Polemik Impor Beras Dinilai Bisa Berdampak ke Pencapaian Jokowi

- Direktur SDR menilai skandal mark up impor beras Bapanas-Bulog Gate 2024 mencoreng prestasi Presiden Jokowi.
- Pihaknya melaporkan dugaan skandal ke KPK terkait harga impor beras Bulog yang jauh lebih tinggi dari penawaran perusahaan asal Vietnam.
- Suhardi Duka mengkritisi Bapanas dan Bulog yang berubah orientasi menjadi fokus impor daripada perbaikan hulu produksi. Pembentukan pansus mark up beras dianggap penting untuk mengungkap kebenaran atas polemik isu.
Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto menilai bahwa dugaan kasus mark up impor beras Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Perum Bulog bisa mencoreng prestasi Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Sebab, dugaan nilai korupsi dari skandal mark up impor beras Bapanas dan Bulog Gate 2024 ditaksir mencapai lebih dari Rp2,7 triliun.
Hari menuturkan, pihaknya telah melaporkan dugaan skandal mark up impor beras Bapanas-Bulog Gate 2024 tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Bahwa berdasarkan data yang kami temukan diperoleh informasi rata-rata harga yang dikenakan (Bulog)untuk beras seharga 660 dolar AS/ton cost, insurance, and freight (CIF),” kata Hari dalam keterangannya, Minggu (14/7/2024).
“Jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat pada Maret 2024 RI sudah mengimpor beras sebanyak 567,22 ribu ton atau senilai 371,60 juta dolar AS. Berarti Bulog mengimpor beras dengan harga rata-rata 655 dolar AS/MT CIF Indonesia,” sambungnya.
Hari menambahkan, kasus yang menyeret Bulog itu semakin terkuak karena realisasi harga dari pemenang tender lainnya jauh lebih tinggi daripada penawaran perusahaan asal Vietnam Tan Long Group yang hanya 538 dolar AS per ton.
Ia menilai sebaiknya KPK segera memeriksa Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi terkait dugaan skandal mark up impor beras. Selain itu, KPK juga dianggap perlu memeriksa Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi.
“KPK diminta dapat segera memeriksa Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi terkait dugaan skandal mark up impor beras,” imbuhnya.
1. Komisi IV DPR kritisi Bapanas dan Perum Bulog

Sementara, Anggota Komisi IV DPR RI, Suhardi Duka mengkritisi Bapanas yang justru tidak fokus pada perbaikan hulu produksi lantaran merubah orientasi pangan menjadi impor.
Hal itu disampaikan Suhardi menanggapi dugaan skandal mark up impor impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar.
“Saya menilai dengan hadirnya Bapanas, terjadi perubahan orientasi tentang pangan yang tadinya kita fokus untuk memperbaiki hulu dan produksi kini berubah menjadi ketersediaan dengan orientasi impor,” kata Suhardi.
Suhardi mengakui, perubahan serupa juga telah terjadi di tubuh Perum Bulog.
“Bulog juga berubah orientasi tidak lagi menjadi penyangga hasil panen tapi menjadi operator impor dan penjualan,” jelas Suhardi.
Dengan kondisi demikian, Suhardi memandang, jika tidak ada perubahan Paradigma dari kedua lembaga tersebut maka impor pangan, khususnya beras akan menjadi sumber ketersedian bukan lagi produksi.
“Kalau paradigma ini tidak diperbaiki maka impor akan menjadi sumber ketersediaan bukan lagi produksi,” imbuhnya.
2. DPR buka opsi bentuk pansus

Selain itu, Suhardi menyebut pembentukan pansus mark up beras ini penting dilakukan untuk mengungkap kebenaran atas polemik isu yang mencuat. Ia berharap pansus dapat dibentuk dalam waktu dekat.
"Pansus setuju kalau memang kuat dugaan mark up harga pembelian (beras),” katanya.
3. DPR duga murahnya beras impor karena stok lama

Suhardi menduga murahnya harga beras impor ini merupakan stok milik negara-negara produksi yang telah lama tersimpan di gudang.
“Beras impor itu murah karena stok negara-negara produksi yang ada di gudang mereka, sehingga rasanya kurang enak karena beras stok enam bulan ke atas,” kata dia.