Badai Musim Dingin Hantam Gaza, Pengungsi Tewas Tertimpa Reruntuhan

- Korban jiwa terus berjatuhan akibat cuaca ekstrem, termasuk kematian seorang wanita dan seorang anak.
- Ribuan tenda pengungsi hancur dan terendam banjir, memaksa warga hidup dalam ketakutan.
- PBB mengutuk blokade bantuan oleh Israel yang memperburuk penderitaan warga Gaza selama badai musim dingin.
Jakarta, IDN Times - Badai musim dingin yang membawa hujan lebat dan angin kencang kembali menghantam Jalur Gaza. Cuaca ekstrem tersebut menyebabkan kematian tragis seorang perempuan Palestina akibat runtuhnya tembok bangunan yang rusak di Kota Gaza.
Kondisi ini menambah daftar panjang penderitaan warga sipil yang bertahan hidup di tengah blokade dan serangan Israel. Ribuan tenda darurat yang menjadi satu-satunya tempat berlindung bagi pengungsi dilaporkan tergenang air banjir atau hancur tersapu angin kencang.
1. Korban jiwa terus berjatuhan akibat cuaca ekstrem

Menurut laporan Al Jazeera, seorang perempuan berusia 30 tahun bernama Alaa Marwan Juha tewas seketika setelah tembok rumah yang rusak akibat serangan Israel menimpa tenda tempat ia berlindung di lingkungan Al-Rimal. Insiden nahas pada Minggu (28/12/2025) tersebut juga melukai beberapa anggota keluarganya yang berada di lokasi sama.
Selain perempuan tersebut, Pertahanan Sipil Gaza melaporkan kematian seorang anak berusia tujuh tahun di wilayah utara. Laporan menyebutkan anak tersebut tewas tenggelam di dalam sumur.
Data Kantor Media Pemerintah (GMO) di Gaza mencatat setidaknya 20 orang telah tewas akibat runtuhnya bangunan atau tenda sejak awal musim dingin ini. GMO juga melaporkan sebanyak 49 bangunan roboh total karena tidak kuat menahan terjangan angin dan hujan deras.
Ancaman kematian tidak hanya datang dari reruntuhan, tetapi juga suhu dingin. Sedikitnya 15 warga Palestina, termasuk tiga bayi, dilaporkan meninggal dunia akibat hipotermia sepanjang Desember ini karena minimnya penghangat dan perlindungan yang layak.
2. Ribuan tenda pengungsi hancur dan terendam banjir

Hujan deras tanpa henti telah mengubah kamp-kamp pengungsian di Khan Younis dan Deir al-Balah menjadi kolam lumpur. Ribuan tenda yang terbuat dari kain tipis dan plastik tidak mampu menahan terjangan air serta angin kencang yang melanda wilayah pesisir tersebut.
Banyak pengungsi terpaksa menjahit kembali kain tenda yang robek dengan tangan gemetar demi mendapatkan sedikit kehangatan. Kondisi tenda yang tidak layak huni memaksa warga hidup dalam ketakutan akan tertimpa pohon atau puing bangunan setiap kali angin bertiup kencang.
“Ini adalah pohon kedua yang menimpa kami karena angin, kami duduk di sini dalam keadaan sekarat. Tuhan melindungi kami; jika tidak, semua orang di sini akan mati syahid,” ujar Eyad Abu Jdeyan, seorang pengungsi di Deir al-Balah, dilansir CNN.
Direktur Jaringan LSM Palestina (PNGO), Amjad Shawa, menyatakan tenda bukanlah solusi tempat tinggal yang manusiawi bagi pengungsi. Ia mendesak komunitas internasional segera mengirimkan mobile home atau karavan karena tenda yang ada tidak memberikan perlindungan cukup terhadap banjir.
3. PBB kecam blokade bantuan oleh Israel

Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) memperingatkan, cuaca buruk ini menambah penderitaan warga yang sudah hidup dalam kesengsaraan selama lebih dari dua tahun perang. Kepala UNRWA menyoroti lambatnya aliran bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza akibat pembatasan oleh otoritas Israel.
Pasokan kebutuhan dasar seperti makanan, obat-obatan, dan perlengkapan musim dingin masih jauh di bawah kebutuhan mendesak ratusan ribu pengungsi. Sistem kesehatan yang berada di ambang kehancuran semakin memperburuk risiko kematian akibat penyakit musim dingin yang mudah menular di kamp padat penduduk.
“Lebih banyak hujan, lebih banyak penderitaan manusia, keputusasaan, dan kematian. Orang-orang di Gaza bertahan hidup di tenda-tenda yang rapuh dan tergenang air serta di antara reruntuhan,” kata Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, dilansir TRT World.
Agresi Israel di Gaza sejak Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 71.200 warga Palestina dan melukai lebih dari 171.200 lainnya. Infrastruktur yang hancur total membuat warga tidak memiliki tempat aman untuk berlindung dari gempuran militer maupun badai musim dingin.


















.jpg)