Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Khutbah Idul Fitri: Mudik Menuju Surga

ilustrasi pelaksanaan salat Idul Fitri (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)
ilustrasi pelaksanaan salat Idul Fitri (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Jakarta, IDN Times — Khutbah Idul Fitri biasanya dilakukan sebelum menunaikan salat Idul Fitri. Salat Idul Fitri merupakan ibadah sunnah sebagai penutup dan ungkapan syukur atas selesainya ibadah puasa yang dilakukan satu bulan penuh.

Dalam Islam, Hari Raya Idul Fitri merupakan perayaan yang dilakukan atas kemenangan menahan diri dari makan dan minum, serta berbagai hal lain yang dapat merusak puasa.

1. Keutamaan Hari Raya Idul Fitri

Ilustrasi pelaksanaan salat Idul Fitri 1442 H di tengah pandemik COVID-19. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum).
Ilustrasi pelaksanaan salat Idul Fitri 1442 H di tengah pandemik COVID-19. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum).

Melansir NU Online, keutamaan Hari Raya Idul Fitri karena pada hari tersebut, Allah menjanjikan ampunan bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah salat Idul Fitri.

Rasulullah SAW bersabda: 


عَنْ ابنِ مَسْعُوْد عَنِ النَّبِي ﷺ أَنَّهُ قَالَ اِذَا صَامُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ وَخَرَجُوْا اِلَى عِيْدِهِمْ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالىَ: يَا مَلاَئِكَتِيْ كُلُّ عَامِلٍ يَطْلُبُ أَجْرَهُ وَعِبَادِيْ اللَّذِيْنَصَامُوْا شَهْرَهُمْ وَخَرَجُوْا اِلَى عِيْدِهِمْ يَطْلُبُوْنَ أُجُوْرَهُمْ أَشْهِدُوْا أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ. فَيُنَادِي مُنَادٍ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ اِرْجِعُوْا اِلَى مَنَازِلِكُمْ قَدْ بَدَلْتُ سَيِّئَاتِكُمْحَسَنَاتٍ. فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: يَا عِبَادِيْ صُمْتُمْ لِيْ وَأَفْطَرْتُمْ لِيْ فَقُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ.  


Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dari Nabi Muhammad saw, bahwa Nabi bersabda: Ketika umat Nabi melaksanakan puasa pada bulan Ramadan dan mereka keluar untuk melaksanakan shalat Idul Fitri, maka Allah berfirman: Wahai Malaikatku, setiap yang telah bekerja akan mendapatkan upahnya. Dan hamba-hambaku yang telah melaksanakan puasa Ramadan dan keluar rumah untuk melakukan shalat Idul Fitri, serta memohon upah (dari ibadah) mereka, maka saksikanlah bahwa sesungguhnya aku telah memaafkan mereka. Kemudian ada yang berseru, Wahai umat Muhammad, kembalilah ke rumah-rumah kalian, aku telah menggantikan keburukan kalian dengan kebaikan. Maka Allah swt berfirman: Wahai hamba-hamba-Ku, kalian berpuasa untukku dan berbuka untukku, maka tegaklah kalian dengan mendapatkan ampunan-Ku terhadap kalian.

2. Esensi Idul Fitri tak hanya soal baju baru

Umat muslim beranjak pulang sambil membawa alas shalat usai menunaikan shalat Idul Fitri 1442 Hijriah di lapangan Gunung Labu dengan latar belakang Gunung Kerinci, Kayu Aro Barat, Kerinci, Jambi, Kamis, 13 Mei 2021. (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)
Umat muslim beranjak pulang sambil membawa alas shalat usai menunaikan shalat Idul Fitri 1442 Hijriah di lapangan Gunung Labu dengan latar belakang Gunung Kerinci, Kayu Aro Barat, Kerinci, Jambi, Kamis, 13 Mei 2021. (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

Syekh Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairomi dalam kitab Hasiyah al-Bujairami alal Khatib menjelaskan tentang kebiasaan menggunakan pakaian baru saat momen Idul Fitri.

Namun sebenarnya, esensi Idul Fitri tak hanya sekedar pakaian baru dan sesuatu yang serba baru, meski pada dasarnya dianjurkan menggunakan pakaian baru.

