Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apakah Suami Istri Bersentuhan Membatalkan Wudhu? Ini Penjelasannya

ilustrasi suami istri (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Apakah suami istri bersentuhan membatalkan wudhu? Pertanyaan ini sering sekali muncul di benak umat Islam yang sudah menikah. Apalagi, terdapat pendapat masyhur di kalangan masyarakat yang menyebutkan bahwa bersentuhannya antara suami dan istri bisa membatalkan wudhu.

Wudhu menjadi salah satu syarat sahnya salat. Walaupun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, ilmu mengenai keabsahan wudhu suami istri yang bersentuhan menjadi sangat penting untuk dipahami agar tidak keliru.

Lalu, apakah wudhu suami istri yang bersentuhan sah dalam Islam? Yuk, simak informasi lengkapnya dalam artikel ini!

1. Mazhab Syafi'i

ilustrasi suami dan istri (pexels.com/Yusron El Jihan)

Menurut ulama Syafi'iyah, suami istri yang bersentuhan setelah wudhu, maka wudhunya batal. Pasalnya, bersentuhannya kulit laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya secara langsung tanpa penghalang dapat membatalkan wudhu.

Dinukil dari Shahih Fiqh Sunnah, Imam Syafi'i dan Ibnu Hazm berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dan keduanya bersentuhan, hal ini termasuk membatalkan wudhu. Pendapat ini diperkuat dengan dalil surat An-Nisa ayat 43.


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكَارٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا ۗوَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا

Artinya: “Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati shalat ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati jalan saja, sebelum kamu mandi (mandi junub). Adapun jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau sehabis buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Sungguh, Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun." (Q.S. An-Nisa: 43)

Dilansir laman Rumaysho.com, Imam Syafi'i menyebutkan bahwa yang dimaksud bersentuhan adalah sentuhan kulit dan kulit, baik disertai syahwat atau tanpa syahwat, yang menyentuh adalah tangan, badan, atau anggota tubuh lain secara sengaja maupun tidak sengaja.

Perlu digarisbawahi, ustaz Muhammad Abduh Tuasikal menyebutkan bahwa istri bukan mahram bagi suaminya lantaran boleh menikah dan hubungan keduanya halal setelah menikah. Dengan demikian, menurut ulama Syafi'iyah, wudhu suami istri tidak sah apabila bersentuhan.

2. Mazhab Hanafi

ilustrasi suami dan istri (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Sebaliknya, para ulama Hanafiyah menyebutkan bahwa suami istri yang bersentuhan tidak membatalkan wudhu, baik dengan maupun tanpa syahwat, serta baik mahram maupun bukan mahram.

Pendapat tersebut didasarkan surat Al-Maidah ayat 6.

...اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا …

Artinya: "...atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci)..." (Q.S. Al-Maidah: 6)

Dalam ayat Al-Qur'an tersebut, ulama mazhab Hanafi memaknai "laamastum" seperti berjimak, bukan hadas kecil. Untuk itu, para ulama tersebut mendasari hukum batalnya wudhu suami istri yang bersentuhan dari ayat tersebut.

Selain itu, pendapat ulama Hanafiyah juga didasarkan pada hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Aisyah radhiyallhu anha berkata,

كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَرِجْلاَىَ فِى قِبْلَتِهِ ، فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِى ، فَقَبَضْتُ رِجْلَىَّ ، فَإِذَا قَامَ بَسَطْتُهُمَا . قَالَتْ وَالْبُيُوتُ يَوْمَئِذٍ لَيْسَ فِيهَا مَصَابِيحُ

Artinya: “Aku pernah tidur di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kedua kakiku di arah kiblat beliau. Ketika ia hendak sujud, ia meraba kakiku. Lalu aku memegang kaki tadi. Jika berdiri, beliau membentangkan kakiku lagi.” ‘Aisyah mengatakan, “Rumah Nabi ketika itu tidak ada penerangan.” (HR. Bukhari, no. 382 dan Muslim, no. 512)

3. Mazhab Maliki

ilustrasi wudhu (Pixabay)

Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal kembali menyebutkan, para ulama Malikiyah menyimpulkan bahwa suami dan istri yang bersentuhan termasuk membatalkan wudhu jika bersentuhan dengan kulit, serta adanya syahwat. Adapun jika bersentuhan kulit tanpa syahwat, maka tidak membatalkan wudhu.

Dilansir laman Kemenag, batalnya wudhu termasuk juga bersentuhan kulit dengan yang belum baligh, tetapi sudah ada syahwat. Batalnya wudhu juga bisa disebabkan akibat sentuhan kulit yang dilapisi oleh kain tipis maupun tebal. Bahkan, sentuhan sesama laki-laki ataupun perempuan yang disertai syahwat juga bisa membatalkan wudhu.

Pendapat tersebut didasarkan pada tafsiran surat An-Nisa ayat 43 dan surat Al-Maidah ayat 6 yang menganggap bahwa bersentuhan kulit termasuk hadas kecil sehingga mewajibkan wudhu. Namun, ulama Malikiyah berpendapat lain usai mengkaji hadis Bukhari dan Muslim yang disebutkan sebelumnya, yakni yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW yang pernah bersentuhan dengan Aisyah ketika salat.

Untuk itu, para ulama Malikiyah mengkompromikan dalil-dalil tersebut. Dengan demikian, mazhab Maliki berkesimpulan bahwa bersentuhan yang tidak menimbulkan syahwat termasuk bukan pembatal wudhu.

4. Mazhab Hanbali

ilustrasi kuku tangan (unsplash.com/Chelson Tamares)

Hampir sama seperti ulama Malikiyah, mazhab Hanbali berpendapat bahwa wudhunya batal jika suami istri yang bersentuhan disertai syahwat. Namun, yang agak berbeda dari pendapat sebelumnya, mazhab Hanbali memberlakukan pengecualian sehingga sentuhan antara laki-laki dan perempuan tidak membatalkan wudhu.

Kembai dilansir laman Kemenag, mazhab Hanbali mengecualikan sentuhan kulit yang disertai penghalang, sentuhan pada kuku, rambut, dan gigi, serta sentuhan sesama laki-laki atau perempuan. Dengan demikian, suami istri yang memenuhi syarat pengecualian tersebut, maka dinilai wudhunya tatap sah walau bersentuhan antara kulit dan kulit.

Demikianlah informasi tentang pertanyaan apakah suami istri bersentuhan membatalkan wudhu? Sebaiknya, umat Islam berpegang pada zhahir AL-Qur'an, yakni dengan landasan dalil surat An-Nisa ayat 43 dan Al-Maidah ayat 6. Dalam hal ini, berarti pendapat mazhab Syafi'i yang lebih kuat.

Penulis: Fanny Haristianti

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sierra Citra
Yunisda DS
Sierra Citra
EditorSierra Citra
Follow Us