“Ketika kita menjadi alasan orang lain tersenyum, rasanya menyentuh ke hati,” ujar Reza dalam Workshop Menulis Online dan Bincang Inspiratif Astra 2025 bersama IDN Times pada Selasa (21/10/2025).
Air, Perempuan, dan Perjalanan Reza Riyady Mengubah Wajah Desa Ban

Saat liburan ke Bali Timur pada tahun 2019, Reza Riyady tak pernah menyangka hidupnya akan berubah hanya karena satu foto yang ia potret. Kala itu, tangan Reza sempat bergetar ketika menekan tombol kamera mirrorless yang ia pegang. Di hadapannya, seorang perempuan di Desa Ban tengah mendorong jeriken air, menempuh hampir lima kilometer yang terasa seperti perjalanan tanpa akhir.
Pemandangan itu terlihat sederhana, tetapi sebenarnya menyimpan beban yang jauh lebih berat. Di Desa Ban, Karangasem, Bali, tugas tersebut hampir selalu jatuh ke tangan perempuan. Mereka harus berjalan jauh di bawah terik matahari, merawat anak-anak, menjaga rumah tetap berjalan, sekaligus mencari air bersih.
Reza yang saat itu hanya berniat menikmati liburan di Bali Timur, mendadak terdiam. Ada rasa sayatan yang muncul di dalam hatinya, semacam sentakan halus yang membuatnya melihat ulang kenyataan di depan mata. Ia membayangkan perempuan yang ia lihat itu adalah ibunya sendiri, yang mana harus berada dalam posisi serupa, Dari momen kecil itu, empati tumbuh menjadi kegelisahan, lalu menjadi komitmen yang mulia.
Satu foto di tahun 2019 itu menjadi titik awal perjalanan Reza Riyady dalam memahami bahwa krisis air bukan hanya soal kekeringan, tetapi juga tentang ketimpangan yang sejak lama membebani perempuan. Dari kesadaran itu lahirlah komitmen yang ia wujudkan melalui program SAUS (Sumber Air untuk Sesama) dan platform balitersenyum.id, langkah yang kemudian mengantarnya menjadi penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards Provinsi Tahun 2022.
1. Senyum sebagai awal titik perjalanan panjang

Sejak dulu, Reza Riyady selalu punya kecenderungan sederhana, yaitu ia mudah tersentuh ketika melihat kebahagiaan kecil yang muncul tanpa dibuat-buat. Bagi Reza, senyum seseorang adalah tanda paling jujur sekaligus paling rentan dari hidup yang mereka jalani. Keyakinan itulah yang kemudian menjadi arah moral yang membentuk keputusan-keputusan besarnya di masa kini.
Dari keyakinan sederhana itu, Reza menyadari bahwa senyum tidak hanya soal kebahagiaan sesaat, tapi juga mencerminkan kualitas hidup yang layak, terutama bagi perempuan di Desa Ban yang menanggung beban mencari air setiap hari. Kesadaran tersebut mendorongnya untuk bertindak langsung, menghadirkan solusi nyata daripada hanya menjadi pengamat. Dari situ lahirlah program SAUS (Sumber Air untuk Sesama) dan platform balitersenyum.id, yang secara perlahan mengubah kehidupan masyarakat sekaligus arah hidupnya sendiri.
2. Filosofi keperawatan sebagai cahaya jalan panjang

Reza Riyady adalah seorang perawat di RSUD Klungkung, Bali. Ia memaknai profesinya bukan sekadar pekerjaan medis, melainkan panggilan kemanusiaan. Makna tersebut Reza ambil dari filosofi “the light in the darkness”, warisan dari kisah the lady with the lamp pada masa keperawatan modern. Kesadaran itu membentuk cara pandangnya untuk selalu hadir membantu, bukan hanya di ruang rumah sakit, tapi juga di masyarakat.
“Saya ingin menjadi seperti sosok itu (the lady with the lamp)," tutur Reza.
Ia melihat perawat bukan sekadar penyembuh orang sakit, tetapi penjaga kebutuhan dasar masyarakat. Menurut Reza, air bersih, adalah pondasi dari kesehatan dan hidup yang layak. Oleh karena itu, ia merasa urgensinya tidak hanya berada di ruang perawatan, tetapi juga di lapangan tempat masyarakat berjuang untuk kebutuhan paling dasar.
3. Bali Timur dan realitas krisis air

