor dua, karena yang penting adalah menemukan jawaban atas permasalahan yang terjadi.
Sebaliknya, orang Feeling lebih peduli pada perasaan orang-orang yang terlibat dalam konflik. Mereka ingin semua pihak merasa didengar dan dihargai. Walau mungkin prosesnya lebih lama, mereka percaya harmoni lebih penting daripada sekadar menang atau kalah.
4. Orientasi antara tujuan dan hubungan

Orang Thinking seringkali sangat goal-oriented. Mereka melihat kesuksesan dari pencapaian target, efisiensi kerja, atau hasil nyata yang bisa diukur. Hal ini bikin mereka jadi pribadi yang kompetitif dan fokus pada performa.
Sangat berbeda dengan orang Thinking, tim Feeling justru lebih relationship-oriented. Mereka mengukur kesuksesan dari kualitas hubungan dan rasa kebersamaan. Bahkan, mereka bisa merasa bahagia hanya dengan memastikan semua orang di sekitarnya merasa nyaman. Buat mereka, kemenangan pribadi bukanlah prioritas semata. Mereka ingin punya hubungan yang baik dan saling menghargai satu sama lain.
5. Cara menyelesaikan masalah pribadi

Dalam hal menyelesaikan masalah, orang Thinking cenderung mencari solusi praktis. Kalau ada masalah, mereka akan menganalisa penyebabnya, lalu membuat daftar opsi yang bisa dilakukan, dan memilih yang paling masuk akal. Mereka jarang membiarkan emosi menguasai diri, karena percaya rasionalitas bisa membawa mereka menuju jalan keluar. Sebaliknya, orang Feeling lebih suka mencari dukungan emosional saat menghadapi masalah. Mereka mungkin akan curhat ke orang terdekat atau sekadar mencari tempat untuk bisa didengar. Bagi mereka, rasa lega bisa datang bukan hanya dari solusi, tapi juga dari koneksi emosional dengan orang lain. Hal ini membuat mereka terlihat lebih hangat dan penuh empati.
Perbedaan Thinking dan Feeling memang mencolok, tapi sebenarnya dua-duanya sama-sama berharga. Dunia butuh orang Thinking yang logis untuk membuat keputusan besar, tapi juga orang Feeling yang penuh empati untuk menjaga hubungan tetap harmonis. Kalau kamu tahu dirimu lebih ke Thinking atau Feeling, ini bisa jadi bekal untuk memahami cara kerja pikiranmu sendiri. Dan yang lebih penting, kamu juga bisa belajar menghargai gaya orang lain yang berbeda. Karena pada akhirnya, keseimbangan antara logika dan hati adalah kunci memaknai hidup dengan lebih bijak.