Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Perjuangan Ibu Lawan Rasa Takut pada COVID-19 demi Imunisasi Buah Hati

Seorang bayi dan ibunya menunggu giliran imunisasi di Posyandu Rampai. (IDN Times/Dini Suciatingrum)
Seorang bayi dan ibunya menunggu giliran imunisasi di Posyandu Rampai. (IDN Times/Dini Suciatingrum)

Jakarta, IDN Times – Riuh suara tawa dan tangis anak bawah lima tahun (balita) mewarnai pos pelayanan terpadu (Posyandu) Rampai VI, Jalan Cempaka, Jatibening, Pondok Gede, Bekasi, Selasa (12/4/2022).

Tampak seorang ibu menggendong dan berusaha menaruh buah hatinya yang menangis, di dalam timbangan yang terletak di atas meja. Keringat mengalir di dahi sang ibu.

"Bentar saja kok nak, bentar ya anak pintar," ujarnya menenangkan anaknya yang berusia 20 bulan.

Bagi Nungki, demikian nama ibu tersebut, momen posyandu merupakan kegiatan yang wajib dilakukan untuk memantau pertumbuhan dan meningkatkan kekebalan anaknya melalui imunisasi.  Terlebih sang anak yang bernama Abizair, lahir saat pandemik COVID-19 melanda.

"Alhamdulilah meski covid, imunisasi  anak saat ini sudah lengkap tidak ada yang lewat," ujarnya pada IDN Times.

Pikiran Nungki melayang, mengingat kembali perjuangan mendapatkan imunisasi rutin untuk buah hatinya saat kasus COVID-19 melonjak tinggi. Saat jadwal imunisasi tiba, Nungki rela mendatangi puskesmas terdekat. Meski diliputi perasaan takut tertular COVID-19, namun dia memberanikan diri untuk melangkahkan kaki keluar agar Abizair dapat imunisasi dasar lengkap.

Dia mengatakan, saat kasus COVID-19 meningkat tidak ada posyandu di daerahnya yang beroperasi, sehingga dia harus mendatangi puskesmas dengan protokol kesehatan yang ketat.

"Takut sih ada, tapi demi kekebalan anak ya harus divaksin apalagi saat covid gini, vaksin rutin menurut saya wajib ya untuk melindungi anak," paparnya.

Pandemik COVID-19 membuat program imunisasi terhambat

Lain cerita dengan Rahmawati yang melewatkan jadwal imunisasi buah hatinya yang bernama Athallah, yang kini sudah berusia 2 tahun. Dia mengaku Athallah hanya mendapatkan vaksinasi rutin sampai usia 6 bulan.

"Saat itu covid juga lagi tinggi banget, jadi takut keluar rumah, apalagi ke puskesmas kan bahaya juga, jadi mending tunda dulu deh," katanya.

Keputusan menunda imunisasi diperkuat dengan diskusi para ibu di grup WhatsApps, yang ternyata tidak sedikit yang melewatkan jadwal imunisasi karena mendengar kabar jika pelayanan imunisasi ditunda.

Namun hal tersebut tidak berlangsung  lama, sebab petugas puskesmas Jatibening langsung terjun mendatangi rumah warga untuk mencari balita yang belum divaksin.

"Kami jemput bola, datangi rumah ke rumah dengan dibantu kader karena mereka yang mempunyai daftar anak-anak yang belum di imunisasi, karena memang saat kasus (COVID-19) tinggi pelayanan vaksinasi rutin di puskesmas setop," ujar Kepala Tata Usaha Puskesmas Jatibening, Fitri.

Fitri mengatakan, saat angka kasus virus dari Wuhan tersebut tinggi memang dilakukan jaga jarak dan mengurangi kontak. Saat itu, dia mengarahkan orang tua datang ke puskesmas agar anak bisa mendapatkan imunisasi dengan menerapkan protokol ketat.

"Beberapa orang tidak berani ke puskesmas, tetapi pelayanan imunisasi tetap berjalan tiap Senin, Rabu, dan Kamis, namun memang saat kasus tinggi sempat dihentikan. Tapi saat ini posyandu sudah banyak kok mulai digelar," ujarnya.

