Investasi KB Diklaim Beri Manfaat Sosial-Ekonomi hingga 120 Kali Lipat

- Program KB memberi kontribusi besar dalam penghematan biaya hidup, termasuk membesarkan anak dan perawatan kesehatan.
- Adanya disparitas Total Fertility Rate (TFR) antar provinsi mencerminkan perbedaan akses pendidikan, layanan kesehatan, dan KB.
- Pembiayaan berkelanjutan untuk KB penting agar tidak mengganggu rantai pasokan kontrasepsi dan meningkatkan unmet need.
Jakarta, IDN Times - Peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia 2025 dimanfaatkan Indonesia untuk mempertegas komitmen terhadap program Keluarga Berencana (KB) sebagai pilar pembangunan manusia menuju Indonesia Emas 2045.
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Wihaji menegaskan, investasi KB terbukti sangat efektif. Dia mengungkapkan, dari kajian Copenhagen Consensus Center dan sejumlah jurnal internasional, setiap 1 dolar AS investasi KB menghasilkan manfaat kesehatan dan sosial-ekonomi sebesar 120 dolar AS atau menjadi 120 kali lipat.
“Presiden telah menyampaikan kepada saya bahwa program KB itu penting. Anggaran sudah ada walau tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya. Namun akan kita manfaatkan semaksimal mungkin dengan strategi yang tepat,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (23/9/2025).
1. Program KB memberi kontribusi besar dalam penghematan biaya hidup

Menurut Wihaji, program KB memberi kontribusi besar dalam penghematan biaya hidup, termasuk membesarkan anak dan perawatan kesehatan. KB juga mendorong peningkatan pendidikan, partisipasi kerja, produktivitas perempuan, serta kualitas penduduk usia produktif.
“Masih banyak keluarga kita yang belum beruntung di mana negara harus hadir, sehingga penting untuk tetap memberikan anggaran bagi keluarga yang belum bisa mandiri dalam ber-KB,” kata dia.
2. Ada disparitas Total Fertility Rate (TFR) antar provinsi

Wihaji menekankan adanya disparitas Total Fertility Rate (TFR) antar provinsi. Menurutnya, ketidakmerataan ini mencerminkan perbedaan akses pendidikan, layanan kesehatan, dan KB.
“Prioritaskan intervensi program di wilayah-wilayah dengan TFR tinggi seperti NTT, saya kira itu butuh inovasi dan kreativitas,” katanya.
Dia menegaskan, keluarga harus ditempatkan sebagai simpul strategi pembangunan.
“Kesempatan ini hanya bisa dimenangkan jika keluarga ditempatkan di pusat kebijakan. Kemendukbangga/BKKBN hadir untuk merajut potensi yang tercecer menjadi kekuatan bersama demi Indonesia Emas 2045,” kata dia.
3. Pembiayaan berkelanjutan jadi kunci

Perwakilan UNFPA Indonesia, Hassan Mohtashammi, menekankan pentingnya pembiayaan berkelanjutan untuk KB. Dia mengingatkan, penurunan alokasi anggaran publik dapat mengganggu rantai pasokan kontrasepsi dan meningkatkan unmet need.
Maka dia mendorong diversifikasi sumber pembiayaan, mulai dari APBN, APBD, Dana Alokasi Khusus (DAK) KB, kemitraan publik-swasta, CSR, hingga swadaya masyarakat. Ia juga menekankan integrasi layanan KB dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta peningkatan kualitas pelayanan melalui penguatan Method Information Index (MII).
“Perencanaan keluarga adalah kunci kesetaraan gender. Akses kontrasepsi yang merata memungkinkan perempuan melanjutkan pendidikan, meningkatkan partisipasi kerja, serta memperkuat kontribusi dalam pembangunan nasional,” ujarnya.
Hassan mengapresiasi capaian Indonesia dengan 86 persen pemenuhan permintaan kontrasepsi, namun mengingatkan angka unmet need masih 11 persen dengan disparitas antarwilayah.
4. Revitalisasi kebijakan KB

Pakar demografi Australian National University, Prof. Terence H. Hull, menegaskan perlunya revitalisasi kebijakan KB melalui cafetaria method.
“Revitalisasi berarti menghidupkan kembali keberagaman metode kontrasepsi, bukan sekadar satu pilihan dominan. Dengan demikian, hak reproduksi perempuan dapat benar-benar dijamin,” katanya.
Hull menambahkan, literasi demografi sejak sekolah penting untuk memperkuat kesadaran generasi muda dalam membangun keluarga berkualitas.
5. Indonesia Emas 2045 bisa dicapai lewat SDM unggul dari keluarga berkualitas
Sementara itu, Prof. Hafid Abbas dari UNJ menyebut, Indonesia Emas 2045 hanya bisa dicapai dengan SDM unggul yang lahir dari keluarga berkualitas.
“Pendidikan, kesehatan, dan pemerataan pembangunan harus berjalan seiring. Tanpa itu, bonus demografi hanya akan menjadi beban, bukan peluang,” ujarnya.
Budi Utomo dari FKM UI menyampaikan hasil analisis manfaat-biaya program KB. “Setiap Rp1 investasi KB akan menghasilkan manfaat Rp108 pada periode 2020–2045,” ujarnya.
Menurutnya, optimalisasi KB juga harus berbasis masyarakat, melalui pemberdayaan keluarga, KIE komunitas, dan partisipasi aktif masyarakat.