Ketika orang mendengar kata "Bali", yang pertama muncul di kepala mereka biasanya adalah gemerlap pariwisata, hiburan malam, dan pantai yang indah. Namun bagi Reza, Bali memiliki wajah lain yang ia temukan di Desa Ban, tempat masyarakat bergulat dengan krisis air bersih. Realitas itu membuat ia sadar bahwa krisis air bukan sekadar masalah teknis, melainkan juga persoalan sosial dengan beban paling berat jatuh pada kelompok perempuan.
“Kalau orang bicara soal Bali, taunya hiburan dan pariwisata yang maju banget. Tapi ternyata ada sisi lain yang gak kelihatan,” ujar Reza nada miris.
Di Desa Ban, perempuan sering menjadi pihak yang paling terdampak. Mereka harus berjalan jauh hanya untuk mendapatkan air bersih. Kondisi ini membuat Reza terdorong untuk turun tangan dan mencari solusi nyata, bukan sekadar jadi pengamat sesaat.
4. Beban perempuan di Desa Ban

Perempuan di Desa Ban memikul tanggung jawab yang sangat berat setiap hari. Mereka harus mengurus anak, menjaga rumah, bekerja, dan bahkan berjalan jauh demi mendapatkan air bersih. Ketangguhan mereka bukan hanya soal fisik, tapi juga emosional, karena harus menanggung beban keluarga sekaligus keterbatasan akses sumber daya. Melihat kenyataan tersebut, Reza merasa terdorong untuk memahami lebih dalam dan mencari cara membantu secara nyata.
“Saya itu kagum banget sama perempuan Bali sebenarnya, mereka yang mendasari projek (SAUS) saya ini, karena perempuan Bali itu hebat banget, mereka itu punya tugas yang cukup mulia, selain untuk menjaga anak-anaknya, mendidik anak-anaknya, mereka juga menjaga stabilitas finansial keluarga, belum lagi dikasih tugas yang cukup berat yang di Desa Ban (yaitu) mereka kekurangan air," tutur penerima SATU Indonesia Awards Provinsi Tahun 2022 tersebut.
Mirisnya, meski masyarakat Desa Ban tahu cara menjaga kebersihan dan kesehatan, tanpa akses air bersih semua itu sulit diterapkan. Banyak perempuan terpaksa membeli air dengan harga mahal hanya untuk kebutuhan sehari-hari. Keadaan ini membuat Reza semakin sadar akan urgensi menghadirkan solusi nyata di lapangan.
5. Lahirnya SAUS dan platform balitersenyum.id

Kesadaran Reza terhadap krisis air di Desa Ban mendorongnya untuk bertindak secara nyata. Ia merancang program SAUS (Sumber Air untuk Sesama) bermodalkan dukungan sukarela dari berbagai pihak. Awalnya, dana yang terkumpul hanya Rp2,8 juta, tetapi kemudian bantuan datang dari tangan-tangan yang tidak terduga hingga terkumpul kurang lebih Rp30 juta. Alhasil, pembangunan bak penampungan air pertama di Desa Ban pun bisa terealisasi.
Proses itu mengajarkan Reza tentang pentingnya gotong royong dan kolaborasi. Warga desa, kepala desa, dan kelian adat bekerja sama agar proyek bisa terlaksana. Bersamaan dengan itu, Reza mengembangkan balitersenyum.id, platform yang memusatkan perhatian pada senyum dan kesejahteraan masyarakat sebagai wujud nyata kepedulian sosialnya.
Dari proyek ini, Reza memimpikan masyarakat Desa Ban yang mandiri dan berdaya, mampu mengelola sumber air sendiri dan membuka peluang ekonomi bagi pemuda. Ia berharap sumber air bisa menjadi pusat spiritual dan wisata, sekaligus simbol kehidupan yang terus mengalir. Keberhasilan ini menegaskan bahwa setetes air bisa menumbuhkan sejuta harapan, membawa senyum kembali ke wajah-wajah masyarakat di Bali, khususnya Bali Timur.


















