Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Setahun Prabowo, Ini Suara Gen Z soal HAM, Keamanan dan Lapangan Kerja

Pasangan Calon Nomor Urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. (dok. TKN Prabowo-Gibran)
Pasangan Calon Nomor Urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. (dok. TKN Prabowo-Gibran)
Intinya sih...
  • Gen Z masih meraba arah kebijakan Prabowo, optimistis tapi perlu realistis. Mahasiswa Bekti Eko Prasetyo menyebut arah kebijakan menarik dan progresif, namun belum sepenuhnya terasa di masyarakat.
  • Cenderung pesimis, pemerintah hanya fokus program populis. Juru Bicara Bilal Mumtazkilah mengkritisi kebijakan populis dan minimnya analisis kritis dalam perencanaan fiskal.
  • Delapan poin Asta Cita Prabowo-Gibran mencakup ideologi Pancasila, kemandirian bangsa, lapangan kerja berkualitas, pembangunan SDM, reformasi politik dan hukum, serta harmoni dengan lingkungan dan budaya.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan memasuki usia satu tahun pada Senin, 20 Oktober 2025.

Tak terasa Prabowo-Gibran yang pada Pilpres 2024 lalu mendapat nomor urut dua sebagai capres-cawapres, berhasil dinobatkan sebagai pemenang. Mereka menang telak mengalahkan dua lawannya yakni duet paslon nomor urut satu, Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar dan paslon nomor urut tiga, Ganjar Pranowo - Mahfud MD.

Prabowo-Gibran bersama parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM), sejak awal mengusung visi Prabowo-Gibran bertajuk "Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045". Sementara, misi pemerintahan yang punya warna khas biru langit ini dituangkan dalam delapan poin yang dinamakan Asta Cita.

Dari delapan poin atau Asta Cita itu, tiga teratas di antaranya Prabowo-Gibran fokus membahas mengenai ideologi Pancasila, demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM), sistem pertahanan keamanan negara, kemandirian melalui pswasembada, ekonomi, lapangan kerja, kewirausahaan, industri kreatif, dan pengembangan infrastruktur.

Terkait isu-isu itu, IDN Times mewawancarai sejumlah generasi muda yang berasal dari kalangan Gen Z, yakni mereka yang lahir pada 1997 sampai 2012, tentang pandangan mereka terhadap satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran.

1. Gen Z masih meraba arah kebijakan Prabowo, optimistis tapi perlu realistis

Desain tanpa judul_20251013_142413_0000.png
Ilustrasi anak muda milenial dan Gen Z (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Salah satu yang diwawancarai adalah mahasiswa Ekonomi Syariah UIN Bandung, Bekti Eko Prasetyo. Dia mengatakan, sebagai anak muda masih meraba bagaimana arah kebijakan Prabowo-Gibran setelah berusia satu tahun.

Ia berujar, apabila dilihat secara keseluruhan, satu tahun pertama Prabowo-Gibran masih jadi fase penyiapan fondasi. Banyak kebijakan sudah mulai bergerak, tapi dampaknya belum sepenuhnya terasa bagi masyarakat luas. Pemerintah sudah menunjukkan niat baik dengan arah kebijakan yang strategis, tapi keberhasilan Asta Cita akan sangat bergantung pada bagaimana kebijakan itu dijalankan secara konsisten, transparan, dan berpihak pada rakyat kecil terutama generasi muda yang nantinya akan jadi motor utama pembangunan.

"Sebagai generasi muda, kita boleh optimis terhadap arah visi besar Prabowo–Gibran, tapi tetap perlu kritis dan aktif mengawal agar setiap janji dan target dalam Asta Cita bukan cuma jadi wacana politik, melainkan benar-benar berubah menjadi aksi nyata di lapangan," kata Bekti kepada IDN Times.

Bekti yang merupakan warga Jakarta ini menyebut, secara umum arah kebijakan Prabowo-Gibran memang menarik dan progresif karena menyentuh hal-hal fundamental seperti kemandirian ekonomi, pembangunan berkelanjutan, hingga pemberdayaan generasi muda. Namun dalam implementasinya, belum semua janji Prabowo-Gibran bisa terasa langsung di masyarakat.

