Berbeda Istilah dengan GFW, Ini Penjelasan KLHK soal Hutan Primer

KLHK menjelaskan bagaimana metode, definisi, dan batasan hal itu

Jakarta, IDN Times - Deforestasi atau penebangan hutan di Indonesia menurun tajam pada era pemerintahan Presiden Jokowi. Hal yang jelas dalam hitungan areal dari citra satelit itu pun sejalan dengan upaya-upaya yang cukup gigih dan keras pemerintah serta masyarakat termasuk dorongan aktivis di tingkat lapangan, terutama dengan penegakan hukum dan pengendalian regulasi seperti moratorium.

"Tidak tepat apabila hasil kerja keras itu kemudian direka-reka dengan membangun justifikasi atas alasan metode yang menghasilkan data yang menjadikan rancu. Kerancuan ini tidak saja memanipulasi data, tetapi lebih fatal dan menjadi buruk kepada perkembangan dunia akademik bidang studi kehutanan," tutur Menteri LHK Siti Nurbaya.

“Oleh karena itu, saya memerintahkan kepada Kepala Biro Humas Sdr Nunu dan Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Sdri Belinda yang secara teknis menangani untuk menjelaskan bagaimana metode, definisi, dan batasan ke ruang publik supaya masyarakat mendapatkan informasi yang adil," kata Menteri Siti.

1. Apa itu hutan primer dan sekunder?

Berbeda Istilah dengan GFW, Ini Penjelasan KLHK soal Hutan PrimerIDN Times/KLHK

Dalam pengelolaan hutan di Indonesia, hutan primer dan hutan sekunder merupakan bagian dari hutan alam. Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan (IPSDH) Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Belinda Arunarwati Margono menjelaskan bahwa hal tersebut mengacu pada beberapa aturan yang ada, termasuk Perdirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan No. P.1/VII-IPSDH/2015, Dokumen FREL 2016, SNI 8033, 2014, dan SNI 7645-1, 2014.

“Hutan primer didefinisikan sebagai seluruh kenampakan hutan yang belum menampakkan bekas tebangan/gangguan, sedangkan seluruh kenampakan hutan yang menampakkan bekas tebangan/gangguan disebut hutan sekunder. Secara sederhana, hutan alam merupakan gabungan antara hutan primer dan hutan sekunder, sedangkan hutan sendiri mencakup hutan primer, hutan sekunder, dan hutan tanaman,” kata Belinda.

2. Pengertian Primary Forest tidak sama dengan pengertian hutan primer yang berlaku umum dan standar di Indonesia

Berbeda Istilah dengan GFW, Ini Penjelasan KLHK soal Hutan Primerpixabay.com

Menurut Belinda, menyamakan terminologi Primary Forest yang dipakai Global Forest Watch (GFW) yang merupakan hutan dengan kerapatan tutupan pohon minimum 30 persen, dengan hutan primer sesuai definisi Indonesia adalah kurang tepat. Karena apabila memperhatikan batasan yang dipakai tersebut, maka yang dinamai Primary Forest sesungguhnya hutan alam (mature natural forest), dan tidak sama dengan definisi hutan primer yang digunakan pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Perbedaan terminologi tersebut harus diluruskan karena pengertiannya yang berbeda dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda pula.

“Perlu kami luruskan bahwa istilah Primary Forest yang dimaksud GFW tidak seharusnya diterjemahkan langsung (translate) sebagai hutan primer, karena pengertiannya tidak sama dengan pengertian hutan primer yang berlaku umum dan standar di Indonesia,” tutur Belinda.

Sebagai informasi, dari pertama dirilis, data GFW menggunakan informasi canopy tree secara series untuk mengestimasi perubahan tree cover. Dalam hal ini, tree cover akan mencakup apa pun vegetasi yang memiliki tinggi lebih dari 5 meter pada tahun pengamatan (tahun sumber data, misalnya untuk GFW menggunakan tahun awal pengamatan tahun 2000). Tree cover ini akan mencakup hutan alam, hutan tanaman, jungle rubber, belukar tua, maupun agroforestry dengan tanaman keras, ataupun kebun/perkebunan.

