Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Gerindra Setuju Ormas Keagamaan Diberi Izin Kelola Tambang Batubara

Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan izin tambang bagi ormas keagamaan sah jika tidak melanggar hukum. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menepis persepsi bahwa pemberian izin usaha penambangan batubara bagi ormas keagamaan merupakan bentuk bayar utang politik Presiden Jokowi.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan sah-sah saja pemerintah memberikan izin bagi ormas keagamaan untuk mengelola usaha tambang. Menurutnya, izin pengelolaan usaha tambang dapat diberikan selama tidak melanggar hukum, serta pengelolaannya sah dan halal. 

"Saya pikir, soal pengelolaan tambang, sepanjang itu usaha yang sah dan halal, maka itu terbuka buat siapa saja. Sepanjang tidak melanggar hukum," ujar Dasco di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat (7/6/2024) malam. 

Diketahui, izin pengelolaan usaha tambang bagi ormas keagamaan diberikan Presiden Joko "Jokowi" Widodo melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024, yang diteken pada 30 Mei 2024. Dalam Pasal 83A, tertulis penawaran prioritas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) kepada badan usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan. Kebijakan tersebut kini menuai polemik. Banyak yang mempertanyakan apakah ormas keagamaan mampu mengelola usaha tambang batubara. 

Pria yang juga menjabat sebagai Dewan Penasihat Pengurus GP Ansor itu menyebut, selama ormas keagamaan tersebut memenuhi persyaratan yang ditentukan, maka tak ada masalah terkait pemberian izin tambang. Maka dari itu, kata dia, tidak ada alasan untuk tidak menyetujui pemberian izin pengelolaan tambang kepada ormas keagamaan. 

"Nah, sehingga apabila kemudian organisasi-organisasi ormas keagamaan itu memenuhi persyaratan untuk berusaha dan berniaga, saya pikir tidak ada masalah. Dan tentunya tidak ada alasan untuk tidak setuju," tutur dia. 

1. Menteri Investasi Bahlil sebut pemberian izin tambang bukan pembayaran utang politik

Bahlil Lahadalia. (Dok/Istimewa).
Bahlil Lahadalia. (Dok/Istimewa).

Sementara, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menepis persepsi bahwa pemberian izin usaha penambangan batubara bagi ormas keagamaan, merupakan bentuk bayar utang politik Presiden Jokowi. Dia berdalih, persepsi itu baru masuk akal bila izin pengelolaan usaha tambang diberikan sebelum Pemilu Presiden pada 14 Februari 2024. 

"Apa urusannya (dengan politik)? Kalau dulu sebelum kita (gelar) Pilpres baru kita kasih (IUP ke Ormas) mungkin orang kait-kaitkan masuk akal. Ini kan sudah selesai (Pilpres), jadi gak ada utang politik," ujar Bahlil di Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta Selatan, kemarin. 

Bahlil menyebut pemerintah menerbitkan aturan Izin Usaha Pertambangan (IUP) tersebut dengan niat baik. Dia bercerita posisinya yang serba salah lantaran sering dikritik IUP hanya diberikan untuk pengusaha lokal dan investor asing. Kini, ketika IUP diberikan kepada ormas keagamaan, ia juga dikritik. 

"Saat awal jadi Kepala BKPM, saya diprotes habis-habisan. Kenapa IUP hanya diberikan kepada konglomerat? IUP hanya diberikan kepada (investor) asing sekarang kita mau kasih ke organisasi keagamaan ribut pula, maunya apa sih?" kata dia di forum itu.

2. Ormas keagamaan diberi izin pengelolaan tambang karena jasanya yang besar bagi negara

Ilustrasi Tambang (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi Tambang (IDN Times/Aditya Pratama)

Lebih lanjut, Bahlil menjelaskan, pemerintah memberikan IUP kepada ormas keagamaan lantaran mereka berkontribusi dalam perjuangan Indonesia mencapai kemerdekaan.

"Dalam pandangan kami dan berdasarkan arahan bapak presiden, kontribusi tokoh-tokoh dan organisasi-organisasi ini tidak bisa kita bantah. Bahkan, yang memerdekakan bangsa ini ya mereka," ujar dia.

Kontribusi ormas keagamaan, kata Bahlil, tak berhenti hingga Indonesia mencapai kemerdekaan saja. Dalam Agresi Belanda pada 1948, para ulama yang tergabung dalam ormas Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah mengeluarkan fatwa jihad.

"Atas dasar pandangan itu, kami juga melihat bahwa peran serta organisasi kemasyarakatan sangat penting di sektor pendidikan, kesehatan," ujarnya.

3. PGI dan KWI kompak tolak izin usaha pengelolaan tambang

Uskup Agung Jakarta, Prof Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo (kiri). (www.dki.kemenag.go.id)
Uskup Agung Jakarta, Prof Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo (kiri). (www.dki.kemenag.go.id)

Sementara, sejauh ini baru satu ormas keagamaan yang menyambut positif tawaran mengelola usaha penambangan yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Sedangkan, dua organisasi keagamaan kristiani, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) kompak tidak akan mengajukan izin usaha tambang.

Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo, mengatakan KWI tak akan mengajukan izin untuk usaha tambang. Sebab, masalah tambang bukanlah wilayah KWI.

"Saya tidak tahu kalau ormas-ormas yang lain ya. Tetapi di KWI tidak akan menggunakan kesempatan itu karena bukan wilayah kami untuk mencari tambang dan lainnya," ujar Kardinal Suharyo. 

"Pelayanannya kan jelas ya, KWI tidak masuk di dalam (usaha tambang) seperti itu," imbuhnya. 

Senada, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Gomar Gultom, juga mengungkapkan pihaknya tidak ingin ikut dalam pengelolaan usaha penambangan batubara. Tetapi PGI tetap menghormati PP Nomor 25 Tahun 2024 yang dikeluarkan Jokowi. 

"Apresiasi saya terhadap keputusan presiden yang memberikan IUP kepada lembaga keagamaan. Tetapi, hendaknya tidak dipahami bahwa PGI sedang menyediakan diri untuk ikut dalam pengelolaan tambang," ujar Pendeta Gomar dalam keterangan tertulis. 

Gomar menjelaskan, sejak awal pihaknya sudah sering mengingatkan PGI sebagai lembaga keagamaan memiliki batasan kewenangan. Maka, ia mengimbau agar lembaga keagamaan sebaiknya fokus pada pembinaan umat saja. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Rochmanudin Wijaya
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us