Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Optimasi AI untuk Cegah Konflik Lahan dan Eksploitasi Hutan

Konflik lahan.jpg
Diskusi mengatasi konflik lahan bersama RECOFTC di Bogor, Rabu (30/7/2025). IDN Times/Linna Susanti
Intinya sih...
  • Akurasi data jadi senjata cegah korupsi dan konflik lahan.
  • Peta wilayah adat diakui secara resmi oleh negara
  • Pentingnya peta yang akurat untuk menahan laju ekspansi sawit yang kerap menimbulkan konflik.

Bogor, IDN Times - RECOFTC (Regional Community Forestry Training Center) Indonesia bersama Universitas Riau dan Universitas Hasanuddin, tengah mengembangkan peta tutupan lahan berbasis citra satelit resolusi tinggi.

Sebagai informasi, RECOFTC merupakan organisasi internasional yang berfokus pada pengembangan kapasitas dan kehutanan masyarakat di Indonesia.

Proyek yang berlangsung sejak Januari hingga Juni 2025 ini mencakup wilayah Riau dan Sulawesi Barat, dua kawasan dengan dinamika tata guna lahan yang kompleks.

"Tanpa peta yang akurat, akan sulit bagi pemerintah maupun masyarakat untuk mengelola hutan secara berkelanjutan," kata Direktur RECOFTC Indonesia, Gamma Galudra, dalam acara diskusi di Bogor, Rabu (30/7/2025). 

Selain menghasilkan peta yang lebih akurat dan transparan, inisiatif ini juga bertujuan mendorong adopsi kecerdasan buatan (AI) dalam pengelolaan data geospasial. 

“Data ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi terbuka untuk pengambilan keputusan yang lebih inklusif, khususnya bagi petani kecil," kata Peneliti RECOFTC, Wafiq Warismi.

1. Akurasi data jadi senjata cegah korupsi dan konflik lahan

Petani di Sumut melakukan aksi jalan kaki dari Medan ke Istana Merdeka untuk menemui presiden Joko Widodo menuntut penyelesaian konflik lahan Eks HGU PTPN II, Kamis (25/6). (IDN Times/Prayugo Utomo)
Petani di Sumut melakukan aksi jalan kaki dari Medan ke Istana Merdeka untuk menemui presiden Joko Widodo menuntut penyelesaian konflik lahan Eks HGU PTPN II, Kamis (25/6). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Pentingnya satu peta dalam tata kelola kehutanan juga menjadi sorotan Kementerian Dalam Negeri dan Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK). Direktur Produk Hukum Daerah Kemendagri, Imelda, menyebut peta yang terintegrasi menjadi kunci pembangunan berkelanjutan.

“Ketersediaan dan integrasi data spasial bukan sekadar kebutuhan teknis, tetapi elemen strategis untuk sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan,” tegasnya.

Sementara, Fuad Hasan dari PPATK menyoroti keterkaitan peta dengan penegakan hukum. “Peta yang akurat akan menjadi instrumen penting dalam penyelidikan kejahatan kehutanan, termasuk pencucian uang hasil eksploitasi hutan ilegal,” jelasnya.

2. Dorongan integrasi peta wilayah adat ke dalam sistem pemerintah

Ilustrasi hutan hujan tropis (Freepik.com/freepik)
Ilustrasi hutan hujan tropis (Freepik.com/freepik)

Sementara, Perwakilan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Yoga Kipli, menyerukan agar peta wilayah adat diakui secara resmi oleh negara, dan menjadi bagian dari kebijakan satu peta.

“Peta wilayah adat harus bisa menjadi acuan dalam perencanaan pembangunan dan penyelesaian konflik,” ungkapnya.

Hingga Maret 2025, AMAN telah mendampingi pemetaan 1.583 wilayah adat, dengan total luasan mencapai 32,3 juta hektare. Sayangnya, kata Yoga, integrasi peta adat masih terhambat karena belum adanya kementerian yang secara resmi bertanggung jawab sebagai wali data.

“Kami berharap ada regulasi jelas soal wali data agar wilayah adat bisa terakomodasi dalam kebijakan satu peta,” imbuh Yoga.

3. Peta jadi alat tekan ekspansi sawit yang tidak terkendali

ilustrasi kebun sawit (commons.m.wikimedia.org/Dyima Guszita)
ilustrasi kebun sawit (commons.m.wikimedia.org/Dyima Guszita)

Direktur Sawit Watch, Rambo, juga menyoroti pentingnya peta yang akurat untuk menahan laju ekspansi sawit yang kerap menimbulkan konflik. Data Sawit Watch mencatat deforestasi akibat sawit mencapai 330.500 hektare hanya dalam kurun 2017–2023.

“Kami lebih mendukung pendekatan intensifikasi berkelanjutan dan evaluasi izin yang ketat daripada perluasan masif,” ujar Rambo.

Menurut Rambo, peta yang transparan akan membantu mengidentifikasi tumpang tindih lahan, serta melindungi hak masyarakat adat dan lingkungan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us