ICW: Korupsi Bencana pada 2024 Rp14,2 M, Bansos ke Sumatra Harus Diawasi

- Korupsi terkait kebencanaan 2024 merugikan korban bencana alam dan negara sebesar Rp14,2 miliar.
- ICW meminta pemerintah awasi bansos untuk bencana Sumatra agar korban tak menjadi korban dua kali.
- Terdapat 1.601 kasus korupsi yang merugikan negara sepanjang 2024, dengan pelaku terbanyak berasal dari swasta.
Jakarta, IDN Times - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan, kasus korupsi terkait kebencanaan pada 2024 menimbulkan kerugian negara Rp14,2 miliar. Hal itu diungkapkan ICW dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (4/12/2025).
"Kami menggarisbawahi beberapa kasus korupsi kebencanaan yang masuk dalam kategori bencana. Di 2024 itu ada Rp14,2 miliar kerugian negara yang kategorinya bencana," ujar Peneliti ICW, Erma Nuzulia.
1. Korban bencana paling dirugikan apabila ada korupsi

Erma memaparkan, kasus yang terjadi antara lain terkait pendanaan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi, hingga pengadaan alat. ICW menyebut, korban bencana yang paling dirugikan ketika ada korupsi terkait kebencanaan.
"Pertama dia jadi korban bencana alam, kedua jadi korban korupsi," ujarnya.
2. ICW harap pemerintah awasi bansos untuk bencana Sumatra

Berkaca dari hal tersebut, ICW meminta pemerintah mengawasi bantuan sosial yang diberikan untuk menangani bencana Sumatra. Ia berharap, korban bencana tak menjadi korban dua kali.
"Di sini kami melihat sesedikit apapun korupsi yang dilakukan itu tetap berdampak kepada korban. Kami mendorong untuk ada pengawasan terhadap dana-dana bantuan sosial yang diberikan di Sumatra," ujarnya.
3. Paling banyak korupsi yang merugikan negara

Selain soal kebencanaan, ICW juga mengungkapkan tren kasus korupsi sepanjang 2024. ICW mencatat ada 1.601 kasus korupsi yang merugikan negara atau setara 90,55 persen, 98 kasus suap-menyuap, 25 penggelapan dalam jabatan, 20 obstruction of justice, sembilan gratifikasi, enam pencucian uang, dua perbuatan curang, dan satu benturan kepentingan.
Sedangkan dari latar belakang pelakunya, swasta menjadi yang paling banyak dengan 603 terdakwa, pegawai pemda (462), kepala desa (204), pegawai K/L/Badan Negara (108), perangkat desa (101), pegawai BUMN (81), pegawai BUDM (49), tenaga kependidikan sekolah (47), pejabat BUMD (37), dan legislatif (26).

















