Di Balik Halalabihalal Menteri ke Jokowi

- Mardani Ali Sera menilai silaturahmi menteri ke mantan Presiden Jokowi positif, tetapi mengingatkan agar tidak ada 'matahari kembar' dalam satu pemerintahan.
- Sarmuji dari Partai Golkar meminta agar kunjungan Bahlil ke kediaman Jokowi tak lebih dari silaturahmi pada momen Idul Fitri dan khawatir akan ditarik-tarik ke isu politik.
- Yunarto Wijaya menyebut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono yang menyebut Jokowi masih sebagai bosnya secara tata negara tidak elok.
Jakarta, IDN Times - Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, mengomentari silaturahmi sejumlah menteri ke mantan Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Dia menilai hal tersebut positif, tetapi ia mengingatkan tidak boleh ada 'matahari kembar' dalam satu pemerintahan.
"Biar bagaimana pun presiden kita Pak Prabowo dan Pak Jokowi sudah menunjukkan determinasinya, kapasitasnya dan komitmennya," ujar Mardani di akun media sosialnya, dikutip Minggu (13/4/2025).
Meskipun ia meyakini Prabowo tidak tersinggung melihat sejumlah menterinya aktif bersilaturahmi Lebaran ke kediaman Jokowi di Solo.
"Jadi, pesan saya cuma satu, jangan ada 'matahari kembar'. Satu matahari saja berat, apalagi kalau dua (matahari), gitu," tutur Mardani.
Diketahui, sejumlah menteri sowan ke kediaman Presiden ke-7 Jokowi di Solo pekan lalu, dalam rangka halalbihalal. Mayoritas mereka adalah menteri-menteri yang dulu pernah bertugas pada pemerintahan Jokowi, tetapi mereka kini diberikan kepercayaan kembali sebagai menteri di Kabinet Indonesia Maju Prabowo.
Silaturahmi ke kediaman Jokowi diawali dari kedatangan Luhut Pandjaitan dan Sri Mulyani. Lalu, berlanjut kunjungan Budi Gunadi Sadikin, Wahyu Sakti Trenggono, Bahlil Lahadalia, hingga Zulkifili Hasan.
Kunjungan menjadi tidak biasa ketika Wahyu dan Budi sama-sama menyebut tujuan silaturahmi karena menganggap mantan Wali Kota Solo itu sebagai bos. Tanda tanya pun muncul, mengapa pejabat tinggi negara itu masih menganggap Jokowi sebagai bos, sedangkan presidennya saat ini sudah berganti Prabowo Subianto.
1. Golkar minta silaturahmi menteri ke kediaman Jokowi tak dikaitkan ke isu politik

Sementara, ketika dikonfirmasi ke Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Sarmuji, pihaknya meminta agar silaturahmi Bahlil tidak ditarik-tarik ke isu politik. Menurut dia, kunjungan Bahlil ke kediaman Jokowi tak lebih dari silaturahmi pada momen Idul Fitri.
Bahkan, Sarmuji menyentil balik pernyataan Mardani. Seandainya PKS kebagian jatah kursi menteri di kabinet Jokowi lalu, maka ia yakin ada politisi PKS yang ikut silaturahmi ke Solo.
"Jadi, tidak ada hal yang khusus, ini biasa-biasa saja. Kan momentumnya Lebaran. Sewajarnya orang yang merayakan Lebaran, kita pasti mengingat orang-orang tua, sahabat-sahabat kita. Kebetulan Pak Jokowi adalah orang tua dan presiden sewaktu mereka itu menjadi menteri," ujar Sarmuji ketika dikonfirmasi, kemarin.
"Kalau orang PKS gak ke sana karena kan memang gak ada orang PKS jadi menteri. Andaikan temannya Pak Mardani ada yang jadi menteri, mungkin akan sowan ke Pak Jokowi juga," imbuhnya.
Sarmaji mengaku khawatir pejabat publik enggan melakukan silaturahmi karena akan ditarik-tarik ke isu politik.
2. Sarmuji yakin para menteri ingat bos saat ini adalah Prabowo

Lebih lanjut, Sarmuji meyakini para menteri menyadari bosnya saat ini adalah Prabowo. Sehingga, kata dia, mereka tidak akan melakukan sesuatu di luar koridor. Apalagi, kekhawatiran para menteri adalah akan diganti di tengah-tengah masa jabatannya.
"Para menteri itu sudah tahulah siapa bosnya. Mereka kan juga takut kena reshuffle. Memang mereka gak takut kena reshuffle? Udah tahu bosnya siapa. Kepatuhannya pasti tegak lurus dengan presiden," tutur dia.
Sarmaji menyebut para menteri secara otomatis akan mematuhi kepada pemegang otoritas tertinggi di negara ini.
3. Pengamat sentil menteri yang sebut Jokowi masih bosnya

Sementara, menurut pandangan Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, bersilaturahmi menteri ke kediaman Jokowi saat momen Idul Fitri adalah hal biasa. Tetapi, menjadi tidak biasa ketika ada menteri yang menyebut Jokowi adalah mantan bos dan masih menjadi bosnya. Pernyataan itu dilontarkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono.
"Menurut saya itu secara tata negara tidak elok. Selain itu, ada konsekuensinya dari kalimat itu di dalam tata negara," ujar Yunarto kepada IDN Times, Minggu.
Sebab, kata Yunarto konteks kata 'atasan' bagi menteri hanya boleh diasosiasikan ke presiden aktif, Prabowo. Hal itu termasuk bila ada seorang menteri yang datang dari partai politik tertentu, lalu menyebut bosnya adalah sang ketua umum.
Yunarto menyebut silaturahmi sejumlah menteri ke kediaman Jokowi bukan peristiwa biasa. Apalagi wakil presiden saat ini adalah putra sulung Jokowi.
"Polemik ini kan sudah muncul saat Pilpres, kemudian orang bertanya-tanya, ini sebuah kesepakatan apa sih? Berbagi kekuasaan atau sekadar berbicara kelanjutan? Kalau berbicara kekuasaan, artinya Jokowi masih punya porsi di situ," tutur pria yang akrab disapa Toto itu.