Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kerumunan Vaksinasi COVID-19 Massal Jadi Ancaman Muncul Klaster Baru

Anggota Polisi mengarahkan ribuan warga yang antre vaksinasi COVID-19 massal di Denpasar, Bali, Sabtu, 26 Juni 2021 (ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo)
Anggota Polisi mengarahkan ribuan warga yang antre vaksinasi COVID-19 massal di Denpasar, Bali, Sabtu, 26 Juni 2021 (ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo)

Jakarta, IDN Times - Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sukamta menyentil cara pemerintah menggelar vaksinasi massal. Sebab, di sejumlah daerah malah menimbulkan antrean dan kerumunan baru. Padahal, dengan mulai banyaknya mutasi baru varian Delta, kerumunan warga sebaiknya dihindari. 

Alih-alih melakukan vaksinasi massal di tempat terbuka seperti Gelanggang Olah Raga (GOR) atau stadion, pemberian vaksin COVID-19 bisa dilakukan di fasilitas kesehatan yang sudah tersebar di Indonesia.

"Indonesia memiliki lebih dari 20 ribu layanan kesehatan, dari klinik pratama hingga rumah sakit. Tetapi, pada faktanya peran klinik ini malah belum dioptimalkan," ujar Sukamta kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Senin (28/6/2021). 

Ia menambahkan dengan mengoptimalkan 8.000 lebih klinik pratama maka bisa dilakukan 200 vaksinasi yang berujung peningkatan vaksinasi menjadi 2 juta. Pemberian vaksin bisa tetap diberikan tanpa memicu kerumunan baru. 

"Sementara, proses vaksinasi yang dilakukan pemerintah saat ini masih tak efektif, birokratis, seremonial dan ada pihak-pihak yang ingin tampil dalam vaksinasi," katanya lagi. 

Lalu, apakah sudah ditemukan klaster baru COVID-19 dari pemberian vaksin?

1. Antrean tak bisa dihindari tapi harus dikelola protokol kesehatannya

Warga antre mengikuti vaksinasi COVID-19 massal di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu, 26 Juni 2021 (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)
Warga antre mengikuti vaksinasi COVID-19 massal di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu, 26 Juni 2021 (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Relawan COVID-19, Tirta Mandira Hudhi mengatakan di satu sisi banyaknya warga yang antre justru menandakan antusiasme yang besar dari masyarakat untuk divaksinasi. Sayangnya, hal tersebut tidak diikuti dengan jumlah vaksinator yang sama besarnya. Maka, proses vaksinasi bisa saja berjalan lambat. 

Dampak lainnya, akhirnya terjadi penumpukan dan kerumunan warga saat ingin vaksinasi. "Antrean itu harus diimbangi dengan pengaturan yang ketat. Jangan sampai antrean (vaksinasi) malah tidak mengindahkan edukasi yang kita gembar-gemborkan selama ini yaitu 5M," ujar Tirta kepada IDN Times melalui pesan pendek pada hari ini. 

Ia pun mewanti-wanti penularan virus corona sangat mungkin terjadi pada kerumunan. Apalagi kini mutasi baru Delta sudah mendominasi transmisi virus di tanah air. 

"Virus corona itu kan tidak membedakan kerumunan A atau kerumunan B. Di mana ada keramaian ya di situ ada risiko," tutur dia lagi. 

Ia pun menyadari tidak akan mudah untuk menambah jumlah vaksinator. Maka satu-satunya cara agar tidak muncul klaster di aktivitas vaksinasi massal yakni dengan mengatur secara tertib. 

2. Klaster vaksinasi sudah terjadi di India

Seorang pasien dengan gangguan pernapasan berbaring di dalam mobil sambil menunggu untuk masuk rumah sakit COVID-19 untuk perawatan, di tengah penyebaran penyakit virus corona (COVID-19), di Ahmedabad, India, Kamis (22/4/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Amit Dave
Seorang pasien dengan gangguan pernapasan berbaring di dalam mobil sambil menunggu untuk masuk rumah sakit COVID-19 untuk perawatan, di tengah penyebaran penyakit virus corona (COVID-19), di Ahmedabad, India, Kamis (22/4/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Amit Dave

Sementara, menurut epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman, klaster vaksinasi sudah muncul di India. Ia pun yakin sebenarnya di Indonesia juga sudah ada klaster tersebut, namun penelusurannya tidak mudah. 

"Oleh sebab itu, vaksinasi tetap penting tapi jangan malah menimbulkan masalah baru. Selesaikan lah masalah tanpa masalah lagi," kata Dicky melalui pesan suara kepada IDN Times pada hari ini. 

Ia juga mendukung pemberian vaksin pada anak, namun harus diatur vaksinasi. Salah satu titik vaksinasi dapat dilakukan di sekolah. 

"Misalnya per angkatan, kelas I dulu. Keesokan harinya kelas II. Orang tua pun harus dilibatkan dan memastikan agar lokasi vaksinasi tidak penuh," ujarnya lagi. 

3. Kantor DPP PKS siap dijadikan titik vaksinasi untuk bisa mengejar target 2 juta per hari

Ilustrasi - Presiden PKS Ahmad Syaikhu bersama pengurus DPP PKS. (Dok PKS)
Ilustrasi - Presiden PKS Ahmad Syaikhu bersama pengurus DPP PKS. (Dok PKS)

Sementara, untuk membantu menggenjot angka vaksinasi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengaku siap kantor DPP dijadikan salah satu titik pemberian vaksin COVID-19. Ia memastikan kantor PKS baik di tingkat provinsi hingga ke kabupaten di seluruh Indonesia bisa dijadikan titik vaksinasi. 

"Percepatan vaksinasi ini sangat mendesak karena masih banyak pihak dan sektor penting lainnya yang belum terjangkau vaksinasi," ujar Ketua DPP PKS Bidang Kesejahteraan Sosial, Netty Prasetiyani Aher dalam keterangan tertulis pada hari ini. 

Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Satgas Penanganan COVID-19, jumlah individu yang divaksinasi per hari ini baru 304.135. Dengan demikian akumulasi penerima vaksin dosis pertama baru mencapai 27.419.898. Angka ini sangat jauh dari target Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang menginginkan per hari vaksinasi bisa mencapai 2 juta. 

Sedangkan, vaksinasi dibutuhkan untuk mengurangi angka kematian akibat COVID-19. Maka, Netty mendorong pemerintah untuk berkolaborasi dengan berbagai elemen.

"Pemerintah dapat bekerja sama dengan banyak pihak, termasuk dengan partai politik untuk merealisasikan target," tutur dia lagi. 

Ia menyadari dalam situasi sulit seperti saat ini prinsip yang harus dikedepankan adalah saling membantu dan mengingatkan. Bukan lagi soal oposisi atau koalisi. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us