Menteri KKP: Dampak Pagar Laut Bisa Jadi Reklamasi Alami

Jakarta, IDN Times - Presiden Prabowo Subianto memanggil Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, ke Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (20/1/2025). Sakti mengaku, dirinya dipanggil terkait polemik pagar laut di Tangerang, Banten dan Bekasi, Jawa Barat.
Dalam kesempatan itu, Sakti menyampaikan pagar laut yang berada di Tangerang tidak memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dari Kementerian KKP.
"Khusus untuk di Tangerang Banten saya laporkan bahwa memang kita temukan tidak ada izin. Jadi pada dasarnya sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja, bahwa pembangunan di ruang laut itu harus mendapatkan izin KKPR," ujar Sakti.
Namun, wilayah laut yang dipagari itu diduga sudah sudah memiliki Sertifikat Hak Guna Bangun (SHGB). Sakti menegaskan, tidak boleh ada sertifikat apapun di atas laut.
"Tadi saya mendapatkan press conference juga dari Menteri ATR/BPN, bahwa sudah ada sertifikat yang ada di dalam laut. Saya perlu sampaikan, kalau di dasar laut itu tidak boleh ada sertifikat. Jadi itu sudah jelas ilegal juga," ucap dia.
Lebih lanjut, Sakti juga menyampaikan terkait dengan apa dampak yang terjadi apabila laut dipagari bambu, salah satunya untuk reklamasi alami.
"Ini kan dilakukan proses pemagaran itu, tujuannya adalah agar tanahnya itu nanti naik, semakin lama semakin naik. Jadi kalau ada ombak datang, begitu ombak surut dia ketahan, sedimentasinya ketahan. Boleh dibilang seperti reklamasi yang alami," kata dia.
"Jadi, nanti kalau terjadi seperti itu akan terjadi daratan dan jumlahnya itu sangat besar, tadi saya laporkan kepada Bapak Presiden, dari 30 hektare itu kira-kira sekitar 30 ribuan hektare Kejadiannya. Kan itu sangat besar. Nah di bawahnya ternyata menurut identifikasinya dari pak Menteri ATR BPN itu sudah ada sertifikatnya yang atas nama siapa atas nama siapa saya tidak hafal ya," sambungnya.
Menurut Sakti, ketika air laut sudah surut dan terlihat tanah, baru bisa diberi sertikat atas nama tertentu. Namun, apabila tanah belum terlihat dan masih air laut, tak boleh ada sertifikat apapun mengatasnamakannya.
"Kalau sudah dia berubah menjadi daratan itu nanti dia akan nongol sertifikatnya. Tapi, bagi kami sekarang ini, itu tidak berlaku, kenapa? Karena pasti yang namanya kegiatan di ruang laut, ya tidak boleh, harus ada izin, di pesisir sampai ke laut tidak boleh, harus ada izin. Itu yang terjadi," ujar dia.