Kejagung Tegaskan Kekerasan Seksual Tak Boleh Selesai Damai

Jakarta, IDN Times - Jaksa Utama Muda pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Robert Parlindungan Sitinjak, mengungkapkan, penanganan kasus kekerasan seksual harus tidak boleh diselesaikan secara damai.
Robert menegaskan, kasus kekerasan seksual harus diselesaikan lewat penegakkan hukum. Hal ini telah diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
"Tidak boleh (damai)," ujar Robert Parlindungan Sitinjak dilansir dari ANTARA, Sabtu (2/12/2023).
1. Agar pelaku dapat hukuman dan hak korban ditangani

Proses hukum kasus-kasus kekerasan seksual, kata dia, harus mengacu aturan yang dimuat dalam UU TPKS.
Hal ini agar pelaku mendapatkan hukuman dan korban mendapatkan haknya. Mulai dari rehabilitasi hingga restitusi.
"UU TPKS ini membantu. Di samping pelakunya dihukum, korbannya dapat rehabilitasi, bahkan dapat uang restitusi ganti rugi supaya dia bisa kembali ke kehidupannya," ujar Robert.
2. Robert mengaku implementasi UU TPKS masih rendah

Sejak UU TPKS disahkan pada 9 Mei 2022, pemerintah masih merampungkan peraturan turunannya.
Meski demikian, mantan Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) periode 2021 -2023 itu mengaku implementasi UU TPKS masih rendah.
"Iya, masih rendah. karena kita berbenturan dengan budaya, masih pakai prinsip-prinsip adat istiadat," kata dia.
3. Ada tujuh aturan turunan disiapkan

Sejauh ini, proses penyusunan dan pembentukan peraturan turunan UU TPKS sudah memasuki tahapan akhir dan akan segera ditetapkan.
Kemen PPPA telah menyepakati pembentukan tiga Peraturan Pemerintah (PP) dan empat Peraturan Presiden (Perpres).
Sebanyak lima peraturan diprakarsai oleh Kementerian PPPA dan dua lainnya diprakarsai oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).