Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mahasiswa Desak KPU Taati Prosedur Hukum Pascaputusan MK

Ratusan masa dari Front Mahasiswa Demokrasi (FMD) kawal Reformasi menggelar aksi demontrasi di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusat, Jumat (20/10/2023) siang (dok. Istimewa)
Ratusan masa dari Front Mahasiswa Demokrasi (FMD) kawal Reformasi menggelar aksi demontrasi di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusat, Jumat (20/10/2023) siang (dok. Istimewa)

Jakarta, IDN Times - Ratusan masa dari Front Mahasiswa Demokrasi (FMD) kawal Reformasi menggelar demontrasi di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusat, Jumat (20/10/2023) siang. Mereka menuntut KPU bersikap profesional dengan mengikuti prosedur aturan dalam mematuhi Putusan MK dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Menurut mereka, seharusnya KPU melakukan revisi Peraturan KPU (PKPU) terlebih dahulu dengan berkonsultasi dengan DPR. Adapun dalam perkara itu, MK dalam amar putusannya mengubah bunyi pasal batas usia minimum capres-cawapres itu menjadi: "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".

"KPU harus profesional tegas menolak bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden yang tidak memenuhi syarat. Putusan MK tidak bisa langsung dieksekusi tanpa adanya proses perubahan PKPU," kata Koordinator Aksi, Faisal Ngabalin di lokasi.

1. Mahasiswa dorong KPU audiensi dengan MK

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Faisal meminta KPU tidak salah dalam menaati putusan MK yang dinilai bermasalah tersebut. Mendekat masa pencoblosan Pemilu 2024, beban KPU semakin berat, sehingga KPU disarankan tidak salah mengakomodasi putusan MK.

Karena itu, jajaran komisioner KPU diminta menggelar audiensi dengan MK untuk membahas tata cara melaksanakan putusan terkait uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tersebut.

"Beban kerja KPU RI sudah berat, jangan mau ditambah dengan urusan yang dasarnya sudah bermasalah. Agar tidak terjepit, KPU RI lakukan saja audiensi dengan MK untuk meminta penjelasan tata cara melaksanakan putusannya," tutur dia.

2. Putusan MK dinilai cacat hukum

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jakarta Pusat (dok. MK)
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jakarta Pusat (dok. MK)

Putusan MK itu dinilai penuh dengan polemik dan cacat hukum, baik dalam pengambilan putusan maupun substansi putusannya. Sebab, mereka mencurigai ada penyelundupan hukum di dalamnya.

Di sisi lain, perkara terkait syarat batas usia merupakan kewenangan pembuat UU (open legal policy) yakni DPR bersama pemerintah.

"MK tidak berwenang menguji dan memutuskan suatu ketentuan yang menjadi bagian dari proses politik oleh pembuat undang-undang," ucap Faisal.

Faisal juga menyinggung sosok pemohon dalam gugatan terhadap syarat batas usia capres dan cawapres itu, yakni mahasiswa UNS, Almas Tsaqibbirru.

Dia menegaskan, Almas tidak memiliki legal standing dalam perkara itu karena tidak mempunyai kerugian konstitusional. Namun dia menyayangkan MK masih memproses perkara tersebut.

Dalam tuntutan aksi itu, mahasiswa juga meminta agar Ketua MK Anwar Usman mengundurkan diri. Diketahui, Anwar juga adik ipar Presiden Joko "Jokowi" Widodo, di sisi lain putra sulungnya, Gibran Rakabuming, diuntungkan dengan putusan MK.

"Sangat kentara sekali ada kepentingan dan nafsu politik yang bermain dalam menghasilkan putusan seperti itu. Bagaimana mungkin MK mengabulkan kepentingan satu orang pemohon, dengan mengabaikan kerja-kerja politik yang dilakukan oleh 560 orang anggota DPR RI bersama pemerintah," ungkap dia.

3. KPU tak revisi PKPU

Lambang Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Lambang Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sebelumnya, KPU memastikan tidak akan merevisi pasal syarat batas usia dalam PKPU Nomor 19 Tahun 2023, tentang Pencalonan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Ketua KPU, Hasyim Asy'ari mengatakan, pihaknya hanya menerbitkan surat kepada para parpol yang isinya menyampaikan bahwa ketentuan batas usia sudah berubah sesuai putusan MK.

"Kita menyesuaikan (dengan) putusan MK, dengan menyampaikan surat ke pimpinan partai politik agar memedomani substansi putusan MK tersebut," kata Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari kepada awak media di Jakarta, Rabu (18/10/2023).

Terkait hal tersebut, Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mengatakan, seharusnya KPU menggelar rapat konsultasi dengan DPR RI terkait putusan MK tersebut.

Menurut Guspardi, apabila KPU dalam melakukan revisi PKPU tidak melibatkan DPR, maka akan menimbulkan masalah hukum.

"Setiap PKPU yang akan ditetapkan harus dikonsultasikan dulu kepada DPR, dalam hal ini Komisi II," kata Guspardi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat Kamis (19/10/2023) mengutip ANTARA.

"Ini tentu akan menimbulkan malapetaka kalau seandainya KPU memaksakan keputusan MK langsung diadopsi menjadi PKPU, tanpa melakukan konsultasi ke DPR," ujarnya.

Sementara, Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera mengkritisi KPU yang enggan melakukan revisi terhadap PKPU. Oleh sebabnya, PKS meminta agar KPU harusnya merevisi PKPU, bukan malah mengirim surat edaran.

Politikus PKS itu menilai surat yang disampaikan KPU kepada parpol tidak memiliki kekuatan hukum, dan hanya berupa surat pemberitahuan.

"Keputusan MK final dan mengikat. Walau banyak tafsir. PKS meminta KPU memasukkannya dalam Peraturan KPU. Bukan Surat Edaran," kata Mardani dalam keterangannya, Kamis (19/10/2023).

 

Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us