Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Investigasi KontraS dan Masyarakat Sipil: Konflik Rempang Melanggar HAM

Suasana di Pulau Rempang (IDN Times/Indah Permata Sari)
Suasana di Pulau Rempang (IDN Times/Indah Permata Sari)

Jakarta, IDN Times - Solidaritas Nasional untuk Rempang melakukan investigasi kekerasan yang terjadi dalam konflik di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau pada 7 September 2023. Kekerasan yang terjadi pada masyarakat yang menolak proyek Rempang Eco-City menjadi perhatian nasional.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang tergabung dalam solidaritas ini menjabarkan hasil investigasi di lapangan yang dilakukan pada 11-13 September 2023. 

“Kami menyimpulkan bahwa peristiwa kekerasan di Rempang tanggal 7 September 2023 harus dinyatakan sebagai pelanggaran HAM sebagaimana diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM,” tulis KontraS dalam keterangan resminya, dilansir Selasa (19/9/2023).

1. Munculnya posko penjagaan di lima titik

Ribuan warga berunjuk rasa terkait rencana pengembangan Pulau Rempang dan Galang menjadi kawasan ekonomi baru di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (23/8/2023). (ANTARA FOTO/Teguh Prihatna)
Ribuan warga berunjuk rasa terkait rencana pengembangan Pulau Rempang dan Galang menjadi kawasan ekonomi baru di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (23/8/2023). (ANTARA FOTO/Teguh Prihatna)

Investigasi Solidaritas Nasional untuk Rempang di lapangan menemukan kondisi dan beberapa fakta. Salah satunya adalah munculnya posko penjagaan di Pulau Rempang yang berada di lima titik.

“Kehadiran aparat telah nyata berimplikasi pada munculnya ketakutan di tengah masyarakat. Dari hasil pemantauan, setidaknya terdapat lima posko penjagaan di Pulau Rempang, baik di Jalan Trans Barelang hingga daerah Sembulang. Kami mengidentifikasi bahwa sekitar 20-30 aparat gabungan ada di  masing-masing posko. Ketakutan masyarakat semakin bertambah karena aparat rutin berpatroli di Pulau Rempang tanpa alasan yang jelas,” tulis mereka.

2. Warga dari 16 kampung diminta relokasi

Ribuan warga berunjuk rasa terkait rencana pengembangan Pulau Rempang dan Galang menjadi kawasan ekonomi baru di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (23/8/2023). (ANTARA FOTO/Teguh Prihatna)
Ribuan warga berunjuk rasa terkait rencana pengembangan Pulau Rempang dan Galang menjadi kawasan ekonomi baru di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (23/8/2023). (ANTARA FOTO/Teguh Prihatna)

Selain itu, dari hasil investigasi ditemukan fakta di lapangan bahwa ada warga dari 16 kampung yang diusir perlahan atas nama relokasi.

“Warga diminta untuk mendaftarkan dirinya serta membawa bukti-bukti kepemilikan tanahnya dari tanggal 11-20 September 2023 di dua tempat yakni Kantor Kecamatan Galang di Sembulang dan Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI)-kini berganti menjadi Kantor Koramil,” tulis KontraS.

Sebanyak 16 kampung itu adalah:

1. Tanjung Kertang
2. Tanjung Kelingking
3. Rempang Cate
4. Belongkeng
5. Pantai Melayu
6. Monggak
7. Pasir Panjang
8. Sungai Raya
9. Sembulang
10. Dapur Enam
11. Tanjung Banun
12. Sijatung (Sijantung)
13. Dapur Tiga
14. Air Lingka
15. Kampung Baru
16. Tanjung Pengapit

Kantor Kecamatan Galang yang dijadikan tempat pendaftaran difungsikan sebagai posko keamanan dengan penjagaan aparat dari Brimob bersenjata.

“Penempatan aparat gabungan di fasilitas sipil seperti halnya kantor kecamatan tentu juga akan sangat problematik, mengingat kecamatan melingkupi berbagai urusan,” kata KontraS.

 

3. Merugikan kehidupan ekonommi masyarakat

Konferensi pers terkait proyeksi Eco-City di Pulau Rempang (IDN Times/Indah Permata Sari)
Konferensi pers terkait proyeksi Eco-City di Pulau Rempang (IDN Times/Indah Permata Sari)

Bukan hanya itu, peristiwa 7 September 2023 lalu menurut investigasi diakui merugikan kehidupan ekonomi dan rutinitas masyarakat Rempang. 

Mata pencaharian masyarakat yang didominasi oleh nelayan terhenti karena sedang fokus mempertahankan kampung dari pematokan. 

Selain itu, aktivitas melaut jika pun dilakukan tidak akan efektif karena memikirkan nasib keluarga di rumah yang dikhawatirkan akan diamankan petugas. Belum lagi adanya peran ganda seorang Walikota yang juga mengepalai BP Batam. 

4. Soroti Capital Violence dalam kasus ini

Ilustrasi Perumahan. IDN Times/Arief Rahmat
Ilustrasi Perumahan. IDN Times/Arief Rahmat

Solidaritas Nasional untuk Rempang juga mencatat rangkaian kekerasan yang terjadi di Rempang bagian dari kekerasan yang berbasis pada kepentingan modal atau kapital (Capital Violence).

Selain itu, ketakutan yang terbangun di masyarakat akibat kehadiran aparat adalah teror psikologis oleh negara pada masyarakat.

“Begitupun keterlibatan militer, kami menganggap bahwa hal tersebut tidak sesuai prosedur sehingga harus dinyatakan sebagai operasi militer illegal,” ujar mereka.

5. Dimensi pelanggaran HAM serta dilihat dari sisi aspek bisnis dan HAM

Ilustrasi pelanggaran HAM (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi pelanggaran HAM (IDN Times/Aditya Pratama)

Sedangkan dari dimensi pelanggaran HAM di kasus Rempang ada identifikasi brutalitas aparat dengan penggunaan kekuatan berlebih. Belum lagi ada penangkapan delapan warga pada bentrok 7 September 2023 lalu.

“Padahal Pasal 66 Undang-Undang  No. 32 Tahun 2009 secara jelas menyatakan setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata,” tulis KontraS.

Penembakan gas air mata hingga berdampak pada anak-anak sekolah juga jadi perhatian karena merenggut hak atas rasa aman. 

Sementara dari aspek bisnis dan HAM, proyek eco-city di Rempang ini yang ditetapkan sebagai PSN berpotensi merampas ruang hidup masyarakat.

Perlu diketahui Solidaritas Nasional untuk Rempang terdiri dari  Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), YLBHI – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI ), WALHI Riau, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Amnesty International Indonesia, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dan Trend Asia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us