Mahfud Ingatkan Janji Prabowo soal Kejar Koruptor hingga Antartika

- Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD mengingatkan janji Prabowo Subianto untuk mengejar koruptor hingga ke ujung Benua Antartika.
- Prabowo menyampaikan ide memaafkan koruptor asalkan uang yang dicuri dikembalikan ke negara, disambut baik oleh Menteri Yusril Ihza Mahendra sebagai strategi pemulihan kerugian negara.
- Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, menilai sudut pandang Prabowo berbeda dengan tujuan penegakan hukum korupsi dan menyarankan pemerintah mengajukan RUU Perampasan Aset.
Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD kembali mengingatkan janji Presiden ke-8, Prabowo Subianto yang dulu menyebut bakal mengejar koruptor hingga ke ujung Benua Antartika. Janji tersebut disampaikan oleh Prabowo untuk meyakinkan publik bahwa dia berkomitmen untuk memberantas korupsi di Tanah Air.
Namun, usai dilantik menjadi presiden, Prabowo justru mewacanakan ide lain yakni memaafkan koruptor. Asalkan uang yang dicuri oleh para koruptor itu dikembalikan ke negara. Pernyataan itu disampaikan oleh Prabowo pada pekan lalu ketika sedang berada di Kairo, Mesir dan menemui anak-anak muda Indonesia.
"Hai, para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong," kata Prabowo pada 18 Desember 2024 lalu.
Meski begitu, Mahfud masih berbaik sangka dan baru akan memberikan penilaian usai Prabowo berkuasa selama enam bulan. "Sikap Presiden Prabowo tentang pemberantasan korupsi membingungkan. Satu, katanya korupsi akan disikat. Koruptor akan dikejar sampai ke Antartika. Dua, tapi, katanya lagi koruptor akan diberi maaf asal mengembalikan hasil korupsinya. Tapi, masih ada harapan karena dia juga bilang 'tunggu setelah enam bulan.'" demikian cuitan Mahfud yang dikutip dari akun resmi X pada Senin (23/12/2024).
1. Menko Yusril sebut pernyataan Prabowo adalah strategi yang menekankan pengembalian aset

Sementara, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (IMIP), Yusril Ihza Mahendra menilai pernyataan Prabowo itu sebagai salah satu strategi pemberantasan korupsi yang menekankan pada pemulihan kerugian negara atau asset recovery.
Ia mengatakan hal itu sejalan dengan United Nation Convention Againts Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi dengan UU No 7 Tahun 2006. "Sebenarnya setahun sejak ratifikasi, kami berkewajiban untuk menyesuaikan UU Tipikor kita dengan konvensi tersebut. Namun kami terlambat melakukan kewajiban itu dan baru sekarang ingin melakukannya," kata Yusril di dalam keterangan tertulis pada 20 Desember 2024 lalu.
Yusril menggarisbawahi upaya pemberantasan korupsi sesuai pengaturan konvensi adalah pencegahan, pemberantasan korupsi secara efektif dan pemulihan kerugian keuangan negara.
2. Koruptor yang hanya dibui tanpa ada penyitaan aset tak bermakna apa-apa

Lebih lanjut, Yusril mengatakan bila pelaku korupsi hanya dipenjara tetapi aset hasil korupsi tetap dikuasai atau disimpan di luar negeri, maka penegakan hukum seperti itu dinilai tak membawa manfaat banyak bagi pembangunan ekonomi. Selain itu, juga tak membawa peningkatan kesejahteraan rakyat.
"Kalau uang hasil korupsi mereka kembalikan, pelakunya dimaafkan, uang tersebut masuk ke APBN untuk menyejahterakan rakyat," tutur dia.
Selanjutnya, pelaku korupsi di dunia usaha bisa kembali meneruskan usahanya dengan cara yang benar dan tidak akan mengulangi lagi praktik korupsi.
3. Bila wacana pengampunan koruptor direalisasikan, makin banyak orang yang korupsi

Sementara, pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menilai sudut pandang Prabowo dalam penindakan rasuah dengan perspektif ahli hukum berbeda.
"Dalam perspektif presiden seakan-akan penegakan hukum korupsi hanya diperlukan untuk mengembalikan uang negara. Padahal, penegakan hukum korupsi bertujuan untuk memberantas korupsi. Salah satunya dengan menimbulkan efek jera," ujar Bivitri di akun media sosialnya dan dikutip pada Senin (23/12/2024).
"Ini dua hal yang sangat berbeda. Yang satu soal ekonomi. Satu lagi soal negara hukum," tuturnya.
Ia menyarankan agar pemerintah mengajukan draf Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset bila ingin mencapai dua tujuan tadi yakni penegakan hukum dan kerugian ekonomi akibat korupsi bisa kembali ke Tanah Air.
Poin kedua, dalam pandangan Bivitri bila koruptor mendapatkan pengampunan maka akan menimbulkan ketidakadilan bagi publik. "Malah, orang-orang yang semakin serakah justru semakin senang mencoba-coba korupsi. Toh, nanti uangnya bisa dikembalikan," katanya.
Uang yang dikembalikan ke negara itu belum tentu semuanya. Bisa saja separuh uang yang dicuri malah disembunyikan.
"Kata-kata kuncinya adalah akuntabilitas dan keadilan," imbuhnya.