Wadah Pegawai KPK Akan Surati Jokowi Agar Dibentuk TGPF Kasus Novel

Jakarta, IDN Times - Memasuki Lebaran hari ke-3, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dikunjungi oleh serikat pekerja atau yang biasa disebut Wadah Pegawai (WP) KPK. Dipimpin Ketuanya, Yudi Purnomo, WP mengatakan akan mengirimkan surat kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo.
Surat itu berisi permintaan agar dibentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk menyelesaikan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK itu.
"Secepatnya kami akan mengirimkan surat kepada Presiden mengenai penuntasan kasus Bang Novel dan pembentukan tim pencari fakta," ujar Yudi kepada media di kediaman Novel di area Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Minggu (17/6).
Lalu, mengapa Wadah Pegawai KPK malah memilih mengirim surat agar membentuk TGPF kepada Presiden Jokowi? Sebab, sejak awal Jokowi menyatakan baru akan bertindak kalau Polri sudah angkat tangan dan mengaku gak sanggup menyelidiki kasus yang sudah berlalu sejak satu tahun lalu itu.
1. Jangan remehkan fungsi TGPF

Sejak awal ide Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) memang diragukan keampuhannya untuk bisa mengungkap eksekutor bahkan otak di balik teror terhadap Novel pada April 2017 lalu. Keraguan itu sempat diungkap oleh Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen (Pol) Setyo Wasisto pada 12 April lalu.
Menurut Setyo, hasil dari TGPF tidak bisa dijadikan barang bukti di pengadilan. Itu perlu ditindak lanjuti oleh kepolisian dan kejaksaan.
"Karena TGPF ujungnya ke mana? Kan penyidikan juga, karena TGPF kan tidak bisa langsung ke kejaksaan," ujar Setyo ketika itu.
Ia menegaskan publik gak perlu khawatir sebab perkara pengungkapan siapa aktor di balik teror terhadap penyidik senior KPK itu sudah kadung terlalu lama. Sudah satu tahun dan dua bulan berlalu, tetapi belum ada satu pun individu yang dijadikan tersangka.
"Kami tidak main-main (dalam menyelidiki kasus ini). Saya kan bilang berapa kali, kami optimistis ini bisa terungkap. Ini hanya masalah waktu saja," kata Setyo lagi.
Lalu, apa tanggapan dari WP KPK terkait persepsi tersebut? Ketua WP, Yudi Purnomo justru menyebut ini menjadi momen yang paling tepat untuk membentuk TGPF.
"Justru ini lah momen yang paling tepat untuk membentuk TGPF dan jangan pula meremehkan tim itu. Memang dari presiden, TGPF dibentuk dengan menggunakan SK dari Presiden. Namun, secara de facto TGPF merupakan perpanjangan tangan di mana presiden bisa memanggil bawahannya untuk dimintai keterangan," ujar Yudi kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Minggu (17/6).
Ia juga menjelaskan kalau TGPF resmi dibentuk dan mengeluarkan rekomendasi, maka WP KPK juga akan meminta Presiden mengawal hasilnya.
2. Surat untuk Presiden Jokowi dikirim secepatnya

Lalu, kapan surat bagi Presiden Jokowi akan dikirim oleh WP? Yudi mengatakan secepatnya surat tersebut akan dikirim tanpa memberikan waktu definitif. Yudi menyebut juga ingin melihat reaksi Presiden Jokowi terhadap pernyataan yang disampaikan oleh WP hari ini.
"Syukur-syukur kalau Presiden langsung membuat TGPF (usai melihat pernyataan kami) langsung bikin, tapi kalau gak pun akan tetap kami kirimkan (suratnya)," ujar Yudi.
Ia juga menjelaskan surat itu turut dilayangkan kepada lembaga keagamaan dan lembaga nasional. WP berharap agar tokoh keagamaan dan lembaga nasional siap kalau diminta menjadi anggota tim pencari fakta.
Bagi WP, dengan dibentuknya TGPF langsung oleh Presiden maka menandakan kepedulian negara terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sejak awal pihak Novel merasa TGPF tetap merasa dibutuhkan, karena hingga satu tahun berlalu, gak ada perkembangan berarti dari penyelidikan kepolisian. Namun, Novel menegaskan TGPF gak bermaksud untuk menggantikan fungsi polisi yang masih melakukan penyelidikan. Melainkan diharapkan bisa membantu kinerja polisi.
3. Novel heran kasusnya dianggap kecil oleh pembantu Presiden

Sebelumnya, Novel mengaku heran, karena sempat muncul pernyataan kalau kasus teror yang menimpa dirinya adalah kasus kecil. Padahal, kalau kasus Novel gak terungkap, maka ancaman teror serupa yang dialami oleh pegawai KPK juga mengalami nasib yang sama.
"Saya pernah mendengar pernyataan pembantu Presiden yang menyatakan bahwa Presiden tidak mungkin melihat yang kecil-kecil," kata Novel yang ditemui di kediamannya di kawasan Kelapa Gading.
Menurutnya, pembuktian pelaku dan pertanggung jawaban pidana menjadi cara paling baik bagi perlindungan terhadap aktivis anti korupsi. Kalau kasusnya tetap dibiarkan dan pelaku gak diungkap maka artinya itu sama saja dengan mengabaikan keselamatan orang-orang yang merelakan diri untuk memberantas tindak kejahatan korupsi.
"Saya akan sangat heran kalau ini (teror air keras) bukan dianggap masalah penting, kalau masalah penyerangan terhadap orang-orang yang memberantas korupsi dianggap isu kecil, terus yang penting seperti apa?," tanya Novel.
Novel diteror dengan disiram air keras pada April 2017 usai menunaikan salat subuh di masjid di dekan kediamannya di area Kelapa Gading. Namun, hingga saat ini polisi belum berhasil menangkap satu pun individu baik itu eksekutor atau otak teror.
Padahal, Kapolda Metro Jaya, Irjen (Pol) Idham Azis mengatakan telah menugaskan 167 penyidik dan penyelidik khusus untuk menyelidiki kasus teror Novel Baswedan. Bahkan, masyarakat bisa ikut memberikan informasi di nomor hotline 0813 988 44474. Tapi, toh sampai sekarang hasilnya nihil.
Hal itu diduga karena ada keterlibatan polisi berpangkat jenderal dalam aksi teror terhadap Novel.
Baca Juga: Kereta Gajayana Terbakar, Tidak Ada Korban