Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Rektor Paramadina: Ide Presiden Kembali Dipilih MPR Tak Lagi Relevan

Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini. (Dokumentasi Universitas Paramadina)

Jakarta, IDN Times - Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, menilai wacana pemilihan presiden yang kembali dipilih lewat Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sesuai dengan UUD 1945 yang asli, dinilai sudah tidak relevan.

Pemilihan presiden melalui MPR dikhawatirkan membuka peluang terciptanya pemimpin tiran. Sebab, di sistem UUD 1945 yang lama, lebih mudah untuk mengendalikan para anggota DPR dan MPR. 

"Pada saat ini saja, presiden pun dapat dengan mudah mengendalikan anggota DPR melalui beberapa pemimpin partainya," ujar Didik yang dikutip lewat keterangan tertulis pada Minggu (9/6/2024). 

Ia menjelaskan, dulu para pendiri bangsa memilih sistem demokrasi perwakilan karena rakyat yang melek huruf sangat sedikit.

"Pada tahun 1940-an, tingkat literasi melek huruf rakyat Indonesia jauh di bawah 10 persen. Lebih dari 90 persen penduduk tidak mengenyam pendidikan," imbuhnya. 

Hal itu menyebabkan mereka tidak paham betul apa itu konsep demokrasi. Didik menyebut upaya untuk kembali ke UUD 1945 yang asli sudah muncul sejak lima tahun lalu. Salah satu pencetus ide tersebut adalah Ketua Partai Gerindra, Prabowo Subianto. 

1. Prabowo sempat keluhkan sistem demokrasi Indonesia melelahkan

Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto menjadi pembicara di acara IISS Shangri-La Dialogue ke-21 2024 di Singapura (IDN Times/Istimewa)

Dalam pandangan Didik, dorongan agar presiden kembali dipilih oleh MPR bukan tanpa alasan. Demokrasi langsung yang telah dijalankan empat kali justru memperlihatkan ekses negatif. Mulai dari banyaknya politisi yang melanggar aturan main, politik uang hingga praktik politik curang. 

Indonesia, kata Didik, sesungguhnya lebih dari dua dekade berhasil menjalankan pemilu presiden secara langsung. Bahkan, di dunia internasional, Indonesia kerap dipuji sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. 

"Tetapi, presiden terpilih Prabowo Subianto sempat menyatakan bahwa demokrasi langsung ini melelahkan," kata Didik. 

Sampai saat ini belum ada kelanjutan dan aksi secara politik di MPR. Hal itu dikonfirmasi oleh Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad. Ia menyatakan belum ada pembicaraan dari parpol terkait amandemen UUD 1945 yang menyangkut pemilihan presiden. 

"Jadi, kalau dibilang seluruh parpol sudah sepakat, saya sudah crosscheck, bahwa ternyata parpol-parpol belum diajak berbicara. Jadi, baru sebatas wacana saja," ujar Dasco di Jakarta pada 7 Juni 2024 lalu. 

2. Aturan main bukan ubah sistem pemilihan presiden

Gedung DPR/MPR (IDN Times/Amir Faisol)

Pria yang juga merupakan anggota kajian ketatanegaraan MPR RI itu menyebut, sejumlah elite sudah setuju agar pemilihan presiden kembali lewat MPR. Ia menyebut sejumlah nama, termasuk Ketua MPR, Bambang Soesatyo dan mantan Ketua MPR, Amien Rais. 

"Itu sah-sah saja dan boleh. Tetapi, yang sah itu belum tentu selamat kan?" kata Didik ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada hari ini. 

Ia pun menyarankan, alih-alih kembali ke sistem lama yang memilih presiden lewat MPR, sebaiknya aturan main dalam berdemokrasi yang diperbaiki. Aturan seperti pelarangan praktik politik uang harus tegas diimplementasikan. 

"Ibarat sistem di jalan raya, banyak terjadi pelanggaran dan semrawut. Jangan infrastruktur jalannya yang dibongkar dan diganti. Tetapi, aturan berlalu lintasnya yang ditegakkan," imbuhnya. 

3. Bamsoet tepis safari politiknya untuk ubah pemilihan presiden

Pimpinan MPR di DPP PKB (IDN Times/Aryodamar)

Sementara, Ketua MPR Bambang Soesatyo menepis ada pernyataannya yang sepakat untuk mengubah format pemilihan presiden. Pria yang akrab disapa Bamsoet itu menyebut isi UUD 1945 saat ini sudah sesuai. 

"Tidak ada ucapan yang disampaikan dari kami, pimpinan, bahwa kami sudah memutuskan amandemen (UUD 1945). Itu tidak ada. Apalagi mengubah sistem pemilihan presiden di MPR," ujar Bamsoet di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, pada 8 Juni 2024 lalu. 

Bamsoet mengatakan kunjungan yang dilakukan MPR hanya untuk menyerap aspirasi. Terutama, yang berkaitan dengan amandemen terbatas untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dengan menambah dua ayat di dua pasal UUD 1945.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Vanny El Rahman
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us