Aku Telah Berjuang Untuk Melupakanmu, Maka Hargailah Perjuanganku Itu

Artikel ini merupakan hasil karya peserta kompetisi menulis #CintaDalamKata yang diadakan oleh IDNtimes.com. Kalau kamu ingin artikelmu eksis seperti ini, yuk ikutan kompetisi menulis #CintaDalamKata! Informasi lebih lengkapnya, kamu bisa cek di sini.
Entah perasaan apa ini, entah apa yang menyebabkan aku bisa sebodoh ini. Mencintai seseorang yang bahkan dia mengkhianati perasaanku. Setelah sekian lama menahan rindu, menahan pikiran negatif yang selalu menggelayuti pikiran jernihku.
Dan itu yang terjadi, saat hari itu aku melihatmu dengannya, seseorang yang lebih cantik dibandingkan paras wajahku. Tidak sebanding sayang, dia begitu sempurna di matamu, sedangkan aku, aku hanya pohon kering yang diam dan bisa seenaknya kau tinggalkan.
Tersedak hatiku, setelah melihat hal itu didepan mataku secara langsung. Sesak meresap di tiap lubang-lubang dan ruas-ruas pernafasaanku. Sakit sayang, bisakah kau rasakan itu begitu lekat pada diriku saat ini? Begitu rapuh, begitu mengerikan melihat diriku yang seperti itu.
Asal kau tahu, menggengam rasa cinta seorang diri itu rasanya menyakitkan!

Mencintai sendirian, karena kamu lebih memilih dia dibanding denganku. Aku orang pertama yang kamu cintai, kamu orang pertama yang mencintaiku, namun dia orang kedua yang kamu cintai. Menurutku, tak akan ada cinta kedua, jika yang pertama sudah terlupakan.
Aku akan melepaskanmu dengan dirinya, bukan karena aku sudah tak mencintaimu, namun karena merasakan dan bertahan dengan rasa cinta sendirian itu terasa sakit. Dan yang terlihat jelas disini adalah, aku yang terlupakan olehmu.
Dalam diam aku mengutuk diriku sendiri, mencintai terlalu dalam padamu yang jelasnya tak akan pernah aku miliki lagi, namun kau bersandiwara dengan sang waktu dan memanipulasi perasaanmu untuk tetap bersamaku. Hal yang kau lakukan itu jahat, membiarkan aku mencintaimu, bertahan sendirian sampai aku menghadapi kenyataan ini yang juga harus aku hadapi sendirian.
Jahat sayang, dirimu terlalu jahat untuk seseorang yang kusebut disetiap doaku. Di balik itu, aku selalu menghabiskan waktuku untuk berdiskusi dengan sang senja, berharap kau mendengarkan nyanyian hatiku yang kunamai dengan rindu. Kepercayaan kau pertaruhkan, sampai harus melukaiku demi dirinya, dan apa daya, aku hanya cinta yang kau abaikan.
Aku harus tetap bernafas. Penuh rasa ikhlas aku berjuang melupakan sakit hati ini.

Aku kembali terdiam dengan ketakutan di setiap mataku terpejam, karena jika aku terpejam yang aku lihat masih wajahmu, wajahmu yang selalu menatapku terlalu lekat seperti dulu. Aku tak bisa berbohong, aku di sini sedang merindukanmu teramat sangat.
Nafas... aku harus bernafas, setiap aku terisak di dekapan sang senja aku hanya merasakan dia menatapku juga dengan begitu lekat. Sang senja mengasihani aku, lalu menuntunku untuk terpejam terlalu lama dimalam itu. Dekaplah aku sesaat Tuhan, aku merasakan diriku ingin lari dari kenyataan, tuntun aku untuk terbaring sebentar tanpa harus mengingat memory kesakitan itu lagi.
Akhirnya saat itu datang, saat aku melupakan dirimu perlahan, berjuang dengan penuh keiklasan. Ya, aku sudah melupakan sakit hati ini. Aku bisa tersenyum menyambut sang waktu dengan langkah ringanku menuju lambaian sang mentari pagi.
Aku raih itu, merasakan kehangatan itu dan aku merasakan dekapan hangat itu. Yah...aku merasakan lagi kehangatan itu. Kembali aku menengok sang senja, kali ini aku tersenyum padanya. Bukan seperti terakhir kali aku harus memejamkan mata, mengabaikan sang senja.
Terima kasih atas tawaran cinta dan harapanmu yang baru. Tapi kali ini, kita lebih baik jalan sendiri-sendiri.

Aku kira sudah berakhir setelah kejadian yang berlalu, namun ternyata bukan, pemikiranku salah. Kamu kembali kepadaku lagi dengan perasaan yang berbeda, kau bilang kamu masih mencintaiku. Apa kabar dengan sang waktu yang lalu? Aku terlupa olehmu, dan kamu menemuiku dengan sejuta suntikan harapan-harapan gilamu untuk kembali kepadaku.
Apa kabar dengan hatimu, tega meninggalkanku dan lebih memilih sang pujangga hati ranummu. Apa kabar dengan rasa kesakitanku yang tak kau obati dan membiarkanku mengiringi waktu dengan rintihan tangisku, kesakitanku. Kamu tak ada, kamu telah hilang bagiku, perlahan...biarkan aku merasakan tanpa dirimu lagi.
Terima kasih aku ucapkan, pada dirimu atas perasaan luar biasa darimu. Namun yang menjadi jawabanku adalah, “tidak”, aku telah berjuang untuk melupakanmu, maka hargailah perjuanganku itu. Nikmatilah sekarang, duniaku adalah duniaku, duniamu adalah duniamu.
Kita jalani sendiri-sendiri, karena senja yang indah kemarin telah berlalu, kini tinggal kegelapan malam yang akan mengiringi langkahmu tanpa diriku. Kuatkanlah, karena itu pilihan yang telah kau buat.
#CintaDalamKata
