Indeks Kerukunan Umat Beragama 2025 Tertinggi dalam 11 Tahun

- Berdasarkan Survei Evaluasi Kerukunan Umat Beragama 2025, IKUB tahun ini berada di angka 77,89 dan masuk kategori tinggi. Menteri Agama menegaskan agama harus menjadi kompas moral.
- Definisi Kerukunan Umat Beragama menetapkan tiga unsur sebagai indikator utama dalam pengumpulan data, yakni toleransi, kesetaraan, dan kebersamaan. Dimensi toleransi menjadi penopang terkuat dengan skor 88,82.
- Kemenag berharap kebijakan yang dihasilkan lebih tepat sasaran dan responsif terhadap kondisi kehidupan keagamaan di Indonesia.
Jakarta, IDN Times – Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) 2025 mencapai angka 77,89, tertinggi sejak pertama kali diukur pada 2015. Capaian ini dirilis Kementerian Agama yang bekerja sama dengan Pusat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (P3M) Universitas Indonesia (UI) dalam agenda Refleksi 2025 dan Proyeksi 2026 bertema Toward a Loving Future Ummah di Jakarta, Selasa (22/12/2025).
"Berdasarkan hasil pengukuran nasional, Indeks Kerukunan Umat Beragama Tahun 2025 tercatat sebesar 77,89 dan berada dalam kategori tinggi. Ini skor tertinggi dalam rentang 11 tahun terakhir,” terang Kepala Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Kemenag, Muhammad Ali Ramdhani.
1. Indeks kerukunan umat beragama capai skor tertinggi

Berdasarkan Survei Evaluasi Kerukunan Umat Beragama 2025 yang dilakukan Kementerian Agama bekerja sama dengan P3M Universitas Indonesia, IKUB tahun ini berada di angka 77,89 dan masuk kategori tinggi. Angka ini menjadi skor tertinggi dalam rentang 11 tahun terakhir, melampaui capaian 2024 sebesar 76,47.
Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan capaian ini tidak boleh dimaknai sebatas angka statistik. Menurutnya, agama harus berfungsi sebagai kompas moral yang membimbing umat dalam menghadapi disrupsi sosial, teknologi, dan budaya yang semakin cepat.
“Agama tidak boleh berhenti pada simbol dan ritual. Ia harus menjadi penuntun etis—kompas moral—yang memberi arah di tengah disrupsi sosial, teknologi, dan budaya,” ujar Menag.
2. Toleransi jadi penopang terkuat kerukunan

Berdasarkan definisi Kerukunan Umat Beragama (KUB), Survei Evaluasi Kerukunan Umat Beragama menetapkan tiga unsur sebagai indikator utama dalam pengumpulan data, yakni toleransi, kesetaraan, dan kebersamaan.
Hasil survei menunjukkan dimensi toleransi menjadi penopang terkuat dengan skor 88,82, disusul kesetaraan 79,35, dan kebersamaan 65,49. Meski seluruh indikator masuk kategori tinggi, aspek kebersamaan dinilai masih perlu diperkuat, terutama dalam partisipasi lintas komunitas pada kehidupan sosial.
“Berdasarkan hasil survei, indeks pada tiga indikator ini masuk kategori tinggi. Dimensi toleransi mencapai 88,82, dimensi kebersamaan 65.49, dan dimensi kesetaraan 79,35,” jelas Ali Ramdhani.
Survei ini melibatkan 13.836 responden dari enam agama yang diakui di Indonesia, menggunakan metode wawancara tatap muka dengan margin of error ±0,83 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
3. Kesalehan umat dan kebijakan berbasis data

Selain IKUB, Kemenag juga merilis Indeks Kesalehan Umat Beragama (IKsUB) 2025 dengan skor 84,61 atau kategori sangat tinggi. Dimensi sosial mencatat skor 82,00, sementara dimensi individual mencapai 87,21. Indeks ini menunjukkan tren peningkatan sejak 2020.
Kepala BMBPSDM Kemenag Muhammad Ali Ramdhani menekankan bahwa kegiatan Refleksi 2025 dan Proyeksi 2026 (Repro) merupakan momentum penting untuk merumuskan arah kebijakan keagamaan agar memberikan dampak nyata dan dirasakan langsung oleh masyarakat.
“Repro ini merupakan agenda tahunan BMBPSDM di penghujung tahun. Sesuai arahan Bapak Menteri Agama, kita ingin ke depan seluruh program Kemenag disusun berdasarkan data,” ujar Kepala BMBPSDM Muhammad Ali Ramdhani.
Melalui pengukuran indeks seperti IKUB, IKsUB, Indeks Moderasi Beragama, hingga Indeks Literasi Kitab Suci, Kemenag berharap kebijakan yang dihasilkan lebih tepat sasaran dan responsif terhadap kondisi kehidupan keagamaan di Indonesia.
“Melalui indeks-indeks ini, kita menakar sejauh mana layanan dan kebijakan keagamaan benar-benar berdampak bagi umat,” jelas Ramdhani.
"Data-data ini kami sajikan, agar Bapak Ibu dapat mengetahui bagaimana gambaran yang ada dalam masyarakat kita, sehingga dapat menyusun kebijakan yang tepat," imbuhnya.



















