Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

KPAI: Proses Hukum Kasus Gagal Ginjal Akut Anak

Beberapa obat sirop masih dijual di Alfamart Jalan R E Martadinata, Manado, Sulawesi Utara, Kamis (20/10/2022). IDNTimes/Savi

Jakarta, IDN Times - Kepala Divisi Monitoring Evaluasi, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (Kadiv Monev KPAI), Jasra Putra, mendorong Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tegas meminta kepolisian untuk menindak perusahaan farmasi yang menjadi penyebab beredarnya obat-obatan sirop dalam kasus gagal ginjal akut hingga menyebabkan kematian.

"Sangat penting di kedepankan, agar ada kehati-hatian di masyarakat dan anak-anak yang tidak mengerti apa apa, tidak terus menjadi korban," kata dia dalam keterangannya, Kamis (3/11/2022).

Penindakan atas pelanggaran industri farmasi yang sudah disampaikan BPOM, kata dia, harus tegak lurus. Menurut dia, jangan sampai kasus gagal ginjal itu masuk angin, karena ada ratusan kematian anak yang terjadi.

"Tentu perlu menyegerakan proses hukum, dalam rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat pada dunia pengawasan obat dan makanan. Proses hukum yang tegak lurus, juga menjadi bagian pemulihan keluarga korban," katanya.

1. Perlu ada efek jera bagi farmasi yang langgar aturan

ilustrasi simvastatin dalam bentuk cairan atau sirop (fannin.eu)

Jasra juga meminta agar kejadian tersebut harus menjadi pembelajaran yang membawa efek jera industri farmasi. Apalagi, peredaran obat yang mengandung zat berbahaya tersebut disinyalir terjadi sejak pandemik.

"Jangan sampai pelakunya kabur atau ada upaya pengalihan kasus dengan melaporkan pihak yang memasok zat tersebut ke industri farmasi," ujarnya.

Dia mengatakan, setiap industri farmasi sebelum menggunakan zat untuk kandungan obat harus mengeceknya di laboratorium masing-masing dan meminta persetujuan BPOM.

"Jadi regulasinya sudah sangat jelas untuk segera ditindak," kata dia.

Selain itu, kata dia, wibawa BPOM perlu ditingkatkan legislator karena pengembangan industri obat dan makanan berkembang sangat pesat serta membutuhkan payung hukum yang bekerja bagi BPOM yang lebih integratif.

BPOM juga dinilainya punya tugas lebih untuk pengawasan obat dan makanan di dunia yang memang bisa masuk ke Indonesia.

"Saya kira dengan RUU Pengawasan Obat dan Makanan masuk prolegnas ada mandat luar biasa untuk menjawab fenomena obat yang telah membunuh anak-anak ini," ujarnya.

2. Seharusnya tidak ada penolakan untuk pasien anak

Wakil Ketua KPAI Jasra Putra (Dok/Istimewa)

KPAI juga mendorong mandat Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pada Pasal 44 bisa terselenggara efektif dan masing-masing pihak bisa memenuhi kewajiban dari yang diamanatkan.

Antara lain agar kewajiban penyelenggaraan kesehatan anak dan pemerintah wajib menyediakan fasilitas serta menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak.

"Upaya komperhensif itu meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan. Dengan ditegaskan dan diselenggarakan cuma-cuma untuk anak-anak yang berada di keluarga tidak mampu," kata dia.

"Jadi sebenarnya, tidak ada penolakan untuk pasien anak, karena tegas amanahnya yang tentu saja disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pendukungnya dalam pelaksanaan," lanjut dia.

3. Perlu lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembang anak

Ilustrasi rumah sakit (IDN Times/Galih Persiana)

Kondisi dampak penggunaan obat dan makanan, kata dia, membuat anak tidak bisa membela dirinya sendiri. Oleh karena itu, perlu banyak pihak untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dalam rangka tumbuh kembang anak.

Terutama agar mereka terhindar dari zat berbahaya dan zat industri berbagai produk candu effect yang ditegaskan larangan untuk dijauhkan dari anak-anak apalagi mengkonsumsinya.

"Hukum harus tegak lurus, karena sangat jelas. Kita mendorong produk hukum yang dihasilkan atas peristiwa ini, bisa menjadi yurisprudensi untuk kasus lainnya yang bisa berdampak buruk pada tumbuh kembang, bahkan kematian mendadak seperti zat yang dicampurkan di obat anak anak," ucapnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
Deti Mega Purnamasari
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us