Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Amnesty International Desak Semua Tersangka Kanjuruhan Diproses Hukum

Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Jakarta, IDN Times - Amnesty International Indonesia (AII) menyentil sikap kepolisian yang belum memproses hukum semua tersangka dalam tragedi memilukan di Stadion Kanjuruhan, Malang. Dari enam orang tersangka, masih ada satu yang belum dijatuhkan vonis.

Ia adalah mantan Direktur PT Liga Indonesia Baru (LIB), Akhmad Hadian Lukita. Akhmad sempat ditahan sementara. Tetapi, ia kemudian dibebaskan dan menjadi tahanan kota lantaran waktu penahanan sudah habis. Ini menjadi salah satu refleksi AII terkait satu tahun peringatan tragedi Kanjuruhan. 

Ia juga menyebut, setelah satu tahun berlalu Polri tidak belajar dan mengubah metode penggunaan gas air mata dalam menghadapi kericuhan massa. Padahal, pada 1 Oktober 2022 lalu, sebanyak 135 jiwa tewas. Direktur Eksekutif AII, Usman Hamid mengatakan, aparat keamanan harus segera mengevaluasi penggunaan kekuatan berlebihan, terutama terkait penggunaan gas air mata dalam melaksanakan tugasnya. 

"Tidak ada perubahan berarti sejak tragedi mengerikan itu. Gas air mata tetap digunakan di beberapa peristiwa seperti Bandung 14 Agustus dan Rempang 7 September. Tidak ada proses pembelajaran," ungkap Usman di dalam keterangan tertulis yang dikutip, Selasa (3/10/2023). 

Aparat keamanan, kata dia, masih bersikap represif ketika menghadapi aksi protes warga. Padahal, mereka hanya menyatakan keberatan dengan kebijakan negara atau berbeda pandangan dengan para penguasa. 

"Gas air mata seakan menjadi jawaban utama aparat untuk menghadapi warga, kapanpun dan di manapun. Proses hukum yang telah berlangsung terhadap peristiwa semacam ini juga menimbulkan pertanyaan besar tentang komitmen negara dalam menegakan keadilan," tutur dia lagi. 

1. Proses hukum belum menyentuh ke tataran komando teratas

Daftar tersangka yang dianggap bertanggung jawab dalam peristiwa Kanjuruhan 1 Oktober 2022. (IDN Times/Aditya Pratama)

Lebih lanjut, dua orang dari kepolisian yang sempat divonis bebas di Pengadilan Negeri Surabaya, kata Usman, akhirnya dijatuhi hukuman bui. Hukuman mereka dianulir di tingkat Mahkamah Agung (MA). 

Mereka adalah mantan Kasat Samapta Polres Malang, Bambang Sidik Achmadi, dan eks Kabag Ops Polres Malang, Wahyu Setyo Pranoto. Bambang dibui dua tahun. Sedangkan Wahyu divonis penjara dua tahun dan enam bulan. 

MA juga memperberat hukuman bagi ketua panitia pelaksana pertandingan Arema FC melawan Persebaya itu, Abdul Haris. Semula Abdul divonis 1,5 tahun bui. MA menjatuhkan vonis bui menjadi 2 tahun. 

Pihak lain yang dibui yaitu mantan Security Officer Arema FC, Suko Sutrisno dan eks Danki Brimob Polda Jawa Timur, Hasdarmawan. Suko dibui 1 tahun. Sementara, Hasdarmawan dipenjara 1 tahun dan 6 bulan. 

Meski begitu, Usman melihat proses hukum belum merata hingga ke tataran komando teratas. "Proses hukum yang belum menyentuh para pemimpin mereka di tataran komando itu lah yang tak dapat diterima oleh keluarga korban yang meninggal dan korban luka-luka. Padahal, mereka berhak mendapatkan keadilan dan akuntabilitas yang layak," tutur Usman. 

2. Amnesty International desak pelaku yang berikan otorisasi penggunaan gas air mata ikut diproses hukum

Direktur Eksekutif Internasional Indonesia Usman Hamid datangi Gedung KPK bersama 57 Pegawai Nonaktif KPK pada Rabu (30/9/2021). (IDN Times/Aryodamar)

Di dalam keterangan tersebut, Usman juga menyebut, selain personel Polri ada pula anggota TNI yang ikut dibui di Pengadilan Militer akibat tersangkut kasus Kanjuruhan. Ia adalah Serda Tofan Baihaqi Widodo. Ia hanya divonis empat bulan bui karena terbukti melakukan penganiayaan. 

Meski begitu, Usman menilai proses hukum itu belum cukup. Demi memastikan keadilan, katanya, harus ada tanggung jawab hukum yang benar-benar dikenakan kepada para pemimpin di tataran komando atas tindakan aparat keamanan. Khususnya mereka yang membolehkan penggunaan gas air mata ditembakan ke arah penonton. 

"Keadilan bagi para korban harus menjadi prioritas utama dan tidak dapat diterima jika para pelaku hanya dilindungi oleh sistem yang ada," kata Usman. 

3. Gas air mata kembali digunakan oleh Polri dalam kasus Rempang dan Bandung

Ribuan warga berunjuk rasa terkait rencana pengembangan Pulau Rempang dan Galang menjadi kawasan ekonomi baru di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (23/8/2023). (ANTARA FOTO/Teguh Prihatna)

Usman juga menyayangkan karena aparat penegak hukum (APH) justru seolah tidak belajar dari peristiwa Kanjuruhan. Sebab, mereka masih menggunakan gas air mata secara berlebihan dalam peristiwa kericuhan lainnya yang melibatkan warga sipil.

Salah satunya terjadi di Pulau Rempang dan Pulau Galang. Penembakan gas air mata bahkan sampai dihirup oleh bayi berusia delapan bulan. 

"Apa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan setahun lalu, menunjukkan pendekatan aparat keamanan cenderung menggunakan gas air mata sebagai solusi utama dalam mengendalikan situasi," kata dia. 

Dalam situasi kericuhan di Pulau Rempang dan Pulau Galang, gas air mata ditembakan beberapa kali ke arah warga sipil. Padahal, cara itu dapat membahayakan kesehatan warga setempat. 

"Ini menunjukkan aparat keamanan tidak belajar dari pengalaman tragedi Kanjuruhan dan cenderung masih menggunakan taktik yang sama tanpa mempertimbangkan risiko kesehatan dan keselamatan warga," ujarnya. 

Ia pun menggaris bawahi kritik mengenai penggunaan gas air mata bukan merupakan upaya untuk menghambat kinerja aparat keamanan dalam menjaga ketertiban. Sebaliknya, kata Usman, pernyataannya adalah seruan untuk memastikan penggunaan kekuatan dan taktik yang digunakan oleh APH selalu berada di dalam kerangka hukum serta standar Hak Asasi Manusia (HAM). 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Sunariyah
3+
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us