Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Peraturan Polri 2025 Dipersoalkan, MK Diminta Buka Suara

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • Polemik Perpol 10/2025, MK diminta memberikan penjelasan resmi terkait aturan yang memperbolehkan polisi aktif mengisi jabatan sipil di 17 kementerian dan lembaga.
  • Hendri Satrio mendorong MK memberi penjelasan agar tidak terjadi kesimpangsiuran tafsir terkait Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 karena tidak semua masyarakat memahami hukum secara mendalam.
  • Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan sekaligus mantan Ketua MK, Mahfud MD, menyatakan Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan undang-undang.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pengamat Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, mendorong Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan penjelasan resmi terkait terbitnya Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri. Aturan yang diteken Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 9 Desember 2025 itu memperbolehkan polisi aktif mengisi jabatan sipil di 17 kementerian dan lembaga.

Hendri menilai, sikap MK diperlukan untuk menjawab kebingungan publik, terutama setelah adanya Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang menegaskan larangan polisi aktif menduduki jabatan sipil.

“Jadi bisa saja kemudian mereka beranggapan karena MK-nya tidak bicara maka Kapolri atau polisi tidak melanggar keputusan MK, atau ada juga kubu yg anggap bahwa Polri melanggar keputusan MK karena percaya Mahfud MD,” kata Hendri dalam keterangannya, Senin (15/12/2025).

1. Rakyat dinilai butuh penjelasan

IMG_20250608_171927.jpg
Ilustrasi polisi pelaku pelecehan seksual terhadap korban pemerkosaan di kantor polisi. (IDN Times/Putra F. D. Bali Mula)

Pendiri lembaga survei KedaiKopi itu menegaskan, tidak semua masyarakat memahami hukum secara mendalam. Karena itu, menurut dia, negara wajib memberi penjelasan yang terang agar tidak terjadi kesimpangsiuran tafsir terkait Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025.

“Tidak semua rakyat itu paham hukum atau ahli hukum, jadi kalau kemudian multitafsir seperti ini ya wajar saja terjadi, nah dalam kondisi multitafsir yang mereka ikuti ya yang mereka paling percayai,” ujarnya.

“Misalnya Pak Mahfud, atau penjelasan DPR ya DPR, tapi kan dalam hal ini nama Mahfud yang juga dipercaya bahkan lebih dipercaya mungkin, jadi karena ketidakpahaman itu jadi masyarakat mencari sumber informasinya sendiri sendiri. Untuk menetralisir perlu MK beri penjelasan,” lanjut Hendri.

2. MK perlu menjelaskan agar polemik tidak berkepanjangan

ilustrasi Polisi (IDN Times/Irfan Fathurohman)
ilustrasi Polisi (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Hendri, yang akrab disapa Hensat, menilai polemik ini kian tajam setelah mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan sekaligus mantan Ketua MK, Mahfud MD, menyatakan Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan undang-undang.

Mahfud menyebut aturan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah dan melanggar Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Ketentuan itu, kata Mahfud, telah dipertegas melalui Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025.

“Ada 2 kubu selain Polri dan MK yang berkembang saat ini, yaitu kubu percaya Mahfud MD dan kubu percaya penjelasan Komisi 3 DPR, maka akan baik bila dua kubu ini bertemu sehingga clear pesan sesungguhnya yang diterima rakyat,” beber Hensat.

Karena itu, ia mendorong MK, melalui juru bicaranya, memperjelas tafsir Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Menurutnya, kejelasan ini penting agar tidak muncul interpretasi yang merugikan masyarakat maupun institusi Polri.

"Kalau memang Kapolri tak melanggar ya MK mesti bilang tak melanggar, demikian pula sebaliknya, bila melanggar ya katakan melanggar," katanya menegaskan.

3. Putusan MK: Polisi aktif dilarang duduki jabatan sipil

Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) dalam sidang Kamis, 13 November 2025. Perkara tersebut terdaftar dengan Nomor 114/PUU-XXIII/2025.

Dalam putusannya, MK menegaskan Kapolri tidak dapat lagi menunjuk polisi aktif untuk menduduki jabatan sipil sebelum yang bersangkutan pensiun atau mengundurkan diri dari dinas kepolisian.

MK menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Frasa tersebut dinilai menimbulkan ketidakjelasan norma serta membuka ruang multitafsir.

Putusan ini sekaligus menegaskan prinsip netralitas dan profesionalisme Polri dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us

Latest in News

See More

Prabowo: Pejabat Datang ke Daerah Bencana Jangan Hanya Foto-Foto!

15 Des 2025, 16:07 WIBNews