Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Anggota DPR: Penutupan Sementara SPPG Bermasalah Bukan Solusi Akhir

antarafoto-penerima-manfaat-program-mbg-sampai-akhir-juli-2025-1756188716.jpg
Seorang siswa mengangkat makanan bergizi gratis (MBG) yang dibagikan di SMKN 26 Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (4/8/2025). (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)
Intinya sih...
  • Pengawasan tak boleh berhenti pada proses perizinan
  • Kemenkes, BPOM, dan BGN harus bekerja beriringan
  • Perlu payung hukum supaya kerja lintas sektoral mulus
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi IX DPRI RI Edy Wuryanto menilai penutupan sementara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) bermasalah merupakan langkah tepat yang diambil pemerintah, tetapi bukan solusi akhir.

Penutupan sementara SPPG bermasalah akibat kasus keracunan dalam program MBG ini harus menjadi momentum untuk membangun sistem yang lebih kuat dan akuntabel.

“Penutupan dapur yang bermasalah adalah langkah tepat, tetapi bukan solusi akhir. Perbaikan harus dilakukan di hulu," tuturnya, dalam keterangan tertulis, Senin (29/9/2025).

1. Pengawasan tak boleh berhenti pada proses perizinan

antarafoto-penerima-manfaat-program-mbg-sampai-akhir-juli-2025-1756188720.jpg
Petugas menyusun makanan bergizi gratis (MBG) yang akan dibagikan kepada siswa di SMKN 26 Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (4/8/2025). (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

Edy mengapresiasi kebijakan mewajibkan SLHS pada SPPG. Menurutnya SLHS sebagai standar mutlak untuk langkah preventif kasus keamanan pangan. Namun, pengawasan tidak boleh berhenti pada izin semata.

Pemilihan bahan makanan, cara pengolahan, hingga proses distribusinya harus berada dalam pengawasan yang ketat. Artinya seluruh proses produksi sampai makanan tersebut diterima para penerima manfaat MBG, harus diawasi.

"Tanpa standar dasar ini, risiko keracunan akan selalu menghantui penerima manfaat MBG,” kata Legislastor Fraksi PDI Perjuangan itu.

2. Kemenkes, BPOM, dan BGN harus bekerja beriringan

antarafoto-pembagian-makanan-bergizi-gratis-di-ternate-1756188723.jpg
Petugas menyusun makanan bergizi gratis (MBG) untuk dibagikan kepada siswa di SMA Negeri 4 Ternate, Maluku Utara, Rabu (30/7/2025). (ANTARA FOTO/Andri Saputra)

Menurutnya, pengawasan ini bisa tercapai jika Kementerian Kesehatan melalui puskesmas dan dinas kesehatan setempat bekerja beriringan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sebab, puskesmas dan dinkes memiliki infrastruktur yang lengkap di daerah.

“Selama ini kementerian dan lembaga ini jalan sendiri-sendiri ini. BGN lebih mengejar kuantitas SPPG ketimbang kualitas. Ini berbahaya. Tanpa keterlibatan penuh pemerintah daerah (pemda), Kemenkes, dan BPOM, standar keamanan pangan tidak mungkin dijaga,” ungkap Edy.

3. Perlu payung hukum supaya kerja lintas sektoral mulus

Petugas dapur umum menyiapkan makanan untuk MBG (Foto: IDN Times/Halbert Caniago)
Petugas dapur umum menyiapkan makanan untuk MBG (Foto: IDN Times/Halbert Caniago)

Menurut Edy, agar kerja lintas lembaga berjalan efektif, diperlukan payung hukum yang jelas. Peraturan Presiden (Perpres) atau Instruksi Presiden (Inpres) harus segera diterbitkan sebagai dasar koordinasi dan pengawasan terpadu.

Berdasarkan data terakhir, BGN mengungkap, setidaknya ada sekitar 5.914 penerima manfaat MBG keracunan. Hampir 80 persen kasus disebut karena SPPG tak mematuhi SOP.

"BGN tidak bisa berjalan sendirian. Presiden harus memastikan bahwa Kemenkes dan BPOM masuk ke sistem sejak awal. Dengan begitu, standar mutu tidak hanya ditulis di atas kertas, tapi benar-benar dijalankan di lapangan,” kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dheri Agriesta
EditorDheri Agriesta
Follow Us

Latest in News

See More

Pegadaian Hibahkan Teknologi Daur Ulang Air ke Masjid Salman ITB

29 Sep 2025, 11:31 WIBNews