Banyak Uji Materi Ditolak karena Legal Standing, UU MK Digugat

- Zulferinanda memperbaiki permohonan uji materi UU MK terkait Pasal 51 ayat 1, menambahkan argumen terkait kewenangan konstitusi sebagai wajib pajak yang telah membayar pajak sejak 2004.
- Banyak uji materi ditolak karena pemohon dianggap tidak memiliki legal standing atau kerugian konstitusional, Zulferinanda menyoroti banyak permohonan yang tidak dipertimbangkan atau ditolak karena alasan tersebut.
- Zulferinanda ingin perluas makna legal standing dalam Pasal 51 ayat (1) dan (2) menjadi "kerugian konstitusional masyarakat" untuk mendorong partisipasi publik dalam jalur konstitusional demi kemajuan bangsa.
Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, tentang MK (UU MK) di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (24/7/2025).
Sidang Perkara Nomor 108/PUU-XXIII/2025 tersebut digelar untuk mendengarkan perbaikan permohonan yang diajukan pemohon atas nama Zulferinanda.
1. Pemohon permasalahkan Pasal 51 ayat 1 UU MK

Dalam sidang, Zulferinanda menyampaikan, permohonannya telah diperbaiki sesuai dengan nasihat Majelis Hakim pada persidangan sebelumnya. Ia menyebutkan pokok permohonan kini hanya mempersoalkan Pasal 51 ayat 1 UU MK, setelah sebelumnya juga mencantumkan ayat 2.
“Untuk kewenangan konstitusi masih sama, hanya pada bagian kedudukan hukum dan kerugian konstitusional Pemohon ditambahkan satu poin, Yang Mulia. Bahwa Pemohon adalah wajib pajak yang memiliki NPWP sejak 2004, dan telah berkontribusi kepada negara melalui pembayaran pajak penghasilan (PPH), pajak pertambahan nilai (PPN), maupun pajak daerah. Oleh karena itu, Pemohon merasa berhak menyuarakan saran, gagasan, dan kritik konstruktif demi kemajuan bangsa,” ujar Zulferinanda di hadapan Majelis Hakim.
2. Banyak uji materi ditolak hanya karena pemohon dianggap tidak memiliki legal standing

Zulferinanda menyebut, dalam bagian alasan pengujian, terdapat penambahan argumen terkait dampak berlakunya norma Pasal 51 ayat 1 UU MK.
Menurut Zulferinanda, banyak permohonan judicial review atau uji materi yang tidak dipertimbangkan atau ditolak hanya karena pemohonnya tidak dianggap memiliki legal standing atau kerugian konstitusional, sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut.
3. Pemohon ingin perluas makna legal standing

Sebelumnya, Zulferinanda mempersoalkan ketentuan mengenai kedudukan hukum dalam Pasal 51 ayat (1) dan (2), yang menurutnya menjadi penyebab banyaknya permohonan uji materi ditolak, tanpa mempertimbangkan substansi argumentasi yang diajukan.
Selain itu, ia mengusulkan agar frasa “kerugian konstitusional” dalam Pasal 51 ayat (1) dan (2) diubah menjadi “kerugian konstitusional masyarakat”. Dengan begitu, fokus uji materi tidak lagi semata pada status hukum pemohon, melainkan pada isi norma hukum yang diuji dan dampaknya terhadap masyarakat luas.
Zulferinanda menilai, dalam konteks demokrasi modern, memperluas makna legal standing akan mendorong partisipasi publik dalam jalur konstitusional. Warga negara seperti aktivis, mahasiswa, buruh, maupun intelektual akan terdorong menyampaikan kritik melalui uji materi di MK, ketimbang berdemonstrasi atau media sosial yang rawan berhadapan dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).