"Jadi kalau ditanya aku lebih optimis atau pesimis, mungkin posisiku di tengah-tengah, optimis tapi tetap realistis. Ada langkah yang sudah kelihatan, tapi masih banyak PR yang harus diberesin," tegasnya.

Lebih lanjut, Bekti menanggapi isu di tiga poin pertama Asta Cita Prabowo-Gibran. Poin pertama, khusus dengan implementasi Pancasila dan HAM, pemerintah disebut memang sering menegaskan pentingnya nilai-nilai kebangsaan, terutama dalam memperkuat ideologi Pancasila di tengah arus globalisasi dan polarisasi politik. Tapi dalam praktiknya, penerapan nilai-nilai demokrasi dan HAM masih menghadapi tantangan besar.

Beberapa kasus pembatasan kebebasan berekspresi di ruang digital masih muncul, begitu juga dengan penanganan isu HAM yang kadang dianggap belum transparan dan tegas.

"Padahal, idealnya Pancasila dan HAM bukan cuma dijadikan simbol, tapi benar-benar diwujudkan dalam kebijakan publik yang memberi ruang bagi dialog dan partisipasi warga negara," tutur Bekti.

Ia menyoroti survei nasional dari Indikator Politik Indonesia yang menunjukkan bahwa meskipun sekitar 78 persen masyarakat merasa puas dengan kinerja awal pemerintahan Prabowo–Gibran, kepercayaan terhadap kebebasan berekspresi masih terbelah, di mana sekitar 40 persen responden merasa takut menyampaikan pendapat politik di ruang publik. Hal itu disebut menunjukkan masih ada jarak antara retorika dan realitas yang harus dijembatani lewat kebijakan yang lebih terbuka dan partisipatif.

Poin kedua Asta Cita terkait dengan kemandirian bangsa, terutama dalam hal pangan, energi, dan ekonomi hijau, pemerintah dianggap sudah mulai mengambil langkah-langkah awal yang cukup konkret. Misalnya, dalam bidang energi, pemerintah menargetkan porsi energi baru terbarukan (EBT) mencapai 17 sampai 20 persen pada tahun 2025, dan sudah ada lebih dari 50 proyek pembangkit energi terbarukan yang mulai beroperasi di berbagai daerah.

"Namun, data terakhir dari Kementerian ESDM yang aku ambil di tahun 2024 sebagai bahan penelitian aku, itu menunjukkan realisasi baru mencapai sekitar 14,6 persen, jadi target itu masih butuh percepatan," ujarnya.

"Terkait dengan sektor pangan, pemerintah memang mendorong program swasembada lewat peningkatan produktivitas pertanian dan pembangunan lumbung pangan baru. Tapi faktanya, impor beras dan komoditas pangan lain masih terjadi karena faktor cuaca ekstrem dan kenaikan biaya logistik. Jadi bisa dibilang, arah kebijakan sudah ke jalur yang benar, tapi hasil nyatanya belum sepenuhnya terasa di lapangan," ungkap Bekti.

Di sisi lain, perkembangan ekonomi kreatif dan ekonomi hijau mulai menunjukkan tren positif, terutama dari anak muda banyak UMKM dan start-up yang mengangkat produk lokal dan berorientasi pada keberlanjutan. Ini menandakan, kemandirian bangsa sebenarnya mulai tumbuh dari bawah, bukan hanya dari program pemerintah.

Kemudian poin ketiga Asta Cita soal lapangan kerja dan kewirausahaan, Bekti menilai isu ini jadi yang paling dekat dengan kehidupan generasi muda.

"Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS, yang saya ambil di bulan Februari 2025, jumlah pengangguran di Indonesia turun ke level 4,76 persen, yang merupakan angka terendah sejak krisis 1998. Bahkan tercatat ada 3,59 juta lapangan kerja baru dalam satu tahun terakhir. Angka ini jelas menunjukkan ada kemajuan dalam penciptaan pekerjaan. Tapi kalau kita dalami lagi, sebagian besar pekerjaan yang muncul masih berada di sektor informal dan dengan upah yang relatif rendah," jelasnya.

Data BPS juga mencatat rata-rata upah buruh nasional hanya sekitar Rp3,09 juta per bulan, angka yang di banyak kota besar masih di bawah kebutuhan hidup layak. Oleh sebab itu, yang perlu jadi catatan Prabowo-Gibran ialah meskipun angka pengangguran turun, kualitas pekerjaan masih jadi tantangan utama.

Bekti memaparkan, sebenarnya semangat kewirausahaan dan industri kreatif di kalangan anak muda semakin meningkat. Banyak mahasiswa dan fresh graduate yang mulai membangun usaha sendiri, entah lewat produk digital, kuliner, fashion, atau konten kreatif. Pemerintah sudah menyiapkan beberapa program dukungan seperti pelatihan, akses modal UMKM, hingga insentif pajak.

Kendati begitu, masih banyak pelaku wirausahawan muda yang masih kesulitan mengakses pendanaan atau jaringan pasar yang lebih luas. Artinya, kebijakan sudah ada, tapi perlu dikawal supaya dampaknya lebih terasa langsung di lapangan.

Di samping itu, dari sisi infrastruktur, Bekti tak memungkiri pembangunan fisik masih jadi salah satu kekuatan utama pemerintahan ini. Proyek jalan, bendungan, hingga infrastruktur digital terus berlanjut. Bekti menegaskan yang menjadi tantangan ke depan bukan hanya membangun infrastruktur, melainkan bagaimana memastikan pembangunan benar-benar mendorong pemerataan ekonomi dan meningkatkan produktivitas masyarakat.

2. Cenderung pesimis, pemerintah hanya fokus program populis

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka ketika ditetapkan sebagai presiden-wapres terpilih oleh KPU. (www.instagram.com/@prabowo)
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka ketika ditetapkan sebagai presiden-wapres terpilih oleh KPU. (www.instagram.com/@prabowo)

Pandangan berbeda disampaikan Juru Bicara Angkatan Muda Peduli Hukum, Bilal Mumtazkilah. Ia mengaku lebih cenderung pesimis Asta Cita Prabowo-Gibran bisa terwujud. Sebab pemerintah saat ini hanya fokus membuat kebijakan populis. Sementara fondasi pemerintah dan kualitas kebijakan jangka panjangnya masih minim.

"Karena di satu tahun ini, yang paling kentara adalah fokusnya itu terlalu terkonsentrasi di program-program yang sifatnya populis dan berbiaya sangat besar seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), sementara fondasi governance dan kualitas kebijakan jangka panjangnya ini yang kita lihat masih minim analisis kritis dan perencanaan fiskal yang jelas," kata dia saat dihubungi.

Terlebih, ia menyebut kritik publik dan akademisi soal kejelasan perencanaan dan eksekusi program ini sudah muncul dari 100 hari pertama. Kebijakan yang dibuat terlihat lebih elitis dan terkesan hanya memindahkan satu kebijakan populis ke kebijakan yang lain, tanpa menyelesaikan akar masalah.

"Kami, generasi muda, merasa masa depan bangsa dibebani oleh program jangka pendek yang mahal, tanpa adanya komitmen serius pada reformasi tata kelola pemerintahan yang bersih dan penegakan keadilan," ungkap Bilal.

Apalagi dengan format Kabinet Merah Putih yang semakin 'gemuk' yang diisi oleh 48 kementerian. Hal ini menimbulkan kekhawatiran soal potensi pemborosan anggaran dan hambatan dalam koordinasi implementasi Asta Cita itu sendiri.

"Kalau pondasinya sudah bermasalah, bagaimana kita bisa optimis dengan cita-cita besar di masa depan?," ucap Bilal mempertanyakan.

Bilal yang juga merupakan aktivis dari kelompok Blok Politik Pelajar ini pun mengkritisi tiga poin teratas yang dibahas dalam Asta Cita Prabowo-Gibran.

Ia mengatakan, masyarakat harus bersikap kritis terhadap upaya pemerintah dalam memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM). Di satu tahun ini, implementasi untuk sektor HAM itu terlihat sangat lemah.

