Mengintip Megahnya Parade Militer Korea Utara Langsung di Pyongyang

- DR. Teguh Santosa menceritakan pengalamannya menghadiri parade militer Korea Utara kepada IDN Times.
- Perhimpunan Persahabatan dan Pertukaran Kebudayaan Indonesia-Korea Utara didirikan oleh Ibu Rachmawati Soekarno Putri di tahun 2000.
- Korea Utara semakin memahami bahwa presentasi kehadiran mereka di dunia global dan lebih inklusif dalam memperlihatkan wajah Korea Utara.
Jakarta, IDN Times - Parade militer Korea Utara (Korut) sudah berakhir pekan lalu. Namun, masih ada saja cerita yang bisa dibagi.
Ketua Umum Perhimpunan Persahabatan dan Pertukaran Kebudayaan Indonesia dan Republik Rakyat Demokratik (RRD) Korea DR. Teguh Santosa menceritakan pengalamannya menghadiri parade militer Korea Utara kepada IDN Times.
Lewat ceritanya, Teguh mengharapkan Indonesia melihat Korea Utara secara apa adanya. Berikut cerita lengkap DR. Teguh:
1. Bagaimana bisa menghadiri parade militer Korea Utara? Apakah mendapat undangan?

Yang pertama, saya merupakan Ketua Umum Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Utara. Jadi memang saya ke Korea Utara itu sudah belasan kali. Pertama di tahun 2003, lalu saat pandemi ya tidak ada kunjungan. Tahun lalu kembali kesana, dan tahun ini ya kemarin itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Partai Pekerja. Itu pun sebetulnya, jadi tidak terlalu ajaib juga.
2. Boleh diceritakan apa itu Perhimpunan Persahabatan dan Pertukaran Kebudayaan Indonesia-Korea Utara? Dan bagaimana terbentuknya?

Kalau perhimpunan ini didirikan oleh Ibu Rachmawati Soekarno Putri di tahun 2000, setelah beliau mengunjungi Pyongyang pada tahun itu. Kemudian saya menjadi Sekretaris Jenderal tahun 2007 sampai 2021. Jadi begitu beliau (Rachmawati) meninggal pada 2021, kemudian ketua umum naik jadi pembina, Saya dari Sekjen menjadi Ketua Umum.
Jadi organisasi kami ini mempromosikan persahabatan dengan Korea Utara memang ya, tepatnya persahabatan dan pertukaran kebudayaan. Jadi kita aktif juga sebetulnya menggelar kegiatan-kegiatan kebudayaan di Jakarta, dan juga mempromosikan kelompok kebudayaan kita untuk berkunjung dan tampil di Korea Utara. Jadi misalnya tahun 2018 lalu, kami pernah menggelar konser perdamaian ya menghadirkan seorang pianis cilik dari Korea Utara Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), itu saya pikir lumayan sukses lah ya. Tentu tidak seperti K-pop lah, tapi lumayan penuh ya, dan dia juga pianis kelas dunia dari Korea Utara.
Atau ya kegiatan-kegiatan lain, resepsi-resepsi gitu ya. Acara ini acara itu, sering juga sebetulnya. Tapi skalanya memang tidak besar gitu. Jadi itu, maksudnya begini kami ingin membantu, kita semua masyarakat Indonesia untuk melihat Korea Utara ini apa adanya gitu ya. Tidak bias, tidak hanya berdasarkan pada informasi-informasi yang berat sebelah gitu ya. Karena kan di era post-truth ini kan memang kelihatannya kita individu gitu. Masyarakat lebih memilih untuk meyakini apa yang mau diyakini kan daripada kebenaran itu sendiri. Nah kami menilai banyak hal yang tidak pas yang diberitakan oleh media Barat gitu tentang Korea Utara.
Menurut kami, itu sebetulnya perlu disayangkan lah ya, karena ini kan soal fakta. Jadi itu yang kami lakukan gitu. Dan saya perhatikan Korea Utara semakin kesini juga semakin memahami bahwa presentasi kehadiran mereka di dunia global. Juga di platform digital juga semakin penting.
Makanya kemarin ini hal baru, saya kan menghadiri karena diundang, hadir dalam parade militer sudah (cukup) sering. Tapi baru kali ini dalam kunjungan kami diperbolehkan membawa alat perekam gitu, seperti handphone untuk merekam kegiatan itu, termasuk kegiatan yang dihadiri Presiden Kim Jong Un.
Kita dulu tidak boleh bawa handphone dengan alasan keamanan. Karena khawatir, tapi kemarin ini, kita pas di Pyongyang, ada dua kegiatan bersama dengan Kim Jong Un dan kami diizinkan membawa kamera untuk merekam. Kamera handphone ya, bukan DSLR. Jadi saya bawa handphone dan kita boleh merekam, kemudian boleh mempublikasikannya di platform media sosial masing-masing.
Jadi, saya melihatnya Korea Utara sedikit mengubah pendekatannya menjadi lebih inklusif dan mempersilahkan teman-teman mereka yang datang ke Korea utara untuk lebih aktif dalam memperlihatkan wajah Korea Utara.
3. Suasana parade militer seperti apa? Bagaimana Anda melihatnya dibandingkan dengan parade militer negara lain?

