Profil Pontjo Sutowo, Bos PT Indobuildco Kalah Gugatan Pemerintah soal Hotel Sultan

- Profil Pontjo Sutowo, anak mantan Direktur Utama Pertamina
- Karier Pontjo, dari galangan kapal hingga manajemen Hotel Sultan
Jakarta, IDN Times – Kisah sengketa Hotel Sultan yang telah berlarut-larut selama bertahun-tahun kembali mencuat. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan menolak gugatan PT Indobuildco, perusahaan yang menaungi hotel mewah di kawasan Gelora Bung Karno (GBK) melawan Menteri Sekretaris Negara dkk. Tak hanya kalah, perusahaan tersebut juga dihukum untuk membayar ganti rugi sebesar 45.356.473 dolar AS atau sekitar Rp754,9 miliar.
“Menyatakan tergugat rekonvensi untuk mengosongkan dan mengembalikan kepada para penggugat rekonvensi bidang tanah eks HGB No.26/Gelora dan eks HGB No.27/Gelora berikut bangunan dan segala sesuatu yang melekat di atasnya,” bunyi putusan yang dilihat IDN Times.
Di balik perusahaan yang menggugat pemerintah, terdapat seorang nama yang sudah lama dikenal, Pontjo Sutowo. Lantas, siapakah pria berusia 75 tahun yang menjadi Direktur Utama PT Indobuildco ini?
1. Profil Pontjo dan hubungan dengan rezim orde baru

Pontjo Sutowo lahir pada 17 Agustus 1950 di Palembang. Dia adalah anak keempat dari tujuh bersaudara, pasangan Ibnu Sutowo dan Zaleha binti Sjafe’ie. Ayahnya, Ibnu Sutowo, adalah mantan Direktur Utama Pertamina yang dikenal sebagai orang dekat mantan Presiden Soeharto.
Dikutip dari memoarnya, "Pontjo Sutowo: Pengusaha yang Terpanggil," latar belakang keluarganya ini membawanya masuk ke dalam lingkaran bisnis dan politik yang erat. Dia menempuh pendidikan di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB) dan kemudian melanjutkan di Teknik Mesin Universitas Trisakti.
Di luar bisnis, kehidupan pribadinya dibangun bersama Darwina Sudarminingsih, yang dinikahinya pada 1970. Pasangan ini dikaruniai enam orang anak, yaitu Nurleika, Heramina, Shindi, Nugra, Inaya, dan Prasetyo.
2. Karier Pontjo dan pengalaman organisasinya

Sebelum memegang kendali atas Hotel Sultan, dia lebih dulu mendirikan PT Adiguna Shipyard. Pada usia 20 tahun, dia sudah menjabat sebagai Direktur Utama. Di bawah kepemimpinannya, perusahaan galangan kapal ini telah memproduksi sekitar 500 kapal dengan bobot mati terbesar 3.500 DWT (deadweight tonnage).
Dia mulai masuk ke dunia perhotelan pada 1972. Sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada 1982, dia turun tangan langsung untuk mengambil alih manajemen Hotel Sultan yang saat itu sedang bermasalah. Sejak saat itulah, namanya lekat dengan hotel tersebut.
Selain itu, Pontjo juga memegang berbagai jabatan tinggi dalam berbagai organisasi pengusaha. Beberapa di antaranya mencakup Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Ketua Umum Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI/Polri (FKPPI) periode 2021-2026, serta menjadi anggota Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Masyarakat Pariwisata Indonesia (MPI), World Tourism Organization (WTO), ASEAN Tourism Association (ASEANTA), dan Australia Indonesia Development Area (AIDA).
3. Akar konflik hotel sultan

Sengketa ini berakar pada sejarah yang panjang. Hotel Sultan yang dahulu bernama Hotel Hilton. Hotel ini dibangun di atas lahan yang dibebaskan pada era Presiden Soekarno untuk fasilitas Asian Games 1962. Awal mula masalah bermula pada 1971, ketika PT Indobuildco dari keluarga Sutowo ditugaskan membangun kompleks GBK, termasuk hotel di atas tanah negara.
Konflik memanas setelah Hak Guna Bangunan (HGB)yang berakhir pada 2002 dan diperpanjang hingga 2023, akhirnya habis. Pemerintah, melalui Pusat Pengelolaan Komplek GBK (PPKGBK), menolak memperpanjang HGB tersebut. Penolakan inilah yang memicu gelombang gugatan hukum dari PT Indobuildco yang berpuncak pada kekalahan dan hukuman ganti rugi yang harus mereka tanggung dalam putusan baru-baru ini.















