Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kisah Pilu Dokter Aceh Tamiang, Tidur Bersama Jenazah Bayi yang Dirawat

Potret Desa Sekumur, Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang, Kamis (11/12/2025) pasca diterjang banjir pada Rabu (26/11/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)
Potret Desa Sekumur, Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang, Kamis (11/12/2025) pasca diterjang banjir pada Rabu (26/11/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)
Intinya sih...
  • Situasi di dalam rumah sakit kian memburuk seiring waktu. Pasien terpaksa berbaring berdampingan dengan jenazah, sebagian besar karena keterbatasan oksigen yang semakin menipis.
  • Ketakutan terbesar Senja bukan hanya soal kematian yang terus datang, tetapi kemungkinan air akan kembali naik. Lantai-lantai atas sudah penuh sesak oleh pasien, tenaga medis, dan keluarga yang ikut mengungsi.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Bau amis itu tak benar-benar pergi. Meski banjir dan longsor telah surut hampir sebulan lalu, aroma menyengat dari puluhan jenazah di RSUD Aceh Tamiang masih tertinggal jelas dalam ingatan dokter Senja Baiduri.

Rabu, 26 November 2025, malam ketika longsor menghantam Aceh Tamiang, rumah sakit berubah menjadi ruang bertahan hidup. Listrik padam, lorong-lorong gelap dan pengap. Dokter Senja, bersama sejumlah tenaga medis, pasien, dan bayi yang sedang dia rawat, terjebak. Dalam keterbatasan itu, ruang aman yang berada di RSUD Aceh Tamiang semakin menyempit hingga akhirnya dia harus berbagi tempat dengan jenazah-jenazah yang belum sempat dimakamkan.

"Di luar (RS) itu benar-benar pengap, gelap, sempit. Ditambah ada beberapa mayat, pas di depan koridor kamar kami. Jadi memang baunya sangat-sangat tidak tertahankan ya," kata Senja dalam wawancara khusus bersama IDN Times belum lama ini.

Jenazah-jenazah tersebut bukan korban baru bencana. Jenazah-jenazah itu sudah ada sebelum banjir melanda, tetapi tak bisa dimakamkan karena akses menuju permukiman dan pemakaman terendam air. Keluarga korban akhirnya menitipkan jasad orang-orang tercintanya ke rumah sakit, berharap ada tempat yang sedikit lebih aman.

Ketika banjir meninggi, jenazah-jenazah itu pun dievakuasi ke lantai atas. Bersama mereka, para dokter dan pasien bertahan. Bau busuk yang kian menyengat, serangga yang mulai bermunculan, dan udara yang semakin sesak seolah menjadi bagian mereka.

"Karena ada mayat yang sebelum banjir sudah ada, tapi belum bisa dikuburkan karena waktu itu area tempat tinggalnya jenazah ini terdampak banjir. Jadi tidak bisa menguburkan. Jadi dititipkan di kami dan dinaikkan juga. Mayat itu sudah bau dan berbusuk sudah tercium dan sudah mulai dihinggapi serangga gitu," ujar dia.

1. Bertahan dengan jenazah

Dokter RSUD Aceh Tamiang, Dokter Senja saat wawancara dengan IDN Times/ IDN Times Dini Suciatiningrum
Dokter RSUD Aceh Tamiang, Dokter Senja saat wawancara dengan IDN Times/ IDN Times Dini Suciatiningrum

Situasi di dalam rumah sakit kian memburuk seiring berjalannya waktu. Ruang perawatan tak lagi memiliki batas jelas antara yang hidup dan meninggal. Di lorong-lorong sempit, pasien terpaksa berbaring berdampingan dengan jenazah. Setiap hari, nyawa kembali melayang, sebagian besar karena keterbatasan oksigen yang semakin menipis.

"Bahkan kalau yang di luar itu ada pasien tidur sebelahan sama mayat. Kan ada dua atau empat itu. Setiap hari itu ada yang meninggal itu. Karena tidak ada oksigen tadi. Terus ada yang pakai ventilator pasien ICU itu, dinaikkan ke atas, meninggal juga pada akhirnya. Tidak ada kantong jenazah, jadi kami bertahan di situ dengan semampu yang kami bisa," cerita dia.

2. Ruang aman di rumah sakit pun penuh

Potret udara kondisi Kecamatan Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Selasa (9/12/2025). Kuala Simpang menjadi salah satu daerah terparah terdampak banjir bandang pada Rabu (26/11/2025) lalu. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Potret udara kondisi Kecamatan Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Selasa (9/12/2025). Kuala Simpang menjadi salah satu daerah terparah terdampak banjir bandang pada Rabu (26/11/2025) lalu. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Ketakutan terbesar Senja bukan hanya soal kematian yang terus datang, tetapi kemungkinan air akan kembali naik. Setiap hujan turun, dia berdiri di dekat jendela, menatap ke luar dengan perasaan waswas. Tidak ada lagi tempat untuk menyelamatkan diri jika banjir semakin tinggi. Lantai-lantai atas sudah penuh sesak oleh pasien, tenaga medis, dan keluarga yang ikut mengungsi.

"Ya, sebenarnya saya pada waktu itu setiap hari melihat ke jendela, ya, karena hujan. Saya cuma berpikir kalau seandainya ini banjirnya bertambah lagi gitu, kami itu mau lari ke mana lagi karena tidak ada lagi tempat untuk lari. Bahkan di atas itu sudah sangat-sangat full, bahkan orang tidak ada yang duduk, berdiri semua karena sudah saking penuhnya," ujar dia.

"Kalau di lantai 2 kami itu semua sudah sakit ya berjejer-jejer, kemudian kadang anak-anaknya juga dibawa, yang penunggu juga dibawa. Oksigen juga kalau mau mendapatkan oksigen itu harus berjuang berenang," kenang Senja.

3. Bayi usia tujuh hari pun meninggal

Potret Desa Sekumur, Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang, Kamis (11/12/2025) pasca diterjang banjir pada Rabu (26/11/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)
Potret Desa Sekumur, Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang, Kamis (11/12/2025) pasca diterjang banjir pada Rabu (26/11/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Di tengah kepungan air dan kegelapan, kekurangan oksigen menjadi ancaman paling nyata. Tidak ada logistik, tidak ada persiapan evakuasi. Kondisi ini membuat pasien bayi yang sudah dirawat hampir sepekan meninggal karena tidak ada oksigen.

"Ada bayi yang sudah lepas ventilator, kita sudah buka, pasang oksigen. Oksigennya ini kan kosong. Benar-benar kosong, kondisi bayi ini memburuk dan pada hari kedua banjir, bayi ini meninggal. Usia 7 hari. 7 hari meninggal," ujar dia.

4. Tangis ayah pecah tidak bisa menguburkan bayi

Potret Desa Sekumur, Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang, Kamis (11/12/2025) pasca diterjang banjir pada Rabu (26/11/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)
Potret Desa Sekumur, Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang, Kamis (11/12/2025) pasca diterjang banjir pada Rabu (26/11/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Tangis sang ayah bayi itu pun pecah. Kematian tak bisa dicegah. Tidak ada perahu, daratan masih terendam, dan pemakaman tak mungkin dilakukan.

"Ayahnya waktu itu ya nangis karena tidak bisa menguburkan. Karena waktu itu daratan (banjir) juga masih tinggi, terus kemudian perahu tidak ada, jujur saja," kata dia.

5. Dokter dan pasien tidur bersama jenazah

Armada Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa membawa saat melintas di Kecamatan Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Rabu (10/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)
Armada Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa membawa saat melintas di Kecamatan Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Rabu (10/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Malam itu, para tenaga medis, pasien, bayi-bayi sehat, bayi sakit, tidur berdampingan dengan satu bayi yang telah meninggal dan jenazah lainnya.

"Jadi ya malam itu kami tidur sama bayi yang meninggal tersebut. Jadi bayi itu dititipkan, 'Maaf ya, Dok, karena saya belum bisa menguburkan bayi ini, jadi kami titip di sini.' Jadi kami tidur bareng-bareng dengan ibunya pasien, dengan perawat saya, dan bayi-bayi yang sehat, dan bayi yang meninggal tadi, dan bayi yang sakit itu dalam satu ruangan itu," ucap dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us

Latest in News

See More

CEK FAKTA: Benarkah Prabowo Tak Punya Lahan Sawit di Indonesia?

24 Des 2025, 11:09 WIBNews