Tidak dipungkiri pandemik COVID-19  membuat program imunisasi terhambat. Banyak orang tua yang takut membawa anaknya ke puskesmas atau posyandu. Kondisi ini diamini Ketua Bidang Hubungan Masyarakat dan Kesejahteraan Anggota Pengurus Ikatan Dokter Anak Indonesia, dr. Hartono Gunadi.

Dia mengungkapkan, situasi pandemik COVID-19 ini merupakan suatu hal yang sangat menghambat program imunisasi, dan ini sangat berisiko untuk mendapatkan double outbreak.

Sebanyak 1.714.471 anak belum mendapatkan Imunisasi Dasar Lengkap selama pandemik

Seorang bayi saat menjalani imunisasi di Posyandu Rampai. (IDN Times/Dini Suciatingrum)
Seorang bayi saat menjalani imunisasi di Posyandu Rampai. (IDN Times/Dini Suciatingrum)

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah anak yang tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap pada 2019 sampai 2022 sebanyak 1.714.471 jiwa.

Tak main-main, menurunnya cakupan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) untuk anak selama 2 tahun selama pandemik COVID-19, berpotensi memicu timbulnya wabah penyakit atau Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

“Imunisasi dasar lengkap saja belum cukup memberikan perlindungan terhadap PD3I (penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi), karena beberapa antigen memerlukan besar atau pemberian dosis lanjutan pada usia 18 bulan, usia anak sekolah, dan usia dewasa, sehingga sekarang tidak hanya mengejar imunisasi dasar lengkap tapi juga mengejar imunisasi rutin lengkap,'' ujar Plt Direktur Pengelolaan Imunisasi Ditjen P2P Kemenkes dr. Prima Yosephine dalam temu media yang digelar virtual, Senin (11/4/2022).

Prima mengakui, cakupan vaksinasi rutin turun sejak pandemik COVID-19 melanda. Padahal Kemenkes sudah mengeluarkan PMK (Peraturan Menteri Kesehatan) tentang pelaksanaan vaksinasi di masa pandemik.

Tantangan penerapan imunisasi di Indonesia

Plt. Direktur Pengelolaan Imunisasi Ditjen P2P Kemenkes RI, dr. Prima Yosephine dalam temu media yang digelar virtual, Senin (11/4/2022)/IDN Times Dini Suciatiningrum
Plt. Direktur Pengelolaan Imunisasi Ditjen P2P Kemenkes RI, dr. Prima Yosephine dalam temu media yang digelar virtual, Senin (11/4/2022)/IDN Times Dini Suciatiningrum

Prima menerangkan, ada sejumlah tantangan untuk menerapkan program imunisasi, di antaranya masih terdapat daerah-daerah kantong yang cakupan imunisasinya ini sangat berisiko untuk timbulnya KLB penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yaitu difteri, campak, dan lain-lain.

Selain itu, komitmen pemerintah daerah belum cukup tinggi, terutama untuk penyediaan operasional imunisasi. Padahal imunisasi ini merupakan salah satu standar pelayanan minimal yang menjadi tanggung jawab pemerintah, baik kabupaten maupun kota.

 “Kita juga masih menemukan penolakan imunisasi terkait isu yang beredar terkait kehalalan, takut KIPI. Kemudian layanan ini masih terkendala karena mutasi SDM cukup tinggi,” katanya.

Prima membeberkan capaian imunisasi nasional tahun 2021, dari target 93,6 persen bisa mencapai 84,2 persen. Prima menerangkan, beberapa provinsi yang tetap berkomitmen dan berhasil mencapai target di masa pandemik seperti Sulawesi Selatan, Bali, Yogyakarta, dan Bengkulu.

Sementara dibandingkan tahun 2019, cakupan imunisasi dasar lengkap pada 2020 menurun karena Indonesia masuk masa pandemik. Namun pada 2021 cakupan imunisasi mulai bangkit.

