Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Kebiasaan Masa Kecil yang Menghambat ketika Dewasa

ilustrasi orang dewasa (pexels.com/Kevin Malik)

Banyak kebiasaan yang kita pelajari saat kecil bertujuan untuk melindungi dan membentuk diri menjadi pribadi yang baik. Namun, ketika beranjak dewasa, kebiasaan yang dulu membantu ini bisa berubah menjadi penghambat. Tanpa disadari, kita mungkin terus membawa pola pikir dan perilaku lama yang membuat diri sulit berkembang atau merasa terkekang.

Mengidentifikasi kebiasaan-kebiasaan ini adalah langkah pertama untuk tumbuh dan beradaptasi dengan tantangan hidup orang dewasa. Tidak ada yang salah dengan melindungi diri, tetapi penting juga untuk belajar melepaskan kebiasaan lama yang tidak lagi relevan. Mari bahas beberapa kebiasaan masa kecil yang sebenarnya dapat menghambat kehidupanmu sekarang.

1. Selalu mencari persetujuan orang lain

ilustrasi orang mengobrol (pexels.com/cotonbro studio)

Waktu kecil, kita sering diajarkan untuk meminta izin atau mencari persetujuan dari orang tua dan guru sebelum melakukan sesuatu. Ini membantu kita belajar tentang batasan dan tanggung jawab. Namun, saat dewasa, kebiasaan ini bisa berubah menjadi kebutuhan konstan untuk validasi dari orang lain. Akibatnya, kita sulit mengambil keputusan sendiri dan sering ragu untuk mengikuti kata hati.

Terus-menerus mencari persetujuan juga bisa membuat kita terlalu memikirkan pendapat orang lain. Kita mungkin takut mengecewakan atau terlihat buruk di mata mereka. Padahal, menjadi dewasa berarti berani mempercayai diri sendiri dan mengambil risiko tanpa harus selalu meminta pendapat orang lain.

2. Menghindari konflik

ilustrasi orang mengobrol (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Sebagai anak-anak, kita mungkin diajarkan untuk tidak bertengkar dan selalu menjaga kedamaian. Ini memang baik untuk menjaga harmoni dalam keluarga atau lingkungan sekolah. Namun, di dunia orang dewasa, menghindari konflik justru bisa menghambat. Kita jadi sulit menyampaikan pendapat atau menetapkan batasan yang sehat dengan orang lain.

Menghindari konflik terus-menerus juga bisa membuat kita memendam perasaan dan membiarkan masalah berlarut-larut. Padahal, konflik yang sehat bisa membuka jalan untuk pemahaman lebih baik dan solusi yang lebih kuat. Belajar menghadapi konflik dengan bijak adalah bagian penting dari tumbuh dewasa.

3. Berusaha menyenangkan semua orang

ilustrasi people pleaser (pexels.com/Matheus Bertelli)

Anak-anak sering kali ingin disukai oleh teman-teman atau orang dewasa di sekitarnya, sehingga mereka cenderung melakukan apa pun untuk menyenangkan orang lain. Kebiasaan ini mungkin terasa aman di masa kecil, tapi saat dewasa, bisa membuat kita merasa lelah dan kehilangan jati diri. Kita jadi lebih fokus pada kebutuhan orang lain ketimbang diri sendiri.

Kebiasaan ini juga bisa membuat sulit berkata “tidak” dan akhirnya terlalu banyak mengambil tanggung jawab yang bukan milik kita. Padahal, kita perlu belajar menempatkan diri sebagai prioritas dan memahami bahwa tidak mungkin untuk membuat semua orang senang.

4. Takut membuat kesalahan

ilustrasi takut membuat kesalahan (pexels.com/Yan Krukau)

Di masa kecil, kesalahan sering kali diikuti dengan teguran atau hukuman sehingga kita tumbuh dengan rasa takut untuk salah. Akibatnya, saat dewasa kita mungkin terlalu berhati-hati dan menghindari tantangan yang berisiko. Padahal, kesalahan adalah bagian alami dari proses belajar dan berkembang.

Ketakutan ini bisa menghambat kita dalam mengambil keputusan besar atau mencoba hal-hal baru. Kita perlu menyadari bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan peluang untuk tumbuh dan memperbaiki diri. Semakin berani mengambil langkah, semakin banyak kita belajar.

5. Mengandalkan orang lain untuk membuat keputusan

ilustrasi mengandalkan oang lain (pexels.com/Liza Summer)

Saat kecil, kita terbiasa mengikuti arahan orang tua atau guru yang membuat sebagian besar keputusan. Ini mungkin terasa aman dan nyaman, tetapi saat dewasa, kebiasaan ini bisa membuat kita merasa tidak percaya diri dalam menentukan pilihan sendiri.

Mengandalkan orang lain terus-menerus bisa membatasi kita untuk benar-benar memahami keinginan dan kebutuhan pribadi. Menjadi dewasa berarti belajar mempercayai intuisi dan mengambil tanggung jawab atas keputusan yang diambil, baik atau buruk hasilnya.

6. Mengabaikan perasaan sendiri

ilustrasi mengabaikan perasaan sendiri (pexels.com/Bruno Cortes FP)

Anak-anak sering diajarkan untuk menahan tangisan atau menekan emosi agar tidak dianggap manja atau cengeng. Kebiasaan ini bisa terbawa hingga dewasa yang membuat kita kesulitan mengenali atau mengekspresikan perasaan dengan jujur. Kita jadi cenderung memendam emosi yang akhirnya bisa berdampak buruk pada kesehatan mental.

Mengabaikan perasaan juga bisa menghalangi kita membangun hubungan yang sehat. Padahal, mengenali dan mengungkapkan emosi adalah cara penting untuk memahami diri sendiri dan terhubung dengan orang lain secara lebih dalam.

7. Selalu mengutamakan aturan

ilustrasi mengikuti aturan (pexels.com/cottonbro studio)

Saat kecil, kita diajarkan untuk mengikuti aturan agar aman dan tertib. Ini membantu kita memahami struktur sosial, tapi saat dewasa, terlalu kaku mengikuti aturan bisa membatasi kreativitas dan fleksibilitas. Kita mungkin takut melanggar norma atau mencoba pendekatan baru karena terlalu terpaku pada apa yang seharusnya.

Dalam hidup, sering kali kita perlu keluar dari zona nyaman dan menantang aturan yang sudah ada untuk menciptakan sesuatu lebih baik. Fleksibilitas dalam berpikir dan bertindak sangat penting agar kita bisa terus berkembang di dunia yang dinamis ini.

Kebiasaan masa kecil sering kali dimaksudkan untuk melindungi dan membimbing kita. Namun, saat memasuki dunia orang dewasa, beberapa di antaranya bisa berubah menjadi hambatan yang menghalangi pertumbuhan. Jadi, sudah siapkah kamu mengevaluasi kebiasaan lama dan membuka ruang untuk perubahan yang lebih baik?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Emma Kaes
EditorEmma Kaes
Follow Us