Duka Transpuan Tak Punya e-KTP: Sulit Urus Pemakaman hingga Perbankan

Kisah perjuangan transgender membuat e-KTP

Jakarta, IDN Times - Dunia tiba-tiba menjadi gelap ketika Ketua Komunitas Waria Jakarta Barat, Echi, mendapati sahabatnya telah pergi selama-lamanya. Kesedihannya tak berhenti sampai di situ. Ia harus menelan kenyataan sahabatnya yang juga seorang waria tak dapat dikubur dengan layak.

Hal itu karena sahabatnya tidak mempunyai identitas diri layaknya e-KTP. Tidak dikenal keluarga, tidak ada pihak keluarga yang dapat dihubungi, sehingga pemerintah pun bingung karena tidak ada pertanggungjawaban atas meninggalnya sahabatnya itu.

Hatinya teriris, tak hanya semasa hidup mendapatkan diskriminasi dari keluarga, saat meninggal pun tak ada keluarga sebagai wali yang bertanggung jawab. 

Sebagai sahabat, Echi berusaha sekuat tenaganya agar sahabatnya itu dapat dikuburkan secara layak. Meyakinkan pemerintah bahwa sahabatnya menjadi tanggung jawabnya melalui komunitas yang jadi tanggung jawabnya.

"Proses begitu panjang, tapi alhamdulillah dengan sekuat tenaga saya, saya bisa menguburkannya secara layak," kenang Echi saat ditemui IDN Times di Tangerang, Banten, Selasa, 8 Juni 2021.

Bercermin dari sahabatnya yang tak punya identitas diri hingga tak dapat dikubur secara layak, Echi berpikir pentingnya memiliki e-KTP. Terlebih lagi, ia bertanggung jawab atas 200 orang dari komunitasnya.

Beban yang ia pikul semakin sulit, ketika ia mengetahui proses pembuatan e-KTP tak semudah yang ia bayangkan untuk seorang transgender atau transpuan. Terlebih lagi, anggota komunitasnya datang dari berbagai daerah di luar Jakarta, di mana untuk pembuatan e-KTP memerlukan surat pindah.

Baca Juga: Pandemik, Kaum Transpuan di Tulungagung Beralih Pekerjaan

1. Sulitnya membuat e-KTP untuk transgender

Duka Transpuan Tak Punya e-KTP: Sulit Urus Pemakaman hingga PerbankanTranspuan/Transgender. (IDNTimes/Vamela).

Bukan tanpa alasan para transgender masih ada yang tak punya identitas diri. Untuk mendapatkan e-KTP, Echi yang juga pendamping para transgender harus kesulitan, karena membutuhkan surat pindah dari setiap transgender yang ingin membuat e-KTP. 

Di sisi lain, para transgender di bawah naungan Echi beberapa di antaranya datang ke Jakarta tanpa persiapan, seperti tak sempat membawa identitas namun memberanikan diri mengadu nasib ke Jakarta. Bahkan kepergiannya ada yang tak direstui orang tua.

"Dia sudah memohon dan meminta dengan keluarganya untuk mengirimkan surat pindah. Tapi sampai detik ini tidak bisa, karena takut anaknya akan menetap di Jakarta," cerita Echi.

Berbagai cara pun dilakukan Echi demi menolong teman-teman transgendernya mendapatkan surat pindah yang diminta, sebagai persyaratan pembuatan e-KTP. Mulai dari menghubungi keluarga untuk menyiapkan surat pindah dari kampungnya sampai melaporkan dari RT ke RW.

Tetapi kenyataan di lapangan tak seindah harapannya, karena begitu banyak rintangan dan kendala yang harus dihadapi, termasuk mengalami diskriminasi dan stigma terhadap transgender dari keluarga.

"Kebanyakan transpuan ini nekat merantau itu kan karena jati diri kita ini ya, dibilang gimana ya namaya lelaki, dengan postur lelaki, tubuh lelaki tapi jiwa perempuan. Pro-kontra dengan keluarga itu begitu banyak. Nah, jadi di sinilah kesulitannya ada banyak diskriminasi dan stigma dari keluarga," keluh Echi.

Bahkan, Echi bercerita salah satu anggotanya ada yang nekat mendapatkan e-KTP dengan cara 'menembak'. Karena keinginan yang besar dari seorang transgender untuk mendapatkan indentitas diri di DKI Jakarta, ia rela merogoh kocek hingga Rp700 ribu demi sebuah e-KTP.

Padahal, seperti yang sudah diketahui pemerintah tidak memungut biaya satu peser pun untuk pembuatan e-KTP jika memiliki surat pindah dari keluarga, RT dan kampung. Hanya saja, dokumen tersebut menjadi kesulitan dari para transgender. 

2. Tak punya uang cukup mengurus e-KTP

Duka Transpuan Tak Punya e-KTP: Sulit Urus Pemakaman hingga PerbankanIlustrasi Uang Rupiah (ANTARA/Laksa Mahendra/Sandi Arizona/Nusantara Mulkan)

Tak seperti temannya, Pebri yang juga seorang waria di bawah naungan Echi tidak memiliki cukup uang untuk mengurus e-KTP. Ia memilih bersabar menunggu adanya kemudahan dari pemerintah untuk mendapatkan e-KTP.

