55 Tahun G30SPKI, Ini Kisah Pierre Sang Ajudan Jenderal AH Nasution

Pierre Tendean gugur melindungi Jenderal AH Nasution

Jakarta, IDN Times - Hari ini, tepat 55 tahun peringatan peristiwa yang diperingati sebagai gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menyebabkan gugurnya Pahlawan Revolusi atau lebih dikenal dengan G30SPKI. Selain keenam jenderal, ada seorang perwira TNI muda dalam pahlawan yang gugur. Perwira itu bernama Pierre Andries Tendean.

Pierre rela mati demi melindungi Jenderal AH Nasution, dengan mengaku sebagai Nasution ketika pasukan Cakrabirawa mencari sang Jenderal di kediamannya, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.

Pierre Tendean kecil dikenal suka dengan militer, sebelum akhirnya masuk ke pendidikan militer. Pierre merupakan pemuda berdarah Prancis dan Minahasa yang lahir di Jakarta. Yuk kenali lebih jauh sosok Pierre kecil seperti dinukil dari buku Pierre Tendean karya Masykuri dari laman repositori.kemdikbud.go.id.

Baca Juga: Nama Jalan Buncit Raya Akan Diganti Jadi Jalan AH Nasution, Ide siapa?

1. Pierre Tendean keturunan Prancis dan Minahasa

55 Tahun G30SPKI, Ini Kisah Pierre Sang Ajudan Jenderal AH Nasution(Foto repro buku Pierre Tendean karya Masykuri 1983/1984) IDN Times/Rochmanudin

Pierre Tendean yang bernarma lengkapnya Pierre Andries Tendean, dilahirkan di rumah sakit CBZ, yang sekarang menjadi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada 21 Februari 1939.

Ayahnya, Dr AL Tendean, yang ketika itu bekerja di rumah sakit tersebut berasal dari Minahasa, Sulawesi Utara. lbunya seorang keturunan Belanda-Prancis. ltulah sebabnya ia diberi nama Prancis "Pierre".

Pierre Tendean merupakan satu-satunya anak laki-laki dari keluarga AL Tendean. Ia mempunyai dua saudara kandung. Kakaknya perempuan bernama Mitze Farre, yang lahir pada 30 Desember 1933, sedangkan adiknya bernama Rooswidiati yang lahir di Megelang, Jawa Tengah.

2. Pierre kecil hidup sederhana di Cisarua

55 Tahun G30SPKI, Ini Kisah Pierre Sang Ajudan Jenderal AH Nasution(Foto repro buku Pierre Tendean karya Masykuri 1983/1984) IDN Times/Rochmanudin

Ketika Pierre berumur setahun, ayahnya dipindahkan dari Jakarta ke Tasikmalaya, Jawa Barat. Tak lama sesudah bertugas di sana, AL Tendean jatuh sakit, hingga perlu perawatan di Sanatorium Rumah Sakit Cisarua. Seluruh keluarganya ikut pindah ke sana. Setelah sembuh ia tetap tinggal di Cisarua, dan bekerja di rumah sakit tersebut.

Keluarga AL Tendean hidup sederhana, karena hanya mengandalkan gaji dari pemerintah, tidak membuka praktik di luar. Di daerah pegunungan itu mereka tinggal di rumah sederhana, namun sejuk dan nyaman, karena sang ibunda rajin menanami halamannya dengan bunga.

Menjelang kedatangan tentara Jepang di Tanah Air, keluarga Tendean pindah ke Magelang. Di Magelang, AL Tendean menjabat sebagai Wakil Kepala Rumah Sakit Jiwa Keramat. Di kota inilah Pierre Tendean melewati masa kanak-kanak hingga menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya.

3. Pierre kecil juga suka menolong teman-temannya

55 Tahun G30SPKI, Ini Kisah Pierre Sang Ajudan Jenderal AH Nasution(Foto repro buku Sang Patriot: Kisah Seorang Pahlawan Revolusi - Biografi Resmi Pierre Tendean) IDN Times/Anabel Yevina Mulyadi Wahyu

Di dalam maupun di luar sekolah, Pierre sangat disayangi teman-temannya, karena sifatnya yang ramah. Pierre juga dikenal tak suka membeda-bedakan teman. Ia pandai bergaul dengan baik dengan teman seusianya.

Pada era penjajahan Jepang dan permulaan Revolusi Kemerdekaan, keadaan perekonomian Bangsa Indonesia sangat memprihatinkan. Terutama dirasakan oleh pegawai-pegawai pemerintah, termasuk keluarga AL Tendean.

Kendati, keluarga AL Tendean tidak mau bekerja sama dengan Jepang, maupun Belanda yang ingin menanamkan penjajahannya kembali di Tanah Air. Pada zaman Revolusi Kemerdekaan, keluarga AL Tendean diam-diam membantu obat-obatan para gerilyawan.

lbunda Pierre giat mengumpulkan dana dari para simpatisan guna membantu pemuda-pemuda yang sedang bergerilya. Pierre yang pada waktu itu masih duduk di bangku sekolah dasar, telah memperlihatkan sifat tanggung-jawabnya terhadap masyarakat sekitarnya.

Ketika libur sekolah, Pierre suka membantu teman-temannya pergi ke sawah mencari siput, untuk menambah lauk-pauk di rumah orangtua mereka. Untuk mengurangi beban keluarganya, Pierre kecil juga gemar menanami tanah kosong di sekitar rumahnya dengan singkong, ubi, pepaya, dan sayur-sayuran.

Kakaknya, Mitze Farre, menyebutkan Pierre sejak kecil hingga akhir hayatnya merupakan anak yang sederhana dalam segala hal. Dia rajin dan tekun, serta tidak manja, meskipun menjadi satu-satunya anak laki-laki di keluarganya.

Di sekitar rumah keluarga AL Tendean di Magelang itu terdapat sungai kecil. Pierre gemar sekali berenang dan bermain-main di sungai itu. Warna air sungai yang kecokelatan karena kotor, membuat orangtua Pierre melarangnya bermain di sungai itu.

Meski dilarang, Pierre tetap bermain di sungai itu. Kelak, kepandaiannya berenang itulah yang akan menyelamatkan dirinya dari pengejaran tentara Inggris saat misi intelijen di Malaysia.

Baca Juga: Hapus Stigma Tragedi PKI 1948, Kota Madiun Ciptakan Brand Baru

Topik:

  • Rochmanudin
  • Anata Siregar
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya