Sampah di Indonesia Menggunung! Tembus 18 Juta Ton per Tahun

HPSN 2023 jadi babak baru pengelolaan sampah di Indonesia

Jakarta, IDN Times - Masalah sampah di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah semua pihak yang harus segera diselesaikan. Sebab belasan juta ton sampah tertimbun di Tanah Air setiap tahun.

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada 2022, timbunan sampah di Indonesia 18,30 juta ton per tahun, angka pengurangan sampah 4,89 juta ton per tahun atau setara 26,72 persen, dan penanganan sampah 9,25 juta ton per tahun atau setara 50,55 persen.

Kemudian, data sampah terkelola ada 14,14 juta ton per tahun atau setara 77,28 persen, dan sampah tidak terkelola sebanyak 4,16 juta ton per tahun atau setara 22,72 persen.

SIPSN juga mencatat komposisi sampah berdasarkan jenis didominasi sampah sisa makanan 41,9 persen, sampah tumbuhan (kayu, ranting, dan daun) 12 persen, sampah kertas atau karton 10,7 persen, sampah plastik 18,7 persen, dan sampah lainnya 6,9 persen.

Sementara itu, komposisi sampah berdasarkan sumber sampah masih didominasi rumah tangga dengan angka mencapai 37,6 persen, pasar tradisional 16,6 persen, dan pusat perniagaan 22,1 persen.

Baca Juga: PHINLA Dongkrak Ekonomi Warga DKI Jakarta Melalui Bank Sampah

1. HPSN 2023 jadi babak baru pengelolaan sampah di Indonesia

Sampah di Indonesia Menggunung! Tembus 18 Juta Ton per TahunIlustrasi sampah plastik (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2023 menjadi babak baru pengelolaan sampah di Indonesia, menuju era nol limbah dan nol emisi.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan HPSN adalah renungan untuk menyikapi persoalan sampah yang ada di negeri ini.

“Tahun ini menjelang 2025, kami harapkan sudah siap untuk menuntaskan persoalan sampah, dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dengan potensi nilai ekonomi yang dimiliki oleh sampah,” kata Vivien, dalam keterangan tertulis,  Rabu (1/2/2023).

Setiap 21 Februari, Indonesia memperingati Hari Peduli Sampah Nasional sebagai bentuk pengingat peristiwa longsoran sampah di TPA Leuwigajah di Kota Cimahi, Jawa Barat. Insiden 18 tahun silam tersebut menewaskan 157 orang akibat tertimbun longsoran sampah.

Peristiwa itu tidak hanya berimplikasi mengalihkan perhatian dan fokus ke pengelolaan sampah terintegrasi, namun dampak yang lebih besar terjadi terhadap lingkungan dan ekosistem kehidupan global yaitu perubahan iklim.

"HPSN sebenarnya adalah renungan bahwa persoalan sampah harus kita sikapi karena sampah itu kita produksi setiap hari 0,7 kilogram per orang dan harusnya sampah itu bisa kita kelola," ujar Vivien.

2. Fenomena perubahan iklim harus menjadi pemantik utama

Sampah di Indonesia Menggunung! Tembus 18 Juta Ton per TahunIlustrasi dampak pemanasan global (Unsplash/ Karsten Würth)

Vivien mengungkapkan konsekuensi fenomena perubahan iklim menjadi pemantik utama konsolidasi konsep dan strategi dalam membangun kolaborasi, untuk mengelola serta menyelesaikan masalah sampah di Indonesia.

Menurut Vivien, keseriusan pemerintah Indonesia untuk mencegah dampak perubahan iklim diawali dengan meratifikasi Paris Agreement to the United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada 2016.

Pada sektor pengelolaan sampah, KLHK telah menerapkan skema pengelolaan sampah dengan pengembangan elaborasi prinsip dasar reduce, reuse, dan recycle (3R), yaitu mengoptimalkan rantai nilai pengelolaan sampah di sumber dengan pemanfaatan teknologi dan peningkatan fasilitas pengolahan sampah yang dikelola secara profesional serta terintegrasi.

Baca Juga: Sampah Plastik Indonesia Mengalir hingga ke Seychelles

3. Sampah harus menjadi nilai ekonomi

Sampah di Indonesia Menggunung! Tembus 18 Juta Ton per TahunIlustrasi daur ulang sampah (ANTARA FOTO/Syaiful Arif)

Sampai 2060, kegiatan rantai pengelolaan sampah menjadi target utama dalam perwujudan implementasi perencanaan operasional. KLHK berupaya meningkatkan pengelolaan seluruh TPA untuk mengimplementasikan metode pengelolaan controlled atau sanitary landfill melalui pemanfaatan gas metan pada 2025.

Kemudian, KLHK menargetkan tidak ada lagi pembangunan TPA baru mulai 2030, dengan penggunaan TPA eksisting akan dilanjutkan hingga masa operasional selesai, serta menambang sampah sudah mulai dilakukan dan tidak ada pembakaran liar mulai 2031.

Selain itu, pemerintah juga mengoptimalkan fasilitas pengolahan sampah seperti PLTSa, RDF, SRF, biodigester, dan magot untuk sampah biomassa; operasional TPA diperuntukkan khusus sebagai tempat pembuangan sampah residu pada tahun 2050; dan penguatan kegiatan pemilahan sampah di sumber dan pemanfaatan sampah sebagai bahan baku daur ulang.

"Itulah yang sekarang kami kembangkan, sampah untuk kesejahteraan masyarakat. Jadi, intinya sampah bukan sesuatu yang dibuang, tetapi bagaimana caranya itu bisa mempunyai nilai ekonomi," pungkas Vivien.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya