Komnas Perempuan Sebut Film Vina Cirebon Eksploitasi Tragedi Femisida

Jakarta, IDN Times - Sejak sebelum tayang, film Vina: Sebelum 7 Hari sudah menuai kritik di media sosial, karena dianggap mengeksploitasi tragedi. Film itu akhirnya tayang pada 8 Mei.
Komnas Perempuan buka suara soal unsur kekerasan seksual yang diangkat dalam film ini. Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang mengungkapkan film ini cenderung mengangkat sadisme terhadap korban femisida.
Femisida sendiri adalah pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung karena jenis kelamin atau gendernya. Sadisme yang ada justru bisa berdampak pada trauma keluarga korban, penyintas atau masyarakat,
“Menurut pandangan kami bahwa adegan film tersebut cenderung mengangkat sadisme terhadap korban femisida. Hal ini justru akan berdampak trauma pada keluarga korban, penyintas maupun masyarakat. Belum lagi film tersebut justru melahirkan komentar publik yang cenderung menyalahkan korban. Situasi ini kami khawatirkan me-viktimisasi korban,” kata dia kepada IDN Times, Kamis (17/5/2024).
1. Komnas Perempuan membuka diri jika ada diskusi soal film

Film ini bukannya meningkatkan kesadaran namun dianggap justru mengeksploitasi korban. Memang sejauh ini Komnas Perempuan belum memiliki pedoman atau panduan bagi pembuat film atau materi konten dalam menggambarkan kasus kekerasan seksual agar tidak terkesan mengeksploitasi korban.
Meski demikian, Komnas Perempuan membuka diri dan beberapa kali menjadi teman diskusi rekan-rekan film maker.
“Komnas Perempuan memberikan masukan perihal prinsip-prinsip perlindungan terhadap korban dan menekankan pentingnya menjaga kerahasiaan identitas korban termasuk ajakan agar masyarakat memberikan dukungan terhadap korban,” kata dia.
2. Khawatir film ini menjadi pemicu atau trigger pada korban lainnya

Tayangan sadisme dan eksploitasi kasus pada film Vina ini dianggap ironi karena pihaknya belum melihat film itu bersamaan dengan perlindungan dan pemulihan korban atau keluarga korban.
“Kami khawatir bahwa Film ini menjadi pemicu atau trigger pada korban dan pihak lain yang rentan mengalami kekerasan seksual. Karena itu kami mempertanyakan tanggung jawab para pihak yang terlibat dalam pembuatan film Vina terhadap korban Vina juga korban lainnya,” kata dia.
3. Berharap adanya warning atas risiko yang mungkin terjadi

Veryanto dan Komnas Perempuan berharap produser atau sutradara film berkenan memberikan warning atas risiko yang mungkin terjadi kepada masyarakat yang menonton. Termasuk meminta lembaga Sensor film mengevaluasi tayangan sadisme dan eksplorasi kekerasan seksual.
“Kami berharap pembuat film berdiskusi dengan pendamping korban. Termasuk Asosiasi Produser Film (Aprofi) yang pernah bekerja sama dengan Komnas Perempuan dalam penyusunan pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan pekerja film,” kata dia.