Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tips Hindari Pertemanan yang Penuh Persaingan Toksik

ilustrasi lingkar pertemanan yang positif (pexels.com/THE MACDUFFIE SCHOOL)
Intinya sih...
  • Pertemanan seharusnya menjadi ruang aman, saling mendukung, dan tumbuh bersama
  • Kenali tanda-tanda persaingan yang tidak sehat dalam pertemanan
  • Batasi curhat tentang hal-hal sensitif dan evaluasi pertemanan secara berkala

Pertemanan seharusnya jadi ruang aman, empat berbagi cerita, saling mendukung, dan tumbuh bersama. Namun, sayangnya, tidak semua hubungan berjalan seperti itu. Ada kalanya pertemanan berubah menjadi medan kompetisi diam-diam, di mana setiap keberhasilan justru memicu rasa tak nyaman, bukan kebahagiaan bersama.

Persaingan dalam pertemanan bisa tampak samar, tapi dampaknya nyata. Kamu mungkin mulai mempertanyakan diri sendiri, merasa tidak cukup, atau lelah menjaga citra. Jika dibiarkan, ini bisa menggerogoti kepercayaan diri dan kesehatan mental. Berikut lima tips agar kamu bisa mengenali dan menghindari pertemanan yang diam-diam dipenuhi persaingan toksik.

1. Kenali tanda-tanda persaingan yang tidak sehat

ilustrasi pertemanan (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Dalam pertemanan yang sehat, ada rasa saling mendukung, bukan keinginan untuk saling mengalahkan. Tapi ketika seseorang terus-menerus ingin menjadi yang “lebih”—lebih sukses, lebih keren, lebih dipuji—ini bisa jadi sinyal adanya persaingan yang tidak sehat. Kamu jadi merasa hubungan itu bukan tentang kebersamaan, tapi tentang siapa yang terlihat lebih unggul.

Waspadai jika setiap percakapan terasa seperti adu pembuktian, bukan ruang saling berbagi. Jika kamu mulai merasa tidak nyaman jadi diri sendiri, sering menyensor cerita, atau merasa kecil saat bersamanya, itu tanda bahwa ada yang tidak seimbang dalam hubungan tersebut. Jangan abaikan instingmu—perasaan tidak nyaman adalah alarm yang valid.

2. Jangan terpancing untuk ikut bersaing diam-diam

ilustrasi pertemanan (pexels.com/Armin Rimoldi)

Saat berhadapan dengan teman yang kompetitif, godaan untuk ikut masuk ke dalam pola yang sama bisa muncul. Kamu mungkin mulai merasa perlu pamer pencapaian, membandingkan hidup, atau sengaja menyusun citra agar tidak kalah. Tapi pola ini hanya membuat hubungan jadi penuh tekanan, bukan kebahagiaan.

Daripada ikut terjebak, lebih baik tetap fokus pada perjalananmu sendiri. Kamu tidak perlu membuktikan apapun untuk dihargai. Teman sejati akan merayakan keberhasilanmu tanpa merasa tersaingi. Menjaga keaslian diri jauh lebih penting daripada memenangkan kompetisi yang tidak pernah kamu daftari.

3. Batasi curhat tentang hal-hal sensitif

ilustrasi curhat dengan teman (pexels.comYan Krukau)

Jika kamu menyadari bahwa temanmu sering membandingkan, menyindir, atau membuatmu merasa “kecil” setelah curhat, sebaiknya mulai pilih-pilih informasi yang kamu bagikan. Hal-hal pribadi seperti keuangan, hubungan, atau pencapaian tidak selalu aman untuk dibuka pada semua orang, meskipun berlabel teman.

Membatasi cerita bukan berarti kamu tidak percaya atau menjadi tertutup, tapi itu bentuk perlindungan diri. Pilih ruang dan orang yang tepat untuk berbagi. Kamu berhak menjaga ketenangan emosional tanpa harus menjelaskan segalanya kepada orang yang tidak bisa benar-benar mendukungmu.

4. Evaluasi pertemanan secara berkala

ilustrasi pertemanan (pexels.com/George Pak)

Pertemanan juga butuh dievaluasi, seperti halnya pekerjaan atau hubungan lainnya. Seiring berjalannya waktu, orang bisa berubah—dan begitu pula energi yang mereka bawa ke dalam hidupmu. Jika kamu merasa lebih sering cemas, tidak aman, atau kehilangan kepercayaan diri setelah bertemu teman tertentu, itu tanda penting untuk melakukan evaluasi.

Tanyakan pada dirimu sendiri: apakah aku merasa diterima, dihargai, dan tumbuh bersama dalam hubungan ini? Jika jawabannya tidak, jangan ragu untuk memberi jarak. Menjaga kesehatan mental jauh lebih penting daripada mempertahankan pertemanan yang tidak lagi sehat.

5. Kelilingi diri dengan orang-orang yang suportif

ilustrasi lingkar pertemanan yang positif (pexels.com/THE MACDUFFIE SCHOOL)

Daripada terus memaksakan pertemanan yang penuh kompetisi terselubung, fokuslah membangun hubungan dengan orang-orang yang benar-benar suportif. Teman yang sehat akan senang melihatmu berkembang, bukan merasa terancam. Mereka akan mendorongmu saat kamu ragu, dan ikut bangga saat kamu melangkah maju.

Lingkungan yang suportif bisa mengubah banyak hal—cara kamu melihat diri sendiri, cara kamu mengambil keputusan, dan bahkan keberanianmu untuk bermimpi lebih besar. Pilih teman yang bisa menjadi cermin terbaik, bukan bayangan yang membuatmu ragu jadi diri sendiri.
Pertemanan seharusnya menguatkan, bukan menguras. Dengan lebih peka terhadap tanda-tanda persaingan toksik dan berani mengambil jarak saat dibutuhkan, kamu sedang melindungi dirimu dari hubungan yang melemahkan. Bangun koneksi yang saling mengangkat, karena di situlah pertumbuhan sejati dimulai.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Agsa Tian
EditorAgsa Tian
Follow Us