Puan: Dinas Luar Negeri DPR Dibekukan, Kecuali Konferensi Kenegaraan

- Tunjangan rumah DPR dihentikan sejak 31 Agustus
- DPR akan bertransformasi, janji bakal terbuka
- DPR-Prabowo didesak tuntaskan tuntutan 17+8
Jakarta, IDN Times - Ketua DPR RI, Puan Maharani menerima audiensi sejumlah tokoh yang tergabung dalam wadah bernama Majelis Mujadalah Kiai Kampung. Pertemuan yang berlangsung selama hampir dua jam itu digelar tertutup.
Hadir dalam kesempatan itu, Peneliti Senior BRIN, Siti Zuhro; Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga tokoh NU; KH Marsudi Syuhud; mantan Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi; hingga Pakar Komunikasi Effendi Gazali.
Dalam kesempatan itu, Puan menyampaikan permohonan maaf atas sikap atau pernyataan sejumlah anggota DPR yang menyinggung perasaan publik.
"Saya minta maaf jika ada anggota yang bertutur atau berlaku kurang berkenan. Memang ada beberapa informasi yang beredar, tapi tidak semuanya sesuai fakta,” ujar Puan, dalam keterangannya, dikutip Jumat (5/8/2025).
1. Tunjangan rumah DPR dihentikan sejak 31 Agustus

Puan menjelaskan, ada sejumlah isu yang sempat memicu kegaduhan, seperti kenaikan gaji hingga tunjangan kompensasi perumahan bagi anggota DPR. Ia memastikan tunjangan rumah tersebut sudah disetop sejak 31 Agustus 2025.
Selain itu, DPR juga memberlakukan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri.
"Tidak pernah ada kenaikan gaji. Terkait tunjangan perumahan, per 31 Agustus sudah dihentikan. Moratorium sudah diberlakukan untuk kunjungan luar negeri, terutama oleh komisi, kecuali untuk agenda konferensi kenegaraan yang betul-betul mewakili negara,” kata dia.
2. DPR akan bertransformasi, janji bakal terbuka

Terakhir, Puan berjanji bahwa DPR sedang menjalani proses transformasi kelembagaan secara menyeluruh. Salah satunya DPR juga tengah memperkuat transparansi melalui sistem digital.
“Semua laporan kegiatan dan rapat terbuka DPR sekarang sudah dimuat di website DPR. Kami sungguh-sungguh ingin melakukan transformasi kelembagaan. DPR harus lebih terbuka, aspiratif, dan akuntabel,” ungkap dia.
Ia juga berjanji DPR akan mengutamakan kualitas legislasi dan mendorong partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation) dalam pembahasan UU.
"Kami ingin mengutamakan kualitas dibanding kuantitas. Tapi tentu ada juga UU yang perlu dibahas cepat karena kebutuhan mendesak pemerintah,” kata Legislator Fraksi PDIP itu.
3. DPR-Prabowo didesak tuntaskan tuntutan 17+8

Aksi unjuk rasa besar-besaran terhadap DPR pada pekan lalu membuat pemangku kepentingan akhirnya memberikan respons. Kemarahan publik semakin meletup ketika seorang pengemudi ojek daring, Affan Kurniawan, tewas dilindas mobil rantis milik Brimob Polri. Alhasil, tuntutan yang disampaikan seolah terpecah-pecah serta tak fokus.
Co-founder platform Bijak Memilih, Andhyta F. Utami (AFU) bersama beberapa aktivis dan content creator berinisiatif untuk merangkum semua tuntutan yang tersebar di ruang publik. Ia merangkumnya menjadi konten yang diberi judul '17+8' Tuntutan Rakyat. Transparansi. Reformasi. Empati.
Menurut perempuan yang akrab disapa Afu itu, dengan adanya rangkuman tuntutan tersebut, diharapkan penyampaian aspirasi bisa lebih sistematis dan ditagih ke pemerintah dan DPR.
"Tujuan utama (dari pembuatan konten) untuk merangkum. Karena kan kemarin sempat kehilangan arah karena ada beberapa versi tuntutan, sudah evolve gerakannya menjadi berbagai bentuk. Niat kami sesimpel mengembalikan berbagai jalur gerakan ini baik mahasiswa hingga buruh ke tujuan awalnya," kata dia.