Apakah Jemaah Haji Bisa Gabungkan Tawaf Ifadah dan Wada?

- Tawaf Ifadah dan Wada dapat digabungkan
- Ada tata cara menggabungkan tawaf Ifadah dan Wada
- Ada hukum tawaf Ifadah bagi jemaah haji perempuan yang sedang haid
Makkah, IDN Times - Puncak haji 2025 telah berakhir, bagi jemaah haji yang akan pulang lebih dulu ke Tanah Air memilih melakukan Nafar Awal pada saat lempar jumrah di Mina, Arab Saudi. Jemaah kemudian melanjutkan tawaf Ifada, lalu Sai, dan Tahalul.
Nah, bagi jemaah haji yang akan pulang ke Tanah Air juga diwajibkan melakukan tawaf Wada atau tawaf perpisahan. Beda tawaf Ifadah dan Wada, yakni saat tawaf Wada, jemaah haji tidak harus melakukan Sai bagi tawaf Wada.
Lantas, bolehkan tawaf Ifadah dan Wada digabungkan dalam satu waktu agar lebih efektif dan efisien? Berikut penjelasannya seperti dikutip dari laman Kementerian Agama (Kemenag RI).
1. Tawaf Ifadah dan Wada boleh digabungkan sekaligus

Dalam kondisi tertentu seperti sakit atau terbatas waktu tinggal dan segera pulang ke Tanah Air, Tawaf Wada dan Ifadah dapat disatukan dalam satu waktu.
"Barangsiapa yang tidak melaksanakan Tawaf Ifadah kemudian dia melaksanakannya ketika hendak meninggalkan Makkah, maka tawaf Wadanya sudah tercukupi. (Ibnu Qudamah, Al Kafi, Jus 1, Halaman 455).
2. Cara menggabungkan tawaf Ifadah dan Wada

Adapun cara menggabungkan tawaf Ifadah dan Wada sebagai berikut:
1. Mengakhirkan pelaksanaan tawaf Ifadah menjelang kepulangan.
2. Melakukan tawaf diniatkan sekaligus tawaf Ifadah dan Wada.
3. Selesai melaksanakan tawaf, jemaah melakukan Sai (tanpa bercukur, kecuali bagi jemaah yang belum bercukur di Mina usai lontar jumrah Aqabah), dan selanjutnya jemaah meninggalkan Masjidil Haram untuk mempersiapkan kepulangan.
4. Cara ini hukumnya sah dan tidak dikenakan dam atau denda.
3. Tawaf Ifadah bagi jemaah haji perempuan yang sedang haid

Hal lain yang sering dialami jemaah haji adalah ketika jemaah haji perempuan mengalami haid. Bagaimana cara tawaf Ifadah bagi jemaah haji sedang haid setelah pulang dari Mina? Berikut tata caranya:
1. Apabila masa tunggu jemaah haji masih lama, agar menunggu sampai masa suci, dan melakukan tawaf Ifadah dan Sai.
2. Jika jemaah segera pulang, hendaknya ia mengamat-amati waktu jeda suci. Ketika darah tidak keluar diperkirakan cukup menggunakan pembalut yang rapat, yang memungkinkan darah tidak menetes dan segera tawaf Ifadah dan Sai. Jika setelah tawaf darah keluar lagi, maka masa jeda suci dihukumi suci dan tawafnya sah.
3. Imam Hanafi membolehkan tawaf Ifadah dalam kondisi haid, tetapi dikenakan dam satu ekor unta.
4. Imam Ahmad juga membolehkan tawaf Ifadah dalam kondisi haid, tetapi dikenakan dam satu ekor kambing.
5. Jika kondisi darurat karena harus segera pulang, dan tidak punya cukup uang untuk membayar dam, (poin 3 dan 4) jemaah dapat menggunakan pendapat Ibnu Qayyim, keduanya tidak menjadikan suci sebagai syarat sah tawaf. Jemaah dapat melaksanakan tawaf Ifadah dan Sai serta tidak dikenakan dam.