“Kalau kita kumulatif kan ada sekitar 1,7 juta anak di Indonesia pada 2019 sampai 2021 yang belum lengkap cakupan imunisasi dasar lengkap, tentu berisiko mengalami PD31 atau outbreak di daerah tersebut. Kita harus lakukan intervensi dengan memberikan imunisasi di daerah itu, jika kita bisa mempertahankan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata, tidak akan ada KLB. Tetapi jika makin turun, maka bahaya KLB semakin besar,” ungkapnya.

Jurus Kemenkes lengkapi imunisasi anak demi cegah KLB di berbagai daerah

Kemenkes menerapkan sejumlah strategi untuk mengejar imunisasi anak yang tidak lengkap, yakni dengan meningkatkan penguatan melalui umpan balik setiap 3 bulan melaporkan pada pemerintah dengan tembusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), agar mengeluarkan instruksi kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan capaian imunisasi serta melampirkan hasil survei PD3I.

Kemudian, Kemenkes mengupayakan vaksin dan logistik imunisasi dalam jumlah cukup dan tepat waktu, meningkatkan kerja sama dan integrasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait serta swasta dalam upaya mendukung akselerasi capaian imunisasi rutin, lalu memperkuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dalam program imunisasi, advokasi melalui pihak-pihak lembaga keagamaan.

Prima menambahkan, pihaknya juga melakukan strategi khusus sesuai sasaran imunisasi. Khusus untuk anak bayi dan baduta (bawah dua tahun) akan dilakukan pelacakan secara serentak untuk melengkapi status imunisasi. Kemenkes juga bekerja sama dengan Dinas Pendidikan untuk menjangkau imunisasi anak usia sekolah.

“Bulan Mei yang akan datang kita akan melakukan Bulan Imunisasi Anak Nasional, kita akan menutup gap tadi 1,7 juta anak yang belum lengkap imunisasi dasarnya, kita akan coba kejar melakukan baik imunisasi polio, kita berikan imunisasi Penta bagi yang belum, lalu kita akan memberikan imunisasi tambahan baik campak maupun rubella, dengan tujuan memberikan dosis tambahan tanpa memandang status imunisasi ini untuk mencapai juga target eliminasi campak rubella, yang rencana akan dicapai di tahun 2023,” imbuhnya.

Imunisasi kejar solusi bagi anak yang tertinggal jadwal imunisasinya

Infografis jadwal imunisasi anak/IDN Times Aditya
Infografis jadwal imunisasi anak/IDN Times Aditya

Sementara itu, dokter spesialis anak Arifianto mengatakan, untuk mencapai kadar perlindungan maka imunisasi harus diberikan sesuai jadwal yang telah ditentukan. Jadwal imunisasi terbagi atas jadwal imunisasi dasar dan jadwal imunisasi ulangan.

“Ada yang cukup satu kali imunisasi, ada yang memerlukan beberapa kali imunisasi dan bahkan pada umur tertentu diperlukan ulangan imunisasi. Jadwal imunisasi tersebut dibuat berdasarkan rekomendasi WHO dan organisasi profesi yang berkecimpung dalam imunisasi setelah melalui uji klinis. Oleh karena itu, jika ada imunisasi yang belum diberikan sesuai jadwal yang seharusnya, atau imunisasi tertunda, imunisasi harus secepatnya diberikan atau dikejar,” ujarnya.

Imunisasi kejar merupakan upaya memberikan imunisasi kepada individu dengan sebab tertinggal satu atau lebih dosis vaksin dari yang seharusnya diberikan. Pelaksanaannya bisa bersamaan dengan jadwal imunisasi rutin atau pada kegiatan imunisasi khusus.

''Ketepatan waktu imunisasi harus tetap terjaga, karena imunisasi itu selain harus ikut dengan jadwal yang ada, sebisa mungkin harus tepat waktu. Ini penting terbukti dengan ketepatan waktu imunisasi sesuai jadwal tingkat kekebalan itu akan tercapai terhadap PD3I, dan secara luas akan mencegah terjadinya wabah,'' ujar Arifianto.

 

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
Dini Suciatiningrum
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us