Bahkan, ia sudah menetap di Jakarta selama tujuh tahun dan tak pulang ke kampung halamannya di Palembang, Sumatra Selatan. Lagi-lagi, alasannya karena tidak punya uang cukup untuk kembali ke kampung halaman mengurus dokumen sekaligus bertemu keluarga. Padahal di balik semua itu ia merindukan keluarganya.

Pekerjaannya di Jakarta adalah menjadi seorang penata rias panggilan, penghasilannya bergantung adanya panggilan untuk menggunakan jasa tata rias wajahnya.

Sekali merias, ia hanya mendapatkan Rp50 ribu. Itu pun dibagi lagi untuk bosnya yang merupakan penyalur dirinya kepada pelanggan sebesar Rp30 ribu, sehingga ia hanya menerima Rp20 ribu dalam satu order riasan.

"Jadi kalau misalnya kayak ngerias penari kan biasanya ada enam, jadi itung aja dari Rp20 ribu udah berapa, aku juga sebenarnya sama," kata Bella yang juga teman Pebri membantu menjelaskan penghasilan Pebri saat sahabatnya itu tak sanggup mengungkapkan penghasilan sehari-harinya. 

Berbeda dengan Pebri, Jaman alias Bella yang juga rekan Echi mengaku memiliki pekerjaan sampingan di luar pekerjaan sehari-harinya yang memiliki atasan. Bella bekerja di salon sebagai penata rambut setiap Senin-Jumat, tetapi ia juga sebagai penata rias wajah, atau dikenal dengan freelance make up artists. 

Walaupun memiliki pekerjaan sampingan, ia juga tak berani merogoh kocek untuk membuat e-KTP dengan biaya yang menurutnya cukup besar. Apalagi pada saat pandemik COVID-19 seperti sekarang ini, pelanggan pun berkurang.

"Kalau pelanggan biasanya 2-3 orang sehari sekarang. Kalau dulu (sebelum pandemik) mah banyak, ya minimal 5-6 orang lah sehari. Orang tuh mau datang juga gimana gitu karena lagi musim COVID-19 kan, jadi ya dijalanin aja lah," kata Bella.

3. Tak bisa menabung di bank karena tak punya e-KTP, arisan jadi sarana menabung

Duka Transpuan Tak Punya e-KTP: Sulit Urus Pemakaman hingga PerbankanIlustrasi Uang Rp75000 (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Kesulitan lain tak punya e-KTP bagi transgender adalah tak bisa menabung di bank. Jelas, karena syarat menabung di bank membutuhkan e-KTP dan mereka tak punya akses tersebut, sehingga ada inisiatif menjadikan arisan sebagai sarana menabung.

"Menabung sendiri itu gak bakalan bisa, dia akan susah karena tidak mempunyai  e-KTP. Dengan digalakkan dengan arisan mereka akan prihatin untuk menabung," ujar Echi.

Dengan arisan, rekan-rekan komunitas Echi memiliki tanggung jawab dan tugas membayar tagihan walaupun sudah mendapatkan terlebih dahulu uang arisan tersebut.

"Ada bandarnya, bandar menyatakan berapa nominal yang harus dikumpulkan, misalnya Rp100 ribu, ya sudah berapa orang. Ibaratnya 60 orang berarti 60 orang terkumpul duit sekian juta, gitu," tutur Echi.

Maka itu, arisan menjadi sarana menabung untuk komunitas Echi karena tak bisa membuat rekening bank.

4. Dukcapil Kemendagri beri kemudahan proses e-KTP transgender, terasa nyata kemudahannya bagi para transgender

Duka Transpuan Tak Punya e-KTP: Sulit Urus Pemakaman hingga PerbankanTranspuan/Transgender. (IDNTimes/Vamela).

Setelah perjalanan panjang, kabar gembira menghampiri para transgender. Pada 25 April 2021, tepatnya, Direktorat Jenderal Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri) memberi kemudahan bagi kelompok transgender untuk membuat e-KTP, kartu keluarga, dan akta kelahiran. 

"Dukcapil seluruh Indonesia akan membantu teman-teman transgender untuk mendapatkan dokumen kependudukan. Bagi yang sudah merekam data caranya harus diverifikasi dengan nama asli dulu. Pendataannya tidak harus semua ke Jakarta. Di daerah masing-masing juga bisa dibantu oleh Dinas Dukcapil setempat. Termasuk untuk dibuatkan KTP elektronik sesuai dengan alamat asalnya," kata Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh dalam rapat koordinasi virtual di Jakarta, Jumat, 23 April 2021.

Hal itu juga sudah dibuktikan 30 dari 200 transgender yang sudah mendapatkan e-KTP, termasuk Pebri dan juga Bella yang dibantu Echi selaku pendamping transgender untuk membuat e-KTP.

