KPK Atur Ulang Jadwal Pemeriksaan Ilham Habibie di Kasus BJB

- Ilham Habibie meminta penjadwalan ulang pemeriksaan
- Lisa Mariana menerima uang dari mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil
- KPK tetapkan lima tersangka dalam kasus korupsi pengadaan iklan Bank BJB
Jakarta, IDN Times - Putra Presiden ketiga RI BJ Habibie, Ilham Akbar Habibie tak memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BJB karena ada agenda lain yang sudah terjadwal. Ilham pun meminta KPK mengatur ulang jadwal pemeriksaan pada dirinya.
"Yang bersangkutan ada kegiatan lain yang sudah teragenda, sehingga meminta dilakukan penjadwalan ulang," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Sabtu (23/8/2025).
1. Ilham Habibie dipanggil bersamaan dengan Lisa Marian

Ilham Habibie seharusnya diperiksa pada hari yang sama dengan Lisa Mariana. Keduanya dipanggil pada Jumat, 22 Agustus 2025.
Lisa Mariana kemarin memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. Usai pemeriksaan, Lisa mengaku menerima uang dari mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
"Hari ini sudah selesai, saya menjadi saksi pemeriksaan Bank BJB, Ridwan Kamil ya,“ kata Lisa usai menjalani pemeriksaan KPK, Jumat (22/8/2025).
Dalam kesempatan itu, Lisa mengaku menerima aliran uang dari Ridwan Kamil untuk anaknya.
“Saya tidak bisa sebutkan nominalnya, kan buat anak saya,” ujar Lisa.
2. KPK tetapkan lima tersangka dalam kasus ini

KPK dalam kasus ini telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Yuddy Renaldi selaku Direktur Utama Bank BJB, Widi Hartoto selaku PImpinan Divisi Corporate Secretary, Ikin Asikin Dulmanan selaku Pengendali Agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri.
Lalu Sugendrik selaku pengendali PT Wahana Semesta Bandung Ekspres dan PT BSC Advertising, serta Sophan Jaya Kusuma selaku Pengendali Agensi Cipta Karya Mandiri Bersama dan PT Cipta Karya Sukses Bersama.
Kelima tersangka belum ditahan KPK. Namun, mereka telah dicegah ke luar negeri.
3. Kasus ini rugikan negara Rp222 miliar

Kasus korupsi pengadaan iklan ini merugikan negara. Adapun potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp222 miliar.
Adapun modusnya, diduga dari anggaran Rp409 miliar yang direalisasikan hanya Rp100 miliar