Peraturan Polri Nomor 10/2025 Menentang Konstitusi dan Rencana Presiden

- Peraturan Polri 10/2025 menentang konstitusi dan rencana Presiden
- Aturan ini memungkinkan anggota polisi aktif untuk tetap menduduki jabatan sipil, bertentangan dengan putusan MK dan rencana reformasi kepolisian.
- Mahfud MD menilai aturan ini melanggar undang-undang karena tidak ada mekanisme alasan penugasan dari Kapolri.
- Putusan MK menyatakan Kapolri tidak bisa lagi menunjuk polisi aktif menduduki jabatan sipil sebelum mereka pensiun atau mengundurkan diri dari dinas kepolisian.
Jakarta, IDN Times - Kapolri Jenderal Polisi Sigit Prabowo resmi menerbitkan Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Aturan ini menjadi karpet merah bagi polisi aktif menduduki jabatan di 17 kementerian/lembaga.
Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari menilai, peraturan ini justru berseberangan karena menentang Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan rencana Presiden RI Prabowo Subianto, yang gencar melakukan reformasi kepolisian.
"Saya pikir itu terbuka menentang dua hal. Satu, menentang konstitusi, karena putusan MK sudah menyatakan bahwa tidak diperkenankan anggota polisi aktif untuk berada di ruang kekuasaan masyarakat sipil, baik terhadap jabatan struktural maupun non-struktural. Kedua, itu menentang rencana Presiden untuk melakukan reformasi kepolisian yang sedang digagas oleh beberapa figur," kata dia dalam keterangannya dikutip Senin (15/12/2025).
1. Terkesan ingin anggota polisi aktif terus ada di ruang jabatan sipil

Feri menegaskan, aturan ini menunjukkan bahwa Polri terus berupaya agar personelnya bisa tetap bisa menduduki jabatan sipil.
"Jadi bagi saya agak terburu-buru, kesan yang ingin ditimbulkan adalah peraturan ini untuk merencanakan proses anggota Polri tetap berada di ruang jabatan sipil terus ada. Padahal harusnya dipikirkan kembali bagaimana tata kelola yang sesuai dengan putusan MK dan Undang-Undang Dasar 1945," ungkapnya.
2. Mahfud MD layangkan kritik

Senada, Guru besar hukum tata negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mahfud MD, menilai Peraturan Polri 10/2025 mengenai penempatan polisi aktif di kementerian atau lembaga sipil menyalahi undang-undang.
Sesuai dengan Pasal 28 ayat 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 mengenai kepolisian, anggota kepolisian yang mau bekerja di instansi sipil lainnya harus berhenti dari institusi Bhayangkara atau mereka harus minta pensiun.
"Tidak ada lagi mekanisme alasan penugasan dari Kapolri," ujar Mahfud di dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/12/2025).
Undang-Undang mengenai Kepolisian itu diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Peraturan Kapolri itu juga bertentangan dengan Pasal 19 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 mengenai ASN.
"Di dalam UU ASN diatur bahwa anggota TNI dan Polri bisa masuk ke jabatan sipil tertentu sesuai dengan yang diatur di dalam UU TNI dan UU Polri. Di dalam UU TNI, sudah diatur dengan jelas 14 jabatan sipil yang bisa ditempati oleh anggota militer.
"Sedangkan di UU Polri sama sekali tidak menyebut adanya jabatan sipil yang bisa ditempati oleh anggota Polri kecuali mengundurkan diri atau minta pensiun dari Polri. Jadi, Perkap itu tidak ada dasar hukum dan konstitusionalnya," tutur mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan itu.
3. Putusan MK: Kapolri tidak bisa lagi menunjuk polisi aktif menduduki jabatan sipil

Sebelumnya, MK menerima permohonan gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) dalam sidang yang digelar Kamis, 13 November 2025. Permohonan itu teregister dengan nomor 114/PUU-XXIII/2025.
MK menegaskan, Kapolri tidak bisa lagi menunjuk polisi aktif menduduki jabatan sipil, sebelum mereka pensiun atau mengundurkan diri dari dinas kepolisian.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan frasa atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri dalam Penjelasan Pasal 28 ayat 3 UU Polri, bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
MK juga menilai frasa atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri dalam penjelasan Pasal 28 ayat 3 UU Polri, menimbulkan ketidakjelasan norma dan membuka ruang multitafsir.
Lebih lanjut, MK pun menjelaskan ketentuan dalam Pasal 28 ayat 3 UU Polri sebenarnya sudah cukup jelas. Pasal tersebut menjelaskan anggota kepolisian dapat menduduki jabatan di luar kepolisian, setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.


















