Rektor Nonaktif Universitas Pancasila Edie Toet Divisum Psikiatrikum

Jakarta, IDN Times - Rektor nonaktif Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hedratno menjalani pemeriksaan visum et psikiatrikum dalam kasus pelecehan seksual terhadap dua karyawan UP. Pemeriksaan dilakukan di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur pada hari ini (22/3/2024) pukul 09.00 WIB.
Pengacara Edie, Faizal Hafied mengatakan, kliennya diperiksa atas dua laporan polisi yang saat ini dalam penyelidikan Polda Metro Jaya. Laporan tersebut yakni No: LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA dan No: LP/B/36/I/2024/SPKT/BARESKRIM POLRI.
“Sedang berlangsung,” kata Faizal kepada IDN Times, Jumat (22/3/2024).
1. Pihak Edie berharap visum psikiatrikum mematahkan tuduhan pelecehan seksual

Faizal berharap, pemeriksaan visum et psikiatrikum ini bisa mematahkan tuduhan pelecehan seksual oleh kliennya.
“Dalam UU TPKS, visum termasuk salah satu alat bukti,” kata Faizal.
“Semoga dengan dilakukan visum et psikiatrikum kepada klien kami, dapat menguatkan apa yang disampaikan oleh klien kami dan membersihkan nama klien kami dari segala tuduhan yang dialamatkan kepadanya,” imbuhnya.
2. Edie Toet Hendratno dilaporkan 2 korban pelecehan seksual

Dalam kasus ini, polisi menerima dua laporan korban pelecehan oleh Edie, yakni inisial RZ dan DF. Polisi telah memeriksa sembilan saksi termasuk korban dan terlapor di kasus RZ.
Sementara itu, polisi juga telah memeriksa enam saksi dalam laporan pelecehan seksual DF, termasuk korban dan terlapor.
Adapun dugaan pelecehan seksual yang dialami RZ terjadi setahun lalu, yaitu pada Februari 2023. Sedangkan dugaan pelecehan seksual yang dialami DF terjadi pada 9 Desember 2023.
DF mengundurkan diri dari kampus usai dugaan pelecehan seksual itu terjadi. Sementara RZ dimutasi ke kampus pascasarjana.
RZ terlebih dahulu melaporkan kasus dugaan pelecehan ke Polda Metro Jaya pada 12 Januari 2024. Sedangkan DF melapor ke Mabes Polri pada 28 Januari 2024. Sementara dua laporan polisi itu kini tengah ditangani penyidik Polda Metro Jaya.
3. Kronologi pelecehan seksual oleh rektor nonaktif UP

Kuasa hukum korban, Amanda Manthovani, menyampaikan kronologi pelecehan yang diduga dilakukan rektor Universitas Pancasila kepada kliennya.
Dia menjelaskan, RZ merupakan kepala bagian humas di rektorat. Sementara, DF saat itu merupakan karyawan honorer.
“Ya jadi sebenarnya ini ada dua korban yang melaporkan membuat laporan ada dua bukan satu orang, dan kebetulan dua orang ini kuasa hukumnya saya juga," kata dia dalam keterangannya kepada awak media, Sabtu (24/2/2024).
Berdasarkan keterangannya, RZ awalnya mendapat laporan dari sekretaris rektor bahwa hari itu harus menghadap. Panggilan itu terjadi pada siang hari sekitar pukul 13.00 WIB.
"Pas dia buka pintu, rektornya sedang duduk di kursi kerjanya. Di seberang kursi atau meja kerja rektor itu banyak kursi-kursi, agak jauh posisinya," ucap Amanda.
RZ akhirnya mencari tempat di kursi yang agak panjang dan posisinya jauh dari tempat Edie duduk. Edie saat itu memberikan sejumlah arahan kepada RZ mengenai pekerjaan. RZ pun mencatat arahan tersebut. Namun secara perlahan Edie mendekati RZ dan duduk di satu bangku yang sama.
“Gak lama kemudian, dia (korban) sambil duduk nyatet-nyatet, tiba-tiba dia dicium sama rektor pipinya. Nah langsung dia, 'saya langsung berdiri, saya kaget dan saya sebenarnya inginnya, ingin saya ngamuk, ingin mukul, tapi saya masih sadar dan saya langsung ketakutan' (menirukan pernyataan korban). Dia langsung buru-buru ingin keluar," tutur Amanda.
Namun sebelum keluar dari ruangan, Edie sempat meminta RZ untuk meneteskan obat ke matanya.
“Terus sebelum dia keluar, rektor dengan bahasa baik yang lembut, 'ini coba kamu sebelum keluar, mata saya lihat dulu'. Katanya (Edie) 'mata saya merah gak?" jelas Amanda.
“RZ bilang 'gak Prof, gak merah,' 'ya udah nih tetesin dulu.' Dia ngambil obat tetes tuh. Dia menuju tasnya, tasnya rektor diambil, 'tetesin saya dulu, baru keluar,' intinya gitu lah," sambungnya.
Saat meneteskan obat mata ke Edie, RZ secara tiba-tiba mendapat pelecehan seksual lagi.
“Karena sudah kejadian tadi dicium, dia gak berani dong deket-deket. Jadi rektor duduk, RZ berdiri, tapi posisi RZ ada disamping kanannya rektor sambil agak menjauh badannya membungkuk tapi agak jauh meneteskan obat tetes mata. Tapi secara tiba-tiba tangan kanannya Prof itu meremas payudara dia," tutur Amanda.
Sementara itu, korban lainnya, DF juga mendapat pelecehan seksual di ruangan Edie. Kala itu, DF yang masih 23 tahun bekerja sebagai pegawai honorer. Di ruangan yang sama, DF mendadak dicium oleh Edie.
“Hampir sama sih kejadiannya, cuma DF memang dicium tapi posisinya itu mukanya DF itu dipegangin terus dicium. Si DF kan waktu itu usainya masih muda, kejadiannya itu dia masih 23 tahun, ya, dia pegawai honorer. Gak lama dari kejadian itu ya udah dia mengundurkan diri, dia sudah trauma, psikisnya juga," ungkap Amanda.
Amanda menyampaikan, sebenarnya kasus pelecehan seksual oleh rektor Universitas Pancasila itu terjadi pada awal 2023. Adapun alasan korban baru melaporkan ke kepolisian setahun kemudian karena korban mengaku khawatir dan takut jika harus berurusan dengan rektor.
“Sebenarnya ada beberapa tipe yang namanya perempuan, ini kan ada hubungannya relasi kuasa. Artinya, dengan penguasa dan bawahan. Itu kan banyak pertimbangan. Rasa ketakutan, apalagi dia tahu lah yang namanya rektor itu, ya dia punya uang, dia banyak koneksi. Kan di otak dia, 'kalau aku lapor ini gimana? Aku habis' begitu kan pemikiran dia, takut gitu. rasa takut," jelas Amanda.