Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pengangkatan Nugroho Jadi Bukti Prabowo Tak Serius Tuntaskan Kasus HAM

Letjen TNI Nugroho Sulistyo Budi yang dipercaya menjadi Kepala Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN). (Dokumentasi Kemenhan)
Intinya sih...
  • Letjen TNI Nugroho Sulistyo Budi dipromosikan menjadi Kepala BSSN oleh Prabowo Subianto.
  • Komisi KontraS menyatakan penunjukkan Nugroho sebagai kepala BSSN merupakan pengabaian terhadap proses keadilan dan akuntabilitas terhadap pelanggaran HAM masa lalu.
  • KontraS menyoroti bahwa pengangkatan Nugroho menunjukkan sikap pemerintahan Prabowo yang tidak serius dalam menuntaskan kasus pelanggaran berat HAM.

Jakarta, IDN Times - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti Letjen TNI Nugroho Sulistyo Budi yang dipromosikan menjadi Kepala Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN). Pengangkatan Nugroho di jabatan strategis jelas menunjukkan adanya rekonsiliasi dengan masa lalu yang penuh kontroversi. 

Nugroho merupakan eks anggota Tim Mawar yang dibentuk oleh Prabowo Subianto pada 1997 lalu. Tim Mawar yang terdiri dari para prajurit Kopassus diduga melakukan penculikan dan penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis politik. 

Penunjukkan Letjen Nugroho sebagai Kepala BSSN dipertanyakan oleh sejumlah pihak. Sebab, sebelumnya ia baru saja menduduki posisi Inspektur Utama Badan Intelijen Negara (BIN) pada 29 November 2024 lalu. 

Koordinator Badan Pekerja KontraS, Dimas Bagus Arya, mengatakan penunjukan Letjen TNI Nugroho menjadi simbol pengabaian terhadap proses keadilan dan akuntabilitas terhadap pelanggaran HAM masa lalu. Padahal, dalam putusan Mahkamah Militer pada 1999 lalu, Nugroho dan 10 terdakwa lainnya dinyatakan bersalah dan diberikan sanksi pidana. 

Meskipun pengadilan di tingkat banding pada tahun 2000 lalu membatalkan sanksi pemecatan dari institusi TNI. "Tapi, peran Tim Mawar dalam penghilangan paksa tetap harus dipertanggung jawabkan. Apalagi laporan Komnas HAM menyebut adanya keterlibatan Kopassus yang dikendalikan oleh Prabowo Subianto, dalam kasus itu," katanya. 

1. Pengangkatan Nugroho dinilai bagian dari konsolidasi pemerintahan Prabowo

Presiden RI Prabowo Subianto saat menghadiri acara HUT ke-60 Partai Golkar yang diselenggarakan di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Kamis (13/12). (dok. Tim Komunikasi Prabowo)

Lebih lanjut, kata Dimas, pengangkatan Letjen Nugroho sebagai Kepala BSSN merupakan konsolidasi politik pemerintahan Prabowo. Hal itu ditandai dengan menempatkan figur-figur yang memiliki hubungan dekat dengan kekuasaan politik. 

"Figur-figur itu ditempatkan bukan berdasarkan kemampuan atau rekam jejak profesional melainkan karena relasi kedekatan. Hal ini dapat menciptakan budaya patronase," ujarnya. 

Menurut KontraS, Kepala BSSN yang memiliki tanggung jawab langsung ke presiden seharusnya diisi oleh sosok yang bertintegritas dan memiliki kompetensi. Bukan hanya dianggap loyal kepada penguasa. 

"Ini hanya akan memperburuk citra pemerintah yang terkesan mengutamakan loyalitas politik ketimbang kompetensi," tutur dia. 

2. Pemerintahan yang utamakan loyalitas patronase bisa berdampak buruk bagi publik

Kegiatan retreat Kabinet Merah Putih di Akmil Magelang, Jawa Tengah, 24-27 Oktober 2024. (Dok. Puspen TNI)

KontraS juga menyoroti bila pemerintahan Prabowo-Gibran lebih mengutamakan loyalitas patronase politik daripada prinsip keadilan, transparansi dan profesioanlisme, maka hal itu bisa berdampak buruk pada kualitas keputusan strategis. Ke depan, keputusan strategis lebih banyak dipengaruhi oleh kepentingan politik sempit ketimbang obyektivitas yang mengutamakan kepentingan negara dan rakyat. 

"Praktik semacam ini juga dapat berdampak buruk bagi proses rekrutmen dan promosi di tubuh TNI. Alih-alih memberikan kesempatan kepada individu yang memiliki kemampuan dan kredibilitas terbaik, jabatan-jabatan strategis justru lebih sering diisi oleh mereka yang dianggap loyal kepada penguasa," kata Dimas. 

Padahal, profesionalisme seharusnya menjadi landasan utama dalam penempatan pejabat tinggi. "Hal ini bisa menurunkan risiko kualitas pengambilan keputusan karena kebijakan militer dan keamanan negara dapat dipengaruhi oleh faktor politik yang sempit dan bukan berdasarkan analisis obyektif yang berorientasi kepada kepentingan publik," tutur dia. 

3. Prabowo tak serius tuntaskan pelanggaran kasus HAM

Ilustrasi Hak Asasi Manusia (HAM). (IDN Times/Aditya Pratama)

KontraS juga menyoroti bahwa pengangkatan Letjen Nugroho sebagai Kepala BSSN menunjukkan sikap bahwa pemerintahan Prabowo tidak serius dalam menuntaskan kasus pelanggaran berat HAM. Letjen Nugroho sudah terbukti di Mahkamah Militer ikut terlibat dalam penghilangan paksa sejumlah aktivis pada 1997 lalu. 

"Pengangkatan Nugroho yang memiliki catatan sebagai pelaku penghilangan paksa, jelas mencederai upaya pemulihan hak korban dan keluarga mereka," kata Dimas. 

Menurut pedoman PBB untuk keadilan transisi, institusi yang terlibat dalam pelanggaran HAM harus direformasi. Termasuk dengan mengevaluasi individu pelaku kejahatan HAM di dalamnya. 

"Bukan justru diberi jabatan strategis. Pemerintah seharusnya memastikan bahwa orang-orang dengan rekam jejak kelam dalam pelanggaran HAM tidak menduduki posisi tinggi dalam struktur pemerintahan, terutama di sektor keamanan," tutur dia. 

Sementara, pelantikan Letjen Nugroho sebagai Kepala BSSN masih menunggu keppres. Sebelumnya, Hinsa Siburian dilantik menjadi Kepala BSSN pada Mei 2019 lalu. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Dwifantya Aquina
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us