Evaluasi Haji 2025, Kemenkes: 80,43 Persen Jemaah Haji Punya Komorbid

- Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, Liliek Marhaendro Susilo, menyatakan sebanyak 153 ribu lebih jemaah haji dari 203.149 memiliki penyakit penyerta (komorbid).
- Terdapat usulan terkait istitaah kepada Kementerian Haji dan Umroh Arab Saudi mencakup pemeriksaan awal, penegakan kategori berangkat, pembatasan usia, integrasi data kesehatan, dan edukasi masif.
Jakarta, IDN Times - Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, Liliek Marhaendro Susilo, menyatakan sebanyak 80,43 persen atau 153 ribu lebih jemaah dari 203.149 yang berangkat pada musim haji 1446 H/2025 memiliki penyakit penyerta (komorbid).
Hal tersebut Liliek sampaikan dalam Pertemuan Evaluasi Nasional Penyelenggaraan Kesehatan Haji Tahun 1446H/2025M di Bekasi, Jawa Barat, pada Rabu (13/8/2025) lalu.
1. Komorbid banyak ditemukan mulai dari hipertensi hingga penyakit paru

Dikutip dari siaran pers Kemenkes, Sabtu (16/8/2025), Liliek mengatakan komorbid yang paling banyak ditemukan meliputi hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, dan paru.
Adapun data dari Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Kesehatan (Siskohatkes), tercatat sebanyak 258.159 kunjungan layanan rawat jalan pada ibadah haji tahun ini. Kasus terbanyak adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), hipertensi, dan myalgia.
Sementara kunjungan rawat inap di Rumah Sakit Arab Saudi tercatat sebanyak 1.712 pasien didominasi pneumonia, komplikasi diabetes, dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).
2. Sejumlah usulan tentang istitaah kepada Kementerian Haji dan Umrah Arab

Sementara, Deputi Bidang Koordinasi Pelayanan Haji Dalam Negeri, Badan Penyelenggara Haji (BPH), Puji Raharjo, mengajukan sejumlah usulan kepada Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi saat datang ke Indonesia.
Pertama, perlunya pemeriksaan istitaah lebih awal bersamaan dengan pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
"Kemudian, pentingnya penegakan kategori bagi yang tidak layak berangkat karena punya kasus medis berat," kata dia.
Selanjutnya, pembatasan usia tetap ditiadakan, tetapi memperketat standar medis. Terakhir, meningkatkan integrasi data kesehatan serta edukasi masif tentang syarat istitaah dan opsi badal haji.
3. Harapan agar kualitas pelayanan kesehatan haji meningkat

Puji berharap evaluasi penyelenggaraan kesehatan haji dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan haji ke depannya.
"Dengan dilakukannya pertemuan evaluasi penyelenggaraan kesehatan haji ini merupakan momentum untuk perbaikan kebijakan di tahun depan dan diharapkan dapat merumuskan rekomendasi yang aplikatif dan solutif untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan haji di tahun-tahun mendatang," ujar Puji.