Jika sebelumnya dalam pembuatan e-KTP membutuhkan surat pindah, saat ini tidak memerlukan lagi dokumen tersebut. Prosesnya menurut Echi juga cukup mudah.

Proses pembuatan e-KTP untuk para transgender dilakukan secara online melalui link yang diberikan Hartoyo, selaku penggerak usulan e-KTP dari transgender pada akhir April lalu.

Kemudian jika e-KTP sudah selesai akan dihubungi Dukcapil, agar para transgender yang membuat e-KTP hadir mengambil e-KTP-nya. Seluruh proses pembuatan e-KTP milik Bella dan Pebri dari pengajuan sampai selesai, dibantu Echi sebagai pendamping dan Hartoyo.

Link tersebut berisi pertanyaan terkait nama asli, nama panggilan, tempat tinggal saat ini, tempat tinggal di kampung halaman, nama orang tua, nama bapak kandung, Nomor Induk Kependudukan (NIK), tempat dan tanggal lahir serta nama pendamping.

"Harus ada pendamping, kayak saya nih membawa Pebri dan Bella, pendamping dari Jakarta Barat. Nomor telefon saya, alamat saya, ada pendamping," ujar Echi.

Tetapi, saat ini proses pembuatan e-KTP untuk transgender hanya dapat dilakukan di Dukcapil, Tangerang, Banten, serta 30 orang yang sudah memiliki e-KTP ini juga sebelumnya memiliki identitas lama.

Sedangkan, untuk para transgender yang tidak memiliki dokumen sama sekali masih dalam proses, belum ada yang jadi. 

"Baru mau kita coba kepada tiga transgender yang tidak ada dokumentasi, yang penting mereka ingat nama orang tua kandungnya, itu akan ke track di sistemnya," kata Echi.

Beruntungnya, Pebri dan Bella masih memiliki dokumentasi. Pebri memiliki photocopy KTP lama dan Bella memiliki KTP lama yang masa aktifnya sudah tak berlaku, yang dapat dijadikan syarat untuk membuat e-KTP tanpa perlu surat pindah lagi.

5. Perjuangan tak sia-sia

Duka Transpuan Tak Punya e-KTP: Sulit Urus Pemakaman hingga PerbankanTranspuan/Transgender. (IDNTimes/Vamela).

Perjuangan Echi menolong teman-temannya membuat e-KTP agar memiliki identitas tidak sia-sia. Bella dan Pebri yang keduanya di bawah naungan Echi juga merasa senang, terharu dan berterima kasih kepada pihak yang membantu proses pembuatan e-KTP mereka.

"Senang banget udah punya e-KTP, makanya kita mau ngucapin terima kasih sama Dukcapil Tangerang. Kita udah punya e-KTP jadi kitanya udah punya identitas, kan enak mau kemana-mana juga," ucap Pebri.

Dari pengisian link secara online, Bella dan Pebri mendapatkan e-KTP pada 2 Juni 2021 dengan hadir ke Dukcapil Tangerang tanpa proses apapun lagi. 

"Kemarin kita ngambil pas pembukaan, jadi upacara dulu sebagai simbolis bahwa benar dipermudah. Tapi untuk kedua kalinya harusnya gak, langsung ambil saja. Karena ibaratnya kita potong pita pertama gitu," timpal Echi.

Tak henti-hentinya, Echi berterima kasih kepada Dukcapil Tangerang yang mau membantu teman-teman transgender untuk membuat e-KTP dengan proses yang begitu mudah. 

Bahkan, Echi menyebut di Dukcapil Tangerang tidak ada diskriminasi dan stigma terhadap mereka, baik petugas maupun pegawai. 

"Saya mengucapkan terima kasih dengan Dukcapil Tangerang begitu baik bisa membuatkan identitas transgender, saya sangat salut dan terharu. Selama ini jujur saya bilang, saya ada kesusahan untuk menolong teman-teman transgender untuk membuatkan identitas dirinya, karena harus meminta surat pindah dari keluarga teman saya tersebut, tapi sekarang jadi tidak perlu surat pindah," beber Echi.

Echi juga mengaku tidak ingin memiliki e-KTP dengan 'menembak' alias jalur pintas. Maka dari itu, ia juga berterima kasih kepada Hartoyo yang juga sudah membantunya. 

"Saya juga mau mengucapkan terima kasih banget dengan Hartoyo. Di situ aku, ya Allah suatu kebanggaan saya ya, saya bisa ngebantu teman-teman. Selama ini aku kesulitan banget bantu teman-teman untuk mendapatkan identitas diri," ucap Echi, terharu. 

Dengan adanya proses kemudahan pembuatan e-KTP ini, Echi berharap para transgender kini dapat membuat rekening bank yang selama ini menabung hanya melalui arisan, serta membuat BPJS Kesehatan.

"Inyaallah dengan adanya transgender yang sudah mendapatkan e-KTP ini, semua wilayah akan terjadi begitu juga. Gampang banget. Apalagi setiap wilayah sudah ada pendamping seperti saya," kata Echi.

Baca Juga: Tak Mau Diskriminasi, Kemendagri Beri Layanan e-KTP bagi Transgender

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya