Kemendukbangga Ajak Ayah Tinggalkan Pola Asuh Lama yang Otoriter

- Pemerintah mengingatkan peran ayah dalam keluarga, bukan hanya sebagai pemimpin dan penghasil uang bulanan, tetapi juga memberikan kehadiran, keteladanan, dan kasih sayang kepada anak-anak.
- Ayah merupakan pilar keluarga dan sekolah pertama bagi anak lelaki menjadi laki-laki sejati. Ayah juga merupakan cinta pertama bagi anak perempuan yang akan menjadi referensi dalam mencari pasangan hidup.
- Ayah teladan di zaman ini adalah ayah yang hadir secara emosional, mau mendengar, belajar, meminta maaf jika melakukan kesalahan, dan tidak malu menunjukkan kasih sayang. Banyak ayah hadir secara fisik tapi kosong secara emosional.
Jakarta, IDN Times - Pemerintah mengingatkan kembali peran ayah dalam keluarga yang berkontribusi tak hanya soal memimpin, melindungi dan membimbing keluarga, tetapi juga berperan membangun masa depan keluarga.
Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN menyoroti peran ayah yang sering kali direduksi hanya sebatas pemberi uang bulanan. Padahal, anak-anak tidak hanya butuh materi, namun juga butuh kehadiran, keteladanan, dan kasih sayang seorang ayah.
“Kita tak bisa lagi menjadi ayah seperti zaman dulu: diam, otoriter, jarang bicara. Dunia anak-anak kita sudah berbeda. Dan kalau kita tidak ikut berubah, maka kita akan kehilangan mereka,” Sekretaris Kemendukbangga, Prof. Budi Setiyono, dikutip Sabtu (10/5/2025).
1. Ayah adalah pilar keluarga, jadi sekolah dan contoh bagi anak

Sekretaris Kemendukbangga itu mengatakan, ayah merupakan pilar keluarga, menjadi sekolah pertama bagi anak lelaki tentang bagaimana menjadi laki-laki sejati.
Menurutnya, ayah juga admerupakanalah cinta pertama bagi anak perempuan yang kelak akan menjadi referensinya dalam mencari pasangan hidup.
Karena saat ini dunia sudah berubah, peran ayah juga demikian. Teknologi yang pesat, nilai-nilai moral yang diuji setiap hari dan peran orang tua dirasa makin kompleks.
2. Ayah teladan mau mendengar dan hadir serta meminta maaf

Budi mengungkapkan, ayah teladan di zaman ini adalah ayah yang hadir secara emosional, mau mendengar, mau belajar, bahkan mau meminta maaf jika melakukan kesalahan. Diingatkan juga agar seorang ayah tidak perlu malu menunjukkan kasih sayang.
Menurut dia, ayah tak perlu malu atau gengsi mengucapkan sayang pada keluarga.
“Itu bukan kelemahan. Itu kekuatan,” kata Budi.
3. Tak ada kata terlambat untuk berubah, beri perhatian pada anak

Budi menyoroti bagaimana saat ini banyak ayah yang hadir secara fisik, tapi kosong secara emosional. Sementara anak-anak hanya menunggu satu hal yakni perhatian.
Padahal, Budi menilai jika ayah cukup membutuhkan waktu 20 menit sehari untuk memberikan perhatian kepada anak seperti bermain, ngobrol, makan bersama, atau membaca cerita. Namun, hal itu harus lakukan dengan hadir penuh, tanpa distraksi.
“Mungkin ada di antara kita yang merasa terlambat. Anak-anak sudah remaja, atau bahkan sudah dewasa. Kita merasa gagal. Tapi ketahuilah, tidak ada kata terlambat untuk berubah. Kita tidak dituntut untuk menjadi sempurna, tapi kita dituntut untuk terus belajar. Minta maaf jika perlu. Peluk mereka. Bangun kembali hubungan yang mungkin sempat retak. Karena setiap langkah kecil yang kita ambil menuju perbaikan, akan berdampak besar pada hati anak-anak kita,” ujarnya.