295 Korban TPPO Rehabilitasi di Bambu Apus, Hanya 30 yang Mau Usaha

Jakarta, IDN Times - Kementerian Sosial melalui Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) Bambu Apus mengemukakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) masih minim yang memanfaatkan skema permodalan usaha dari pemerintah.
Sejak Januari hingga awal Agustus 2023, dari 295 korban yang terlibat kasus TPPO dan direhabilitasi di RPTC Bambu Apus, hanya 10 persen atau 29 sampai 30 orang yang bersedia mengikuti program permodalan usaha.
"Kementerian Sosial memfasilitasi perlindungan, rehabilitasi sosial, pemulangan dan reintegrasi sosial berdasarkan rujukan dari KBRI atau Kementerian Luar Negeri. Setelah direhabilitasi mereka ditawarkan permodalan usaha. Namun masih minim yang memanfaatkannya," kata Ketua Kelompok Kerja RPTC Kementerian Sosial (Kemensos), Anie Sulistyaningsih, dikutip dari ANTARA, Minggu (6/8/2023).
1. Kemensos tawarkan beragam program pada korban

Anie mengungkapkan korban TPPO mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasar, layanan dukungan psikososial dan kesehatan selama proses hukum oleh polisi serta permodalan usaha bagi yang berminat.
"Fasilitas itu telah ditawarkan oleh Kemensos kepada para korban melalui program pelatihan vokasi, pendampingan selama 2-3 bulan dan didukung dengan bantuan pemberian alat atau barang yang bisa digunakan untuk modal usaha ke depan," terangnya.
2. Pemerintah tidak memberikan bantuan dalam bentuk uang

Menurut dia, kondisi itu karena pemerintah tidak memberikan bantuan dalam bentuk uang namun berupa alat atau barang sehingga kurang menarik minat. Padahal peluang itu akan membantu mereka agar bisa mandiri secara ekonomi serta memulai hidup baru di masyarakat.
"Fakta itu menjadi evaluasi bagi pihaknya sehingga ke depan akan lebih mendorong para korban untuk memaksimalkan fasilitas tersebut karena telah diamanatkan oleh undang-undang," paparnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pasal 57 ayat 2, pemerintah dan pemda wajib membuat kebijakan, program, kegiatan dan mengalokasikan anggaran untuk melaksanakan pencegahan dan penanganan masalah perdagangan orang.
3. Lembaga rehabilitasi sosial untuk korban tindak pidana perdagangan orang harus ada di provinsi hingga desa

Sementara Koordinator Divisi Bantuan Hukum Migrant Care, Nur Harsono mengatakan, lembaga rehabilitasi sosial untuk korban tindak pidana perdagangan orang tidak cukup hanya sampai di tingkat pusat. Namun juga harus ada di provinsi, kabupaten atau kota bahkan hingga desa.
"Tidak semua korban TPPO diberi rekomendasi oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk direhabilitasi oleh Kementerian Sosial, sehingga perlu adanya tindakan pemulihan trauma sampai ke daerah", kata Nur Harsono.
4. Jumlah korban TPPO yang mengadu ke organisasi masyarakat sipil itu mencapai 73 orang

Berdasarkan data Divisi Bantuan Hukum Migrant Care, jumlah korban TPPO yang mengadu ke organisasi masyarakat sipil itu mencapai 73 orang dari total 265 yang terkait permasalahan imigran pada Januari hingga Agustus 2023.
Jumlah kasus itu diyakini terus bertambah karena korban masih banyak yang belum berani atau tidak punya akses untuk mengadu.
Saat ini tren TPPO mulai meningkat dan beralih ke Thailand, Kamboja dan Filipina melalui motif pekerja "scamming online" atau penipuan melalui dunia maya. "Dengan iming-iming gaji banyak, masyarakat Indonesia menjadi target oleh pelaku perdagangan orang," ungkap Nur.