Insiden Mobil, LBH Jakarta Desak Hentikan Sementara Program MBG

- Peristiwa ini menunjukkan kegagalan Pemerintah dalam merancang dan melaksanakan program populis
- Negara seharusnya menempatkan keselamatan anak sebagai prioritas
- Kewajiban negara melindungi segenap bangsa, termasuk anak, serta menjamin hak atas rasa aman
Jakarta, IDN Times - LBH Jakarta menyampaikan keprihatinan dan turut berduka cita kepada seluruh pihak, terutama anak yang menjadi korban dan terdampak dalam tragedi mobil Makanan Bergizi Gratis (MBG) di SDN 01 Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara.
Pengacara Publik LBH Jakarta, Abdul Rohim Marbun menilai, kecelakaan mobil layanan MBG di Cilincing bukan sekadar insiden, bukan pula peristiwa yang bisa direduksi menjadi kesalahan individu.
"Peristiwa ini adalah konsekuensi dari tata kelola program MBG yang kacau, tidak profesional, dan mengabaikan keselamatan warga, terutama anak," ucap Abdul Rohim dalam keterangan, Jumat (12/12/2025).
1. Negara gagal menjalankan program yang menyangkut keselamatan anak

Abdul Rohim menilai negara telah menciptakan program tanpa standar, tanpa pengawasan, dan tanpa kontrol risiko yang memadai, sehingga hari ini anak-anak harus membayar harga atas kelalaian kebijakan tersebut.
"LBH Jakarta menilai bahwa negara telah gagal menjalankan program yang menyangkut keselamatan anak," katanya.
2. Dua tragedi MBG bukan sekadar masalah teknis

Abdul Rohim menilai peristiwa ini tidak dapat dilihat sebagai peristiwa tunggal yang berdiri sendiri. Beberapa waktu sebelumnya, program MBG juga memicu keracunan massal di berbagai wilayah dengan memakan korban hingga lebih dari 11 ribu orang (Data Kementerian Kesehatan per 5 Oktober 2025).
"Dua tragedi yang terjadi dalam waktu yang berdekatan ini menegaskan bahwa permasalahan yang terjadi bukan sekadar masalah teknis, tetapi masalah sistemik. Kejadian ini semakin menunjukkan adanya kegagalan Pemerintah dalam merancang dan melaksanakan program populis ini, serta tanpa diikuti adanya evaluasi kebijakan," ucapnya.
3. Negara seharusnya menempatkan keselamatan anak sebagai prioritas

Abdul Rohim mengatakan negara seharusnya menempatkan keselamatan anak sebagai prioritas. Kewajiban ini bukan semata tuntutan moral, tetapi mandat hukum. Konstitusi menegaskan kewajiban negara melindungi segenap bangsa, termasuk anak, serta menjamin hak atas rasa aman.
UU Perlindungan Anak (UU 35/2014 jo. UU 23/2002) mewajibkan negara menjamin anak terbebas dari bahaya fisik, dan memastikan seluruh kebijakan yang menyasar anak memenuhi prinsip kepentingan terbaik bagi anak (best interests of the child).
Selain itu, UU HAM (UU 39/1999) dan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi, mengharuskan negara mencegah tindakan yang mengancam keselamatan warga, serta memastikan akuntabilitas ketika kegagalan negara menimbulkan bahaya.
"LBH Jakarta menegaskan bahwa tragedi di Cilincing merupakan hasil langsung dari kebijakan populis yang dipaksakan tanpa perencanaan yang matang dan tanpa infrastruktur keselamatan. Negara seolah-olah seperti menempatkan anak-anak sebagai objek kebijakan, bukan subjek hak yang harus dilindungi," ujarnya.
4. Negara wajib menghentikan sementara operasional MBG

Karena itu, LBH Jakarta menuntut negara tidak berhenti pada retorika duka. Negara wajib menghentikan sementara operasional MBG sampai seluruh standar keselamatan dipenuhi, melakukan investigasi terbuka yang menyasar seluruh rantai pengambil kebijakan serta mempublikasikan hasil evaluasi secara transparan.
"Jika ditemukan kelalaian kebijakan, pejabat yang bertanggung jawab harus dicopot. Jika ditemukan pelanggaran hukum, proses pidana harus berjalan. Tidak boleh ada satu pun pihak yang berlindung di balik narasi 'program pro-rakyat' untuk lari dari tanggung jawab atas bahaya yang ditimbulkan program ini," kata Abdul Rohim.