Syekh Sulaiman mengatakan:


 فائدة: جعل اللّه للمؤمنين في الدنيا ثلاثة أيام: عيد الجمعة والفطر والأضحى، وكلها بعد إكمال العبادة وطاعتهم. وليس العيد لمن لبس الجديد بل هولمن طاعته تزيد، ولا لمن تجمل باللبس والركوب بل لمن غفرت له الذنوب. 


Artinya: Faidah: Allah swt menjadikan tiga hari raya di dunia untuk orang-orang yang beriman, yaitu Hari Raya Jumat, Hari Raya Fitri, dan Idul Adha. Semua itu, (dianggap hari raya) setelah sempurnanya ibadah dan ketaatannya. Dan Idul Fitri bukanlah bagi orang yang menggunakan pakaian baru. Namun, bagi orang yang ketaatannya bertambah. Idul Fitri bukanlah bagi orang yang berpenampilan dengan pakaian dan kendaraan. Namun, Idul Fitri hanyalah bagi orang yang dosa-dosanya diampuni.

Kendati begitu, mengenakan pakaian baru sah-sah saja karena dianggap sebagai simbol dari bersihnya hati, dan sebagai syiar Islam ketika Hari Raya Idul Fitri.

3. Khutbah Idul Fitri: Mudik ke Surga

Ilustrasi Salat Idul Fitri. (ANTARA FOTO/Rahmad)
Ilustrasi Salat Idul Fitri. (ANTARA FOTO/Rahmad)

Berikut contoh khutbah Idul Fitri melansir NU Online oleh Ustaz Syakir NF, Imam Masjid Baitul Maqdis, Padabeunghar, Pasawahan, Kuningan, Jawa Barat.

Jamaah yang dimuliakan Allah SWT, Marilah kita panjatkan puji dan syukur kita kepada Allah swt yang telah memberikan kita nikmat iman, Islam, dan sehat wal afiat sehingga kita dapat melaksanakan salat Idul Fitri pada pagi hari ini.

Shalawat dan salam, mari kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, juga kepada keluarganya, dan sahabatnya. Semoga, kita semua selaku umatnya mendapatkan berkah dan syafaatnya.

Tak lupa, khatib mengajak jamaah sekalian untuk dapat meningkatkan takwa kita semua kepada Allah SWT. Sebab, hanya ketakwaanlah yang menjadi jaminan kita di sisi Allah SWT.

Ketakwaan kita juga yang menjadi kunci untuk memuluskan kita agar mendapat Rahmat-Nya sehingga kita bisa masuk ke dalam surga-Nya yang penuh kenikmatan.  

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah SWT, Idul Fitri yang kita rayakan hari ini sejatinya merupakan momentum yang sangat tepat bagi kita untuk dapat kembali ke jalur yang benar untuk mudik ke tempat tinggal kita sesungguhnya, yaitu surga.

Sebagaimana diketahui bersama, pada mulanya, manusia kali pertama diciptakan tinggal di surga, yaitu Nabi Adam AS Kemudian, Nabi Adam diturunkan ke bumi sampai lahir kita saat ini. Turunnya manusia ke muka bumi itu dijadikan oleh Allah SWT sebagai khalifah, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30 berikut.  

وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةًۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَاتَعْلَمُوْنَ  

Artinya, “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”  

Jamaah salat Idul Fitri yang berbahagia, apa itu yang dimaksud khalifah? Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan, bahwa khalifah yang dimaksud adalah manusia merupakan pengganti Allah SWT di muka bumi untuk berlaku adil terhadap makhluk-makhluk ciptaan Allah SWT yang lainnya. Mengutip Muhammad bin Ishaq, Imam Ibnu Katsir mengungkapkan makna lain dari khalifah, yaitu orang yang tinggal dan memakmurkan bumi.  