"Coba lihat hasil kajian dari lembaga-lembaga riset seperti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) . Mereka menyoroti bahwa dalam 100 hari pertama saja, orientasi HAM dalam peraturan perundang-undangan itu dinilai sangat lemah, bahkan cenderung diperlakukan sebagai elemen minoritas. Pidato pelantikan Presiden bahkan tidak menyentuh frasa Hak Asasi Manusia secara eksplisit," tegas Bilal.

Ditambah lagi, masyarakat masih menghadapi ancaman terhadap kebebasan sipil dan berekspresi. Undang-undang bermasalah seperti UU ITE dan KUHP baru masih berpotensi besar untuk menghambat ruang kebebasan sipil, termasuk jurnalis, akademisi, dan pembela HAM. Menurut Bilal, janji pemerintah untuk memperkokoh demokrasi dan HAM ini dihadapkan pada realita di mana ruang kebebasan sipil terasa semakin menyempit.

"Ini jelas menjadi catatan merah besar," ucap dia.

Bilal juga mengomentari Asta Cita Prabowo-Gibran soal sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru. Ia menekankan, klaim pemerintah soal swasembada pangan dalam satu tahun ini masih sebatas narasi optimisme dan belum terwujud sepenuhnya.

Ia menyebut, memang ada klaim dari pihak pemerintah bahwa swasembada pangan itu targetnya bisa dicapai dalam waktu dekat. Bahkan Menteri Pertanian sempat menargetkan bisa swasembada dalam satu tahun dan tidak impor lagi dalam beberapa bulan ke depan. Tapi realitasnya, proyek besar seperti food estate masih jadi polemik dan belum terbukti efektif menopang kemandirian pangan secara substansial.

"Masih banyak tantangan di lapangan. Swasembada ini janji yang luar biasa berat, apalagi di tengah tantangan iklim ekstrem. Tanpa sistem yang benar-benar terintegrasi dan berkelanjutan, bukan sekadar proyek mercusuar, klaim swasembada ini hanya akan menjadi angan-angan. Untuk sektor energi, air, dan ekonomi kreatif/hijau/biru, progresnya hampir tidak terdengar gaungnya dibandingkan isu pangan. Jadi, untuk satu tahun ini, saya harus katakan belum terwujud secara nyata, dan implementasinya masih dipertanyakan," tegasnya.

Bilal juga pesimis pemerintah bisa mewujudkan Asta Cita poin ketiga soal meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif, dan melanjutkan pengembangan infrastruktur,

Senada dengan anak muda lain, isu mengenai lapangan kerja dianggap yang paling dekat. Bilal mengungkap, anak muda saat ini dihadapkan dengan sulitnya cari pekerjaan.

"Ini poin yang paling terasa bagi kami generasi muda yakni lapangan pekerjaan. Keluhan soal sulitnya mencari pekerjaan yang berkualitas itu bukan sekadar isu, tapi realita yang dihadapi banyak lulusan baru," terang Bilal.

Meski pemerintah berjanji akan melanjutkan pengembangan infrastruktur dan menegaskan pembangunan infrastruktur akan diserahkan sebagian besar ke swasta, realisasi penciptaan lapangan kerja berkualitas yang dijanjikan dianggap masih minim. Evaluasi di 100 hari kerja juga menunjukkan bahwa penilaian publik terhadap pencapaian program, termasuk soal ekonomi, masih belum optimal dan cenderung buruk.

3. Delapan poin Asta Cita Prabowo-Gibran

IMG-20250818-WA0005.jpg
Presiden RI, Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka (dok. Setwapres)

Berikut ini delapan poin Asta Cita Prabowo-Gibran:

1. Memperkokoh ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM).

2. Memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.

3. Meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif, dan melanjutkan pengembangan infrastruktur.

4. Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.

5. Melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.

6. Membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.

7. Memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba.

8. Memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam, dan budaya, serta peningkatan toleransi antarumat beragama untuk mencapai masyarakat yang adil dan Makmur.

Share
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us

Latest in News

See More

Gugatan Ditolak, Kubu Nadiem Sorot Tak Ada Hasil Audit Kerugian Negara

13 Okt 2025, 21:15 WIBNews