Kalau di Korea Utara itu peserta parade itu banyak sekali. Waduh saya nih takut salah hitung, tapi saya rasa banyak sekali. Itu Lapangan Kim Il Sung atau Kim Il Sung Square dipenuhi orang. Jadi mulai dari masyarakat sipilnya maupun tentaranya ya, dan anak-anak SMP juga dilibatkan gitu. Dan disiplin kan, mereka masing-masing melakukan apa yang harus mereka lakukan gitu Dan tertib ya, tidak meninggalkan sampah gitu ya.
Dan kali ini paradenya malam, kalau dulu saya kan datangnya kalau parade siang dan ya gitu, panas. Nah kemarin ini malam, tapi hujan walaupun rintik saja sih. Cuma ya hujan lah, dan orang-orang itu bertahan, gak ada yang keluar dari barisan itu. Jadi yang unsur-unsur anak-anak sekolah, mereka juga bertahan sampai tamu bubar. Mereka yang paling awal berdiri dan yang paling akhir pulang.
4. Bagaimana perasaan Anda melihat Kim Jong Un secara langsung secara dekat?

Ya saya berada dalam satu kegiatan dengan dia beberapa kali ya, tapi yang saya betul-betul berpapasan dengan dia dalam jarak dekat yang mungkin sekitar 1 meter, dan itu hanya saya, seorang teman dan dia (Kim Jong Un) beserta pengawalnya yang tidak terlalu banyak, terjadi di tahun 2013. Saat itu peresmian Museum Perang Korea.
Jadi saya diajak oleh LO saya, dia tanya kamu mau gak ketemu dengan pemimpin (Kim Jong Un). Mau lah, saya bilang. Jadi saya diajak dia ke dalam, sementara tamu-tamu asing yang lain menunggu di luar kan. Dia bawa saya belok-belok sana-sini, akhirnya sampai ke lantai 2. Dia ngomong dengan pengawal gitu ya, dia bilang udah kita disini aja nanti pemimpin lewat sana. Dan betul, tidak lama Kim Jong Un muncul dari arah yang disebutkannya itu. Dan kemudian saya tepuk tangan untuk menarik perhatian dia, lalu dia datang ke arah saya gitu tapi tidak lama, karena dia harus melibat perjalanan. Tapi paling tidak dia itu mengubah rutenya gitu, mengubah arahnya mendatangi saya, tersenyum, say hi.
Nah kalau saya lihat di sini orangnya cukup ramah. Orangnya gesture suaranya itu tidak menggelegar seperti yang digambarkan orang-orang. Cukup datar, cukup banyak senyum. Tapi kalau misalnya kita lihat di media Korea Utara tak banyak adegan dia yang memang secara natural bertemu dengan masyarakatnya ya. Dengan petani, guru, perempuan dan anak-anak, dengan tentara.
Ya dia dielukan, itu kami lihat gitu dia dielukan. Cuma kita bilang wah ini dielukan gitu, nanti kena hukuman. Tapi ternyata tidak, karena itu bagian dari budaya orang Korea, dalam hal di Korea Utara, untuk menghormati pemimpinnya. Dan cara mereka menghormati pemimpinnya, ya seperti itu gitu. Nah itu kan mesti tahu.
Kemudian yang menarik lagi, sejak tahun lalu Pemerintah Kim Jong Un ini mencanangkan pembangunan kawasan, regional development 20x10. Jadi selama 10 tahun, setiap tahunnya mereka akan membangun 20 kota. Setelah 10 tahun, mereka akan punya 200 kota baru, dan itu sudah dikerjakan.
Jadi misalnya dalam perjalanan dari bandara ke pusat kota Pyongyang kita sudah menemukan paling tidak dua kota mandiri. Salah satu hal yang saya bicarakan dengan partner saya adalah mendorong supaya hubungan antar Indonesia dan Korea Utara ini juga lebih signifikan, lebih konkret.
Kalau misalnya Korea Utara ingin membangun 200 kota dalam 10 tahun, itu kan bagi komunitas bisnis kita peluang. Kita dipanggil bagian dalam pembangunan infrastruktur, misalnya rumah sakit, gedung sekolah. Nah itu kan peluang 200 kota kalau kita bisa terlibat dalam hal itu. Kemarin waktu saya berkunjung ke Korea Utara kan juga Menteri Luar Negeri Sugiono juga hadir, datang juga dan nonton paradenya. Ada pertemuan bilateral dengan Korea Utara, saya kira, walau MOU-nya tidak terlalu detail tapi semangatnya adalah untuk membuat hubungan dua negara ini mutual understanding, juga mutual benefit.
Kita sudah bagus secara politik, kita bagus dengan mereka karena hubungan Bung Karno dan Kim Il Sung itu kan sangat erat ya, sampai sekarang orang Korea Utara itu pasti akan selalu ingat kita. Karena presidennya pernah pernah ke sini (Indonesia), Presiden Kim Il Sung dan Presiden Kim Jong Il Pernah ke sini. Kemudian juga ada Bunga Kim Il Sung dari Indonesia, ceritanya tidak akan mungkin habis itu.
Jadi mereka sangat menghormati kita. Nah sekarang bagaimana kita bisa bermitra dengan Korea Utara, kita kan juga sedang butuh mitra-mitra baru, apalagi Presiden kita ini kan juga punya program yang Saya pikir tidak kalah. Ya katakanlah besar, mau membangun Kementerian Pangan, Kementerian Energi dan seluruhnya itu juga membutuhkan mitra-mitra yang mau bekerjasama tanpa mendominasi. Karena saya pikir Indonesia dan Korea Utara ini dalam pikiran sekarang sedang membangun kemitraan tidak menciptakan ketergantungan. Saya berharap teman-teman di Kementerian Luar Negeri bisa mencari jalan yang lebih baik.
5. Berarti kehadiran Menlu Sugiono setelah terakhir 12 tahun lalu, merupakan kemajuan bagus ya?

Ya karena memang terakhir itu kan Pak Marty Natalegawa sebagai Menlu terakhir ke sana. Kemudian juga sempat ada Ibu Mutia Hatta pernah datang pada 2013, sebagai anggota Wantimpres. Ya saya kira memang ini bagi Indonesia dan Korea Utara hubungan mestinya menjadi lebih baik gitu ya.
6. Kembali ke parade, apakah Anda melihat rudal yang dipamerkan? Bagaimana menurut Anda?

Jadi ada tiga kalau saya pribadi melihatnya. Ada tiga alutsista baru yang mereka pamerkan. Pertama, ICBM yang diklaim bisa mencapai daratan Amerika katanya ya. Saya hitung rodanya kalau tidak salah ada 11 dikali 2 total 22 roda di pengangkutnya. Kemudian, ada juga drone supersonik. Ada armada drone-nya. Sebenarnya ini lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya. Jadi tahun ini mereka tidak memikirkan kuantitas tapi kualitasnya lebih bagus dari yang sebelumnya.
Oh iya, ada juga tank-tank baru. Dari sisi performancenya, tidak seperti tank yang kita lihat. Yang mereka tampilkan saya pikir menjadi highlight ya. Mereka mau fokus ke alat-alat terbaru yang mereka punya.
Biasanya ada pertanyaan, maksudnya apa sih pamer begitu? Kalau menurut saya, dalam doktrin hubungan luar negeri - saya kebetulan dosen hubungan internasional - ada doktrin ‘Si vis pacem, para bellum’, maksudnya adalah jika Anda ingin perdamaian, Anda harus siap untuk berperang. Karena kapasitas militer itu punya efek mencegah.
Kita membangun kapasitas militer kita maksudnya supaya orang tidak melakukan serangan ke kita. Karena, jika kita tidak punya kapasitas militer, bisa diremehkan, dan ini berlaku di semua negara. Dianggap gampang diganggu dan diintervensi. Karena kalau kita lihat, Korea Utara ini ada di tengah-tengah konflik, mereka menjadi buffer zone, dengan adanya Rusia-China dengan Amerika. Itu bisa berdampak langsung pada mereka jika tidak mengambil posisinya seperti sekarang. Mereka ingin melabeli dirinya sebagai negara yang tidak kaleng-kaleng.
Dan saya lihat, Korea Utara ini tidak punya gelagat untuk melakukan ekspansi ke selatan, karena memang mereka niatnya bukan itu. Dan ini justru yang jarang di highlight media di Indonesia. Pada Januari 2024, Korea Utara menawarkan semacam two-state solution dengan Korea Selatan untuk mengakhiri konflik. Artinya apa? Korea Utara sudah mengajak Korea Selatan untuk melupakan reunifikasi. ‘Sudah lah, kita tidak usah bersatu, biar kamu menjadi negaramu, dan kami menjadi negara kami’. Itu tawaran dari Kim Jong Un.
Dengan kata lain, lewat Two-State Solution ini, kedua Korea bisa hidup bertetangga dengan baik, seperti deklarasi Bandung, Peaceful Coexistency. Jangan bertetangga tapi bermusuhan, bertetangga tapi berdamai lah.
Jadi ini yang membuat Korea utara harus mengambil langkah untuk memperlihatkan kemampuan mereka agar tidak mudah dicaplok. Jadi saya pikir wajar saja, di negara seperti itu, mereka membangun misalnya ICBM. Tidak hanya membangun, tapi mereka juga harus memperlihatkan salah satunya dengan yji coba itu.
Ya kita belajarlah dari negara-negara powerless. Misalnya kemarin, jika Iran tidak punya kekuatan militer, mana bisa imbang diserang Israel. Bisa hancur mereka. Jadi saya pikir ini minimum essential force yang menjadi suatu kewajiban negara manapun, bukan dengan maksud ekspansi, tapi justru mencegah ekspansi dari negara lain.
7. Coba gambarkan parade ini dalam 3 kata. Dan apa yang akan dilakukan perhimpunan yang Anda pimpin untuk mempererat hubungan Indonesia-Korea Utara?

Tiga kata, pertama itu megah, karena memang megah ya. Kemudian kedua kata yang mewakili adalah teknologi, karena memang teknologinya dikedepankan, dan yang ketiga kemandirian, karena alutsista mereka itu Mereka dibangun dengan semangat kemandirian.
Apa yang akan kami lakukan, yaitu mendorong supaya masyarakat kita melihat Korea Utara apa adanya saja. Jangan terlalu didramatisir, jangan ikut halusinasi sehingga kita bisa punya pandangan yang obyektif mengenai Korea Utara. Kita akan melihat Korea Utara itu sebaagai potensial mitra.
Nah Indonesia ini sedang membutuhkan banyak mitra, kan sikap Presiden Prabowo ingin menjadi pemain dunia, berteman dengan semua negara. Nah kalau kita melihat mereka sebagai mitra, mereka juga adalah peluang bisnis bagi kita, dunia usaha kita, anak muda-anak muda kita yang sedang butuh pekerjaan. Nah jadi kalau kita melihat Korea Utara secara objektif, maka sebetulnya kita sedang mengajarkan diri kita untuk melihat potensi lain. Jadi saya kira gitu itu yang sekarang saya pikir akan kami kerjakan ke depannya.