Namun, ketika Allah SWT menciptakan sosok manusia yang dijadikan sebagai khalifah, malaikat tidak ada yang percaya. Menurut mereka, nantinya makhluk yang diciptakan ini justru merusak dan menumpahkan darah. Dalam kitab Tafsir Jalalain, disebutkan bahwa merusak yang dimaksud adalah dengan melakukan berbagai maksiat. Lebih terang, Imam al-Shawi menegaskan bahwa merusak yang dimaksud adalah dengan keputusan kekuatan syahwat, sedangkan menumpahkan darah merupakan ekspresi dari keputusan kekuatan amarahnya.  

Mendengar protes malaikat itu, Allah SWT menegaskan bahwa Dia lebih mengetahui atas keputusan-Nya itu. Dijelaskan lebih lanjut oleh Imam al-Shawi, bahwa ada satu potensi manusia yang tidak dilihat malaikat, yaitu keputusan akalnya yang melahirkan keutamaan dan kesempurnaan. Imam Jalaluddin al-Suyuthi menambahkan bahwa hal yang tidak diketahui malaikat itu adalah kemaslahatan yang dilahirkan dari Nabi Adam.  

Jamaah salat Idul Fitri yang dimuliakan Allah SWT, oleh karena itu, kita sebagai anak cucunya, harus dapat menjadi khalifah dari Nabi Adam, penggantinya yang meneruskan dan menjaga bumi sebagai langkah untuk mudik kembali ke surga, tempat kita berpulang. Sebab, hanya orang-orang yang dapat menjaga nafsunya yang dapat kembali mudik ke tempat asalnya, dalam hal ini surga.

Yaitu orang yang tidak merusak bumi, baik secara lahir dengan membuang sampah sembarangan, menebang pohon seenaknya, dan lainnya, ataupun dengan perilaku maksiat. Juga orang yang tidak menumpahkan darah, baik secara lahir dengan seenaknya menumpahkan darah orang lain, ataupun secara yang lebih sederhana, yaitu mudah mengeluarkan amarahnya.  

Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Fajr ayat 27-30 telah menegaskan siapa yang dipersilahkan untuk memasuki surga-Nya.  

يٰٓاَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَىِٕنَّةُۙ ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةًۚ فَادْخُلِيْ فِيْ عِبٰدِيْۙ وَادْخُلِيْ جَنَّتِيْࣖ  

Artinya: “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rida dan diridai. Lalu, masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku!”  

Pertanyaannya, apa yang dimaksud dengan jiwa yang tenang? Siapa pemilik jiwa yang tenang? Lalu, siapa hamba-hamba-Ku yang dimaksud pada ayat tersebut? Imam Jalaluddin al-Mahalli dalam Tafsir Jalalain menegaskan bahwa pemilik jiwa yang tenang ialah orang yang beriman.

Diperjelas dalam kitab Hasyiyah al-Shawi, bahwa jiwa yang tenang itu bukan saja orang yang beriman, melainkan ada juga yang menyebutnya orang yang rida atas ketetapan Allah swt ataupun orang yang selalu menenangkan jiwanya dengan berzikir atau menyebut asma-Nya.

Rasulullah SAW bersabda:

ذِكْرُ اللّٰهِ عَلَمُ الْإِيْمَانِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ وَحِصْنٌ مِنَ الشِّيْطَانِ وَحِرْزٌ مِنَ النِّيْرَانِ   Artinya,

"Zikir kepada Allah merupakan tanda iman, pembebas dari kemunafikan, benteng dari setan, dan penjaga dari neraka.”  

Adapun yang dimaksud dari hamba-hamba-Ku yang disebut akan membersamai orang berjiwa tenang adalah orang-orang saleh, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Tafsir Jalalain dan Tafsir Marah Labid.  

Oleh karena itu, jamaah salat Idul Fitri sekalian, mari kita memperbanyak zikir, mengurangi maksiat, meminimalkan perilaku merusak bumi, dan membatasi amarah kita. Itulah sesungguhnya pelajaran yang harus diterapkan kita selepas menuntaskan berpuasa penuh di dalam bulan Ramadan.

Dengan begitu, insyaallah, semoga kita semua menjadi bagian dari pemilik jiwa yang tenang, yang dipanggil Allah SWT dan dipersilakan untuk memasuki surga-Nya bersama hamba-hamba-Nya yang saleh.  

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us