Rendahnya Upah Driver Ojol Bisa Menurunkan Daya Beli Masyarakat

- Menurunnya upah driver ojek online berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat.
- Kebijakan penurunan komisi driver ojol bisa berdampak negatif bagi perekonomian, menekan PDB hingga 5,5 persen dan mengancam 1,4 juta pekerjaan.
- Menteri Perhubungan ingin mendengar pendapat perusahaan transportasi online terlebih dulu sebelum memutuskan penurunan potongan komisi ojol menjadi 10 persen.
Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara), Agung Yudha menilai anjloknya upah driver ojek online (ojol) bisa berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat.
”Industri ojol, taksol, dan kurir online berkontribusi sekitar 2 persen terhadap PDB Indonesia. Bila komisi dipaksakan turun, dampaknya bisa sangat besar," kata dia dalam keterangannya, Senin (26/5/2025).
“Hilangnya pendapatan pengemudi akan menurunkan daya beli mereka, yang kemudian berdampak pada sektor makanan, kebutuhan pokok, hingga layanan keuangan seperti pinjaman dan cicilan,” sambung Agung.
1. Khawatir berdampak negatif pada perekonomian

Agung juga menjelaskan dampak besar yang terjadi bila komisi driver ojol dipaksa turun. Menurutnya, kebijakan itu bisa berdampak negatif bagi perekonomian.
"Akibat hanya 10 sampai 30 persen mitra pengemudi yang bisa terserap ke lapangan kerja formal; Penurunan aktivitas ekonomi digital bisa menekan PDB hingga 5,5 persen; sekitar 1,4 juta orang terancam kehilangan pekerjaan; dan dampak ekonomi total bisa mencapai Rp178 triliun, termasuk efek berantai pada sektor lain," ungkapnya.
2. Perlu kebijakan yang berhati-hati dalam pertimbangkan keberlanjutan ekosistem

Sementara, Menteri Perhubungan (Menhub), Dudy Purwagandhi memberikan pandangan yang lebih berhati-hati dalam mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem secara menyeluruh.
Hal itu disampaikan menanggapi usulan penurunan potongan komisi ojol dari 20 persen menjadi 10 persen kembali mengemuka sebagai upaya memperbaiki kesejahteraan mitra pengemudi.
Dudy menyatakan, aplikator memiliki skema potongan yang bervariasi dan pengemudi bebas memilih platform sesuai preferensi. Sebenarnya pemerintah bisa saja mengabulkan tuntutan itu. Namun, Dudy menegaskan, pemerintah ingin mendengar pendapat perusahaan terlebih dulu.
"Bisa enggak diturunin? Kalau saya tidak berpikir keseimbangan berkelanjutan, bisa saja. Enggak ada susahnya menandatangani (aturan yang menurunkan potongan menjadi) 10 persen," kata Dudy, saat berdiskusi dengan perwakilan empat perusahaan transportasi online di Aroem Resto & Cafe Jakarta, Senin (19/5/2025).
"Tapi rasanya tidak arif bagi kami kalau kami tidak mendengar semuanya,” sambungnya.
Ia mengatakan, transportasi online sudah menjadi ekosistem. Kebijakan tak hanya berpengaruh bagi perusahaan dan driver ojol, tapi juga pengguna layanan hingga jutaan UMKM.
Dalam diskusi itu, Dudy mendengar pertimbangan dari empat perusahaan transportasi online. Sebagian besar menggunakan potongan 20 persen untuk operasional perusahaan dan pengembangan bisnis.
"Kami juga harus melihat bahwa ekosistem yang ada sekarang ini ini harus dijaga keseimbangannya," ujarnya.
Dia tak memastikan apakah akan mengabulkan atau menolak tuntutan ojol. Ia mengatakan hendak mendengarkan masukan dari semua pihak, termasuk para driver ojol. Komisi 20 persen ini merupakan pilar penting dalam menjaga keberlangsungan bisnis platform digital yang sudah menjadi ekosistem kompleks dan berpengaruh luas. Potongan tersebut membiayai infrastruktur teknologi, layanan pelanggan, pengembangan produk, serta program insentif yang menjaga keseimbangan antara pengemudi, pelanggan, dan UMKM.
"Bagaimana caranya supaya pengemudi tetap stay, customer tetap stay, kemudian jaringan ekosistemnya tetap berjalan dengan baik. Ini penting," ujar Dudy.
3. Tuntutan massa aksi demo besar driver ojol di Monas

Sebelumnya, ribuan driver ojol dari berbagai aplikasi menggelar aksi besar di Monas, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (20/5/2025).
Mereka membawa sejumlah tuntutan utama, di antaranya:
1. Presiden RI dan Menteri Perhubungan memberikan sanksi tegas kepada perusahaan aplikasi pelanggar regulasi, yaitu Permenhub PM Nomor 12 Tahun 2019, Kepmenhub KP Nomor 1001 Tahun 2022.
2. DPR RI Komisi V agar menggelar RDP gabungan dengan Kemenhub, asosiasi, dan aplikator.
3. Potongan aplikasi 10 persen
4. Revisi tarif penumpang hapus slot, hemat, prioritas.
5. Tetapkan tarif layanan makanan dan kiriman barang, libatkan asosiasi, regulator, aplikator, dan YLKI.