Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komnas Belum Bisa Tentukan Kerusuhan di Wamena Masuk Pelanggaran HAM

Ketua Komnas HAM periode 2022-2027, Atnike Nova Sigiro ketika memberikan keterangan pers. (Tangkapan layar YouTube Amnesty International Indonesia)
Ketua Komnas HAM periode 2022-2027, Atnike Nova Sigiro ketika memberikan keterangan pers. (Tangkapan layar YouTube Amnesty International Indonesia)

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mengatakan hingga kini pihaknya belum bisa menyimpulkan, kerusuhan di Wamena, Papua, pada Februari 2023 masuk kategori pelanggaran HAM. Hal tersebut lantaran data-data yang dikumpulkan masih dianalisis.

Ketua Komisioner Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mengatakan kantor perwakilan Komnas HAM di Papua sudah melakukan pemantauan awal pada 24 Februari 2023 sampau 28 Februari 2023. Penyelidikan awal itu kembali dilanjutkan pada 6-11 Maret 2023. Kini, tim Komnas HAM Jakarta giliran turun ke Wamena. 

"Tugas Komnas HAM dalam pemantauan itu kan membuktikan terjadi atau tidak pelanggaran HAM, termasuk dugaan apabila ada pelanggaran HAM yang berat. Maka sampai saat ini pemantauannya belum konklusif, bukan berarti tidak dilakukan pengumpulan data," ungkap Atnike saat diskusi virtual bertajuk Wamena Berdarah 2023: Adakah Unsur Kejahatan Kemanusiaan, yang dikutip dari YouTube, Rabu (15/3/2023). 

Ia mengatakan Komnas HAM sudah bertemu beberapa pihak, baik Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem, Bupati Jayawijaya, Kapolres, Dandim, korban serta saksi-saksi. Atnike mengatakan pada tahap kesimpulan apakah terjadi pelanggaran HAM atau tidak, maka Komnas HAM harus menunggu hingga pengumpulan data rampung. 

"Komnas HAM biasanya akan mengambil kesimpulan apakah ada pelanggaran HAM, termasuk memberikan sejumlah rekomendasi. Termasuk bila korban divisum, maka Komnas HAM harus meminta kepada aparat penegak hukum untuk melakukan visum," tutur dia. 

Ia mengatakan meski di media sudah terdapat sejumlah analisis terkait peristiwa Wamena, namun Komnas HAM tak bisa berpegang pada data tersebut. Mereka harus memverifikasi langsung bukti dan kesaksian yang ada. 

Di sisi lain, Atnike turut menyoroti adanya konflik sosial budaya yang terjadi di Wamena. "Peristiwa di Wamena ini, dari informasi yang beredar di publik adalah konflik horizontal yang dipicu isu adanya penculikan lalu menjadi konflik antara orang Papua dengan suku Batak," katanya.

Apa masukan yang bisa diberikan Komnas HAM untuk mencari solusi terhadap konflik sosial budaya di Papua?

1. Komnas HAM dorong perlu ditingkatkan interaksi sosial di antara warga antar etnis di Papua

Ilustrasi peta Papua (IDN Times/Sukma Shakti)
Ilustrasi peta Papua (IDN Times/Sukma Shakti)

Lebih lanjut, menurut Atnike, dalam peristiwa kerusuhan di Wamena pada 23 Februari 2023, ia melihat permasalahan sosial lebih dominan. Bisasanya isu sosial, kata dia, lebih erat dengan permasalahan ekonomi. 

Ia pun tidak menampik bahwa peristiwa tingkat kekerasan di Papua terus meningkat. Dalam catatan Komnas HAM ada 46 peristiwa kekerasan atau konflik yang telah mengakibatkan korban jiwa 63. 

"Pada 2022, korban juga berasal dari TNI-Polri, jumlahnya 13 orang. Empat orang berasal dari kelompok sipil bersenjata. Tetapi, masyarakat sipil yang jadi korban paling banyak, yaitu 46 jiwa," kata Atnike. 

Atnike menambahkan dalam konflik kekerasan di Papua, ada ruang interaksi sosial yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah, pemerintah pusat, Komnas HAM dan beragam elemen di Bumi Cendrawasih. Ini berbeda dengan konflik yang berlatar belakang politik. 

2. Komnas HAM dorong agar penerimaan uang duka dicermati dengan hati-hati

Ilustrasi Perumahan Suku  (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi Perumahan Suku (IDN Times/Mardya Shakti)

Komnas HAM juga menyoroti penerimaan uang duka bagi 11 keluarga korban yang meninggal dan luka-luka, agar dicermati secara bijaksana. Atnike mengatakan hal itu penting agar tidak ada isu-isu yang beredar, sehingga kembali menimbulkan keluarga korban. Pemda Papua telah memberikan uang penutupan duka kepada keluarga korban mencapai total Rp5,5 miliar. 

Angka itu bersumber dari empat kabupaten yang masing-masing menyumbang Rp1 miliar. Lalu, Pemprov Papua Tengah turut mempertanggung jawabkan Rp1,5 miliar. 

"Pemerintah juga perlu memperhatikan dampak paska konflik kekerasan di Papua. Seperti yang kita tahu paska terjadi kekerasan biasanya terjadi gelombang pengungsian," tutur dia. 

3. Korban ditembak aparat yang merupakan penembak profesional

Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem ketika menemui dua pria yang dituding hendak menculik anak perempuan di Wamena. (Dokumentasi Istimewa)
Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem ketika menemui dua pria yang dituding hendak menculik anak perempuan di Wamena. (Dokumentasi Istimewa)

Sementara, Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem, mendesak agar Komnas HAM segera menyimpulkan apakah peristiwa di Wamena termasuk dalam pelanggaran HAM atau tidak. Apalagi dalam peristiwa itu menimbulkan 11 orang tewas. 

"Memang Komnas HAM harus bekerja full time dan pro aktif. Untuk urusan data, saya akan kasih. Semula kan saya menolak kehadiran Komnas HAM karena dalam beberapa urusan di Papua, Komnas HAM tidak bisa memberikan harapan kepada keluarga korban," kata Theo. 

Ia juga menambahkan penembakan terhadap korban di Wamena adalah penembakan terukur dan profesional yang dilakukan aparat. Hal tersebut, kata Theo, sudah sepatutnya menjadi perhatian Komnas HAM. 

"Penembakan itu dilakukan batas perut ke atas. Kalau batas perut ke atas itu kan penembakan terukur dan profesional serta mematikan. Sampai orang kena dada, kepala, leher, itu kan tembakan profesional," ujarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Rochmanudin Wijaya
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us