Dengan situasi tersebut, ketika muncul informasi/data tree cover loss, maka perubahan/loss yang terdeteksi, terjadi pada semua vegetasi yang mempunyai tinggi lebih dari 5 meter tersebut. Situasi ini tidak sesuai dengan Indonesia, di mana yang dimaksud dengan deforestasi, khususnya gross deforestastion, hanya fokus pada perubahan tutupan hutan yang terjadi pada hutan alam.

"Untuk inilah, maka Indonesia tidak bisa menerima informasi tree cover loss sebagai angka deforestasi," kata Belinda.

3. KLHK memublikasikan dokumen resmi negara berjudul “National Forest Reference Emission Level (FREL)” kepada publik internasional

Berbeda Istilah dengan GFW, Ini Penjelasan KLHK soal Hutan PrimerIDN Times/KLHK

Dalam perkembangannya, data GFW juga mengalami penyempurnaan, mengikuti kondisi yang dihadapi. Untuk itulah dibangun data set yang menggambarkan hanya sebaran hutan alam. Data set ini dinamai Primary Forest mask, dan data set itu yang kemudian dipakai untuk membedakan keberadaan hutan alam terhadap vegetasi lainnya yang memiliki tinggi lebih dari 5 meter.

Perubahan tutupan hutan yang terjadi pada Primary Forest mask inilah yang kemudian dirilis GFW dalam bentuk Primary Forest loss. Namun demikian, pada dasarnya Primary Forest mask terdiri atas dua kelas utama juga, yaitu Primary Intact Forest dan Primary Degraded Forest. Primary Intact Forest mendekati apa yang di Indonesia sering dikenal sebagai hutan primer, sedangkan Primary Degraded Forest mendekati kelas hutan sekunder yang dipakai di Indonesia.

Metodologi yang digunakan pemerintah Indonesia, dalam hal ini KLHK, termasuk penggunaan definisi hutan primer, telah dipublikasikan kepada publik internasional melalui dokumen resmi negara berjudul “National Forest Reference Emission Level (FREL)” yang secara resmi dikeluarkan KLHK pada 18 September 2015. Dokumen tersebut diterima serta disetujui oleh UNFCCC melalui proses verifikasi internasional pada November 2016. Hal tersebut menggambarkan bahwa metode dan data Indonesia sudah well-recognized di dunia internasional.

“Maka definisi dan terminologi yang digunakan selain yang bersumber dari dokumen tersebut, harus diberikan keterangan dan informasi yang memadai agar tidak menimbulkan interpretasi yang salah,” ucapnya.

Belinda menyampaikan bahwa KLHK juga mempunyai sistem pemantauan hutan sendiri yang independen dan diakui di dunia internasional, yaitu National Forest Monitoring System/NFMS SIMONTANA), dan dipakai dalam pelaporan-pelaporan ke dunia Internasional, seperti laporan ke FAO, UNFCCC (termasuk FREL), dan UNFF.

“Oleh karena itu, kami sebetulnya keberatan terhadap penggunaan informasi berbasis tutupan pohon (tree cover) yang sering diadopsi beberapa kalangan dan dikaitkan dengan perhitungan luas deforestasi di Indonesia. Karena itu, tidak tepat. Dalam hal ini, apa pun informasi yang keluar dan menggunakan terminologi yang tidak sama dengan yang official di Indonesia, perlu dilengkapi dengan penjelasan kepada publik mengenai perbedaan terminologi tersebut, agar tidak ada kesalahpahaman dalam memaknai artinya, seperti kata Primary Forest (hutan alam/mature natural forest) dengan terminologi Hutan Primer,” ungkap Belinda.

Topik:

  • Ezri T Suro

Berita